Mediaumat.news – Pandemi Corona (Covid-19) di Indonesia telah menyibak beberapa hal. Terlebih pada ketidaksiapan pemerintah dalam penanganan dini sebagai pencegahan. Selama ini tampak carut marut penanganan penguasa terkait masalah kesehatan. Padahal kesehatan menjadi soko guru kuatnya suatu bangsa.
Solusi untuk memutus mata rantai Corona tak cukup dengan penanganan di Rumah Sakit rujukan. Gaung lockdown diserukan bebarpa kalangan. Sayangnya, pemerintah masih menimbang ulang antara kepentingan ekonomi dan kemaslahatan rakyat.
Kepada jurnalis media umat, Ahmad Khozinuddin, Ketua LBH Pelita Umat, memberikan tanggapan bahwa ketakutan mengambil opsi lockdown karena ada konsekuensi logis. Pemerintah harus menyediakan kebutuhan pokok demi keberlangsungan hidup rakyat.
“Lockdown tidak sesederhana yang dibayangkan. Karena terkait pengaturan banyak hal. Misalnya, barang dan jasa. Untuk ukuran rezim seperti ini jelas tidak mungkin. Hal ini diperparah juga kemungkinan chaos dan ketidakpercayaan rakyat,”ungkap Khozinuddin.
Pun solusi social distancing. Hal ini masih menjadi pilihan parsial. Pembatasan berinteraksi bagi rakyat Indonesia bukanlah hal mudah. Butuh edukasi untuk social distancing agar rakyat pun mematuhi seruan ini. Berkaitan dengan karantina kesehatan tanpa Perppu sudah bisa. Pemerintah bisa menggunakan UU No.8 tahun 2018 tentang karantina kesehatan. Ada beberapa hal yang memang belum lengkap di dalam UU itu.
“Karenanya, rezim bisa saja menambahkan seperti tidak boleh adakan hajatan atau jenis keramaian lainnya. Poin pentingnya penanganan wabah Corona ini mengonfirmasi jika pemerintah tidak mengurusi rakyat dengan sebaik-baiknya,”ujar advokat yang juga pembela umat itu.
Lantas, bagaimana langkah agar pemerintah mengambil lockdown sebagai langkah nyata. Di negara-negara yang sudah terwabah Corona juga melakukan hal yang sama. Maka, pemerintah harus didorong secara kuat untuk mengambil langkah ini. Alasan medis sudah dikemukakan oleh praktisi kesehatan dan petugas medis. Ulama pun sudah menyerukan dengan dalil syar’i agar meniru Rasulullah dalam menangani wabah. Pun demikian rakyat juga harus teredukasi dengan baik.
Ahmad Khozinuddin menambahkan bahwa ada dua hal penting yang bisa diambil sudut pandang dari wabah Corona ini. Pertama, dari sisi aqidah segala ikhtiar harus dilakukan. Ini sebagai upaya untuk tidak menyerah pada keadaan. Seorang muslim memahami bahwa datangnya ajal itu pasti. Jadi dengan kondisi ini ada upaya pencegahan sebagai ikhtiar. Kedua, secara politis negara harus menjaga nyawa dan kesehatan rakyat. Pengabaian terhadap itu menjadi bukti bahwa penguasa selama ini tidak mengurusi rakyat dengan baik.
Karena itu langkah yang bisa ditempuh pemerintah untuk menghadapi wabah Corona ialah dengan pendekatan skala prioritas. Mana yang didahulukan terkait urgensitas yaitu melindungi nyawa rakyat daripada kepentingan ekonomi. Penggelontoran uang triliunan untuk intervensi pasar juga tidak akan menolong. Pasalnya, lalu lalang barang dan jasa turun. Secara psikologi pasar tidak percaya pada IHSG dengan melihat kebijakan penguasa.
“Kalau pemerintah mengabaikan nyawa rakyat dan lebih mementingkan menggelontorkan uang di pasar modal, jelas ini keberpihakan penguasa kepada kapitalis. Sebegitu tegakah mengorbankan kepentingan jutaan rakyat?”tanyanya retoris.
Ketika dunia pun melakukan langkah lockdown bersamaan ini bisa diambil pelajaran oleh pemerintah Indonesia. Selain itu lockdown juga ajaran Islam, karena Rasulullah memerintahkan umatnya untuk tidak menyebar diri dan menahan untuk tidak keluar dari negeri yang terkena wabah tha’un. So, lockdown bisa jadi harga mati.[]han