Ketika Setan Berlepas Diri terhadap Orang Kafir

 Ketika Setan Berlepas Diri terhadap Orang Kafir

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Yang menyertai dia berkata (pula): “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh” (27); Allah berfirman: “Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu” (28); Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku (29)  (TQS Qaf [50]: 27-29).

Dalam ayat-ayat sebelumnya, diberitakan tentang sebuah peristiwa yang akan terjadi pada Hari Kiamat. Yakni, ketika ada orang yang dilemparkan ke dalam neraka. Orang yang dilemparkan itu memiliki sifat sangat ingkar, keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas, dan ragu-ragu. Orang tersebut menyembah sesembahan yang lain beserta Allah SWT.

Ayat ini masih memberitakan tentang perdebatan antara orang-orang kafir dengan setan dari bangsa jin.

Berlepas Diri Orang Kafir

Allah SWT berfirman: Qâ qarînuhu Rabbanâ mâ athgaytuhuhu (yang menyertai dia berkata (pula): “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya). Yang dimaksud dengan qarîn di sini adalah setan. Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya menyatakan bahwa qarîn (pendamping) di sini adalah setan yang ditugaskan untuk mendampinginya.

Sedangkan dhamîr al-hâ` adalah orang kafir. Menurut Ibnu Jarir, orang kafir yang selalu menolak kebenaran. Al-Imam al-Qurthubi berkata, “Maksudnya, setan yang selalu menyertai orang kafir yang keras kepala itu berlepas diri darinya dan mendustakannya.”

Diberitakan ayat ini, setan yang selalu menemani orang kafir ketika di dunia itu berlepas diri darinya dan tidak mau bertanggung jawab terhadap orang kafir dengan mengatakan: athgaytuhuhu. Artinya: mâ ja’altuhu thâgiyân (aku tidak menjadikan dia melampaui batas atau tersesat); mâ awq’tuhu fî thughyân (aku juga tidak menjatuhkan dia ke dalam kesewenang-wenangan). Akan tetapi, dia sendirilah yang melampaui batas dan lebih memilih kesesatan daripada petunjuk. Dengan kata lain, “Aku tidak menyesatkannya.”

Lebih dari itu, setan justru menyalahkan orang kafir dengan berkata: Walain kâna fî dhalâl[in] ba’îd[in] (tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh). Al-Imam al-Qurthubi berkata, “Dia tersesat dari jalan kebenaran dan melampaui batas karena pilihannya sendiri. Sesungguhnya aku hanya sekadar mengajaknya, lalu dia mau menerimanya.” Ditambahkan al-Syaukani, “Seandainya dia termasuk para hamba-Mu yang ikhlas, tentulah aku tidak akan mampu mengajaknya.”

Dijelaskan Ibnu Jarir, Allah SWT menceritakan perkataan qarîn pada Hari Kiamat itu untuk memberitahu hamba-hamba-Nya bahwa pada Hari Kiamat kelak mereka akan saling melepaskan tanggung satu sama lain.

Realitas ini juga dikabarkan Allah SWT firman-Nya: Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku (TQS Ibrahim [14]: 22).

Menurut banyak mufassir, pekataan qarîn ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diperkirakan diajukan orang kafir, “Wahai Tuhan kami, setanku ini yang menyesatkan aku.” Perkataan tersebut dimaksudkan agar dia dimaafkan dan tidak dimasukkan ke dalam neraka karena tersesat karena disesatkan oleh setan. Seolah dia ingin mengatakan bahwa itu bukan salah dia, namun salah setan yang menggoda, menyesatkan, dan menjerumuskan. Setan pun tidak mau dipersalahkan. Dia menjawab, “Wahai Tuhan kami, aku tidak menyesatkan dan menggelincirkan dia. Namun dia sendirilah yang berada dalam kesesatan yang jauh dari kebenaran.”

Pertengkaran Tidak Berguna

Kemudian Allah SWT berfirman: Walâ takhtashimû ladayya (Allah berfirman: “Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku). Ini adalah firman Allah SWT yang disampaikan kepada dua pihak yang saling bertengkar dan saling menyalahkan, yakni qarîn dari golongan jin dan orang kafir itu.

Dijelaskan al-Zamakhsyari dan al-Syaukani, firman Allah SWT ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diperkirakan: “Lalu apa yang dikatakan Allah SWT?” Lalu Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku.”Artinya, Allah SWT melarang mereka bertengkar di tempat hisab. Sekaligus menunjukkan perdebatan mereka di hadapan Allah SWT itu sama sekali tidak berguna untuk menyelamatkan mereka dari azab.

Mendengar perdebatan mereka, Allah SWT berfirman: Waqad qaddamtu ilaykum bi al-wa’îd (padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu”). Allah SWT menegaskan bahwa Dia telah menyampaikan al-waîd (ancaman kepada mereka) kepada mereka ketika masih di dunia.

Ancaman itu berupa azab yang sangat keras dan amat dahsyat kepada orang-orang yang ingkar dan menyelisihi syariah-Nya. Ancaman tersebut termaktub dalam Alquran. Sehingga mereka tidak lagi membuat-buat dalih dan mencari cari alasan untuk memaafkan tindakan mereka. Jelasnya ancaman itu diungkapkan ayat dengan tambahan uruf al-bâ`pada kata: bi al-wa’îd (ancaman). Menurut al-Syuakani, huruf al-bâ tersebut merupakan مَزِيدَةٌ لِلتَّأْكِيد (tambahan untuk menegaskan).

Al-Zamakhsyari juga berkata, “Sungguh Aku telah mengancam kalian dengan azab-Ku atas tindakan melampaui batas dalam kitab-Ku dan lisan para rasul-Ku. Maka, Aku tidak membiarkan kamu memiliki alasan untuk membantah-Ku.”

Dikatakan pula oleh Ibnu Jarir al-Thabari, ini merupakan firman Allah SWT kepada kaum musyrikin dan qarîn dari bangsa setan yang digambarkan pada ayat-ayat sebelumnya.

Begitulah keadaan mereka. Sebagaimana dijelaskan Ibnu Abbas, mereka berusaha mencari-cari alasan untuk membebaskan diri mereka dari hukuman. Akan tetapi, Allah SWT menolak semua hujjah mereka dan membantah perkataan mereka.

Keputusan-Nya Tidak Berubah

Kemudian Allah SWT: Mâ yubaddalu al-qawl ladayya (keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah). Di samping dalih dan alasan mereka agar tidak dijatuhi hukuman dan azab ditolak, Allah SWT juga menegaskan kepada mereka tidak akan mengubah keputusan-Nya. Kata al-qawl (perkataan) di sini berkaitan dengan al-waîd (ancaman) yang telah disampaikan. Bahwa Allah SWT telah menyampaikan kepada mereka dengan sangat jelas. Bahwa siapa pun yang kafir dan maksiat kepada-Nya akan dimasukkan ke dalam neraka. Ancaman yang telah dikatakan Allah SWT ini tidak akan diubah oleh-Nya.

Dijelaskan Ibnu Jarir al-Thabari, Allah SWT memberitahukan tentang firman-Nya yang akan disampaikan kepada kaum musyrik dan qarîn mereka dari bangsa jin pada Hari Kiamat ketika mereka saling berlepas diri, “Keputusan yang telah Aku putuskan di dunia tidak akan berubah.” Mujahid berkata, “Artinya, Aku telah memutuskan apa yang Aku kehendaki.”

Karena tidak akan diubah dan tak akan berubah, maka sebagaimana dikatakan al-Zamakhsyari, “Janganlah kalian berharap Aku akan mengubah keputusan-Ku dan ancaman-Ku sehingga memaafkan kamu dari ancaman yang tekah Aku sampaikan kepada kalian.”

Dengan demikian, sebagaimana diterangkan Abu Bakar al-Jazairi, keputusan Allah SWT itu akan dilaksanakan untuk semua orang yang ingkar kepada-Nya dan bermaksiat kepada para rasul-rasul-Nya. Sebab, sudah ada keputusan Allah SWT sebelumnya kepada Iblis ketika menjadi penyebab terusirnya Adam dari surga dengan bisikan dan rayuan-Nya. Dia juga telah menetapkan akan benar-benar memenuhi Jahannam dengan Iblis dan orang-orang yang mengikutinya sebagaimana disebutkan dalam QS Hud [11]: 119 dan al-An’am [6]: 160).

Kemudian Allah SWT berfirman: Wamâ Ana bi Zhullâm li al-abîd (dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku). Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT menafikan sifat zalim dari-Nya. Maksud zalim di sini adalah dengan menyiksa orang yang tidak berhak menerima siksa.

Tiadanya kezaliman Allah SWT, menurut Ibnu Jarir al-Thabari adalah tidak akan menghukum siapa pun dari makhluk-Nya karena kejahatan orang lain dan tidak ada seorang pun dari mereka membawa dosa yang dilakukan oleh orang lain kemudian dihukum karena dosa itu.

Demikianlah. Setan yang ketika di dunia bekerja keras menyesatkan manusia dari jalan yang benar, dan di akhirat tidak mau bertanggung jawab atas orang-orang yang disesatkannya. Dia menolak dikatakan telah meyesatkan mereka. Bahkan, menuding orang-orang kafir itu yang tersesat sendiri. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikthtisar:

  1. Setan menolak klaim telah menyesatkan orang kafir sekaligus menuding orang kafir itulah yang memilih sendiri kekufuran
  2. Ancaman neraka bagi orang-orang yang ingkar kepada-Nya sudah disampaikan sehingga tidak ada dalih untuk membenarkan kekufuran mereka
  3. Allah SWT tidak menzalimi siapa pun

 

Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 251

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *