Ketika Hukum Menjadi Tertata
Dr Fahmi Amhar
Ada masa, ketika sebagian besar nasib negara-negara beserta manusia di dalamnya ditentukan oleh selera sedikit penguasa. Para penguasa itu boleh menafsirkan aturan Tuhan sekehendaknya. Bila perlu membuat aturan baru yang disukainya. Mereka juga menjatuhkan hukuman ke siapa saja yang dituduh melanggarnya.
Kemudian datanglah Islam yang membatasi semuanya. Meski penguasa memiliki otoritas melegalisasi (tabbani) suatu penafsiran hukum, tetapi dia sendiri dibatasi oleh kompetensinya, diawasi para qadhi dan dikontrol oleh tingkat kesadaran politik masyarakat. Dan 920 tahun setelah tegaknya Daulah Islam oleh Rasulullah di Madinah, muncul seorang penguasa yang menggunakan sistem administrasi modern, yang menjadikan hukum Islam makin tertata, makin mudah ditegakkan, dan makin memberikan rahmat ke seluruh alam.
Dialah Sultan Sulaiman, lahir 6 November 1494, mulai memerintah sejak 30 September 1520 hingga akhir hayatnya pada 7 September 1566. Sulaiman menorehkan sejarah yang sangat penting bagi sejarah Khilafah Utsmaniyah dan Dunia Islam pada umumnya. Prestasinya antara lain: mempersatukan kembali dunia Islam yang tercerai-berai di Afrika Utara, Persia, sampai India; kemudian membuka daerah-daerah baru di separuh Eropa seperti Ukraina, Rumania, Bulgaria, Beograd dan Hungaria, dan membuat tekanan berat ke Kekaisaran Austria. Pada saat itu, setiap manuver politik di Eropa tidak akan dilakukan tanpa memperhitungkan arah politik di Istanbul. Bahkan perang antara Prancis dan Austria bisa diintervensi oleh Sultan Sulaiman! Kalimat terkenal dari Sulaiman adalah: “Tanah yang pernah diinjak kuda Sultan, adalah bumi Islam” – dan itu mencapai gerbang Wina!
Sultan Sulaiman al-Qanuni
Ketika Sulaiman nyaris berhasil menjadikan tiga lautan (yakni Laut Mediterania, Laut Merah dan Teluk Persia) sebagai laut teritorial Khilafah, maka bagi dunia Barat tidak ada cara lain menuju ke Hindia dan Cina selain mencari jalan baru. Mulailah era penjelajahan lautan oleh Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Namun Sulaiman tidak mendiamkan itu. Sulaiman juga mengirim armadanya untuk berpatroli di Samudra Hindia di bawah Laksamana Piri Reis. Armada ini mengamankan wilayah mulai dari pantai Somalia, Yaman, India hingga Aceh!
Armada Utsmaniyah di Samudra Hindia
Sementara di Eropa, Sulaiman dipanggil dengan julukan “Sulaiman the Magnificient” karena prestasi teritorialnya mirip “Alexander the Great”, maka di dunia Islam ia lebih dikenal dengan “Sulaiman al-Qanuni”. Sejarawan Lord Kinross menulis, “Not only was he a great military campaigner, a man of the sword, as his father and great-grandfather had been before him. He differed from them in the extent to which he was also a man of the pen. He was a great legislator, standing out in the eyes of his people as a high-minded sovereign and a magnanimous exponent of justice”.
Meski syariah sebagai hukum yang bersumber dari wahyu tidak mungkin diubahnya, ada wilayah yang dikenal sebagai “Qanun”, yang oleh syariah didelegasikan kepada tabbani khalifah, semisal di seputar hukum pidana takzir, distribusi tanah atau perpajakan. Sulaiman dibantu mufti Ebus Suud mengumpulkan semua keputusan hukum sembilan sultan Utsmani pendahulunya. Setelah menyingkirkan duplikasi dan menarjih di antara berbagai keputusan yang bertentangan, dia melegislasi satu hukum yang dibuat sedemikian rupa agar tidak mencederai hukum-hukum dasar Islam yang qath’i lalu diberlakukan di seluruh wilayah Daulah. Ini diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan wilayah yang begitu cepat. Qanun Sulaiman ini bertahan lebih dari 300 tahun !
Di bidang pendidikan, Sulaiman membangun banyak sekali sekolah dasar (mekteb) dan universitas (medreses) yang terintegrasi dengan masjid, dan lulusannya menjadi imam. Juga menumbuhkan ratusan komunitas seni di berbagai bidang (ehl-i-hiref). Sulaiman sendiri adalah orang yang berbakat dalam syair dan sejak muda sengaja melatih kesabaran dengan membuat kerajinan perhiasan. Di antara syairnya yang terkenal adalah:
Orang-orang berpikir bahwa anugrah terbesar itu adalah kaya dan berkuasa,
Tapi di dunia ini, sehat adalah keadaan terutama,
Apa yang disangka panggilan kedaulatan, itu hanya perselisihan duniawi dan perang yang tak kunjung reda;
Padahal taat kepada Allah adalah tahta tertinggi, dan taman yang paling membuat bahagia.
Sayangnya, penulisan sejarah itu tergantung siapa yang kemudian berkuasa. Ketika Mustafa Kemal Attaturk berkuasa di Turki dan menghapus Khilafah Islam, dia membangun dua lembaga. Mungkin buat Indonesia, lembaga semacam ini tidak akan begitu diperhatikan. Tetapi di Turki, perannya amat signifikan. Dua lembaga itu adalah Lembaga Bahasa dan Lembaga Sejarah. Tugas Lembaga Bahasa adalah MENGGANTI KOSA KATA ARAB dari bahasa Turki, termasuk mengganti aksara Arab dengan aksara Latin untuk bahasa Turki. Sedang tugas Lembaga Sejarah adalah MENULIS ULANG SEJARAH TURKI: Turki hebat bukan karena Islam, tetapi karena bangsa Turki sudah hebat sejak zaman kuno.
Karena Khilafah Islam dinasti Utsmaniyah di Turki sudah dikubur, maka tugas para sejarahwan di sana untuk membuktikan bahwa dinasti Utsmaniyah itu MEMANG PANTAS DIKUBUR. Jadi sekalipun Turki bangga dengan abad kejayaan yang diukir oleh leluhurnya, tetapi semangat zaman (Zeitgeist) mereka yakin bahwa zaman sudah berganti, dan riwayat leluhurnya memang pantas diakhiri karena kesalahan-kesalahan mereka, dan kesalahan itu ditimpakan pada Islam !!!
Karena itulah dapat dipahami, mengapa produser Turki membuat film yang kontroversial: “King Sulaeman” (yang di ANTV setelah diprotes ganti judul: “Abad Kejayaan”). Mereka bangga dengan sejarah Sultan Sulaeman yang pernah membuat Turki disegani oleh Eropa. Tetapi mereka juga percaya pada imajinasi bahwa kehidupan seputar Sultan saat itu penuh dengan distorsi moral, intrik dan kemunafikan. Dan lebih dari itu semua, mereka dididik dengan pendidikan sejarah, bahwa kehebatan Sultan itu karena Turkinya, sedang kekurangannya itu karena Islamnya. Ini realitas yang memang sengaja diwariskan oleh Attaturk saat membangun Turki sekuler.
Saya pernah dua minggu di Turki. Rasanya saya tidak perlu heran bahwa di Turki banyak orang tidak tahu arah kiblat, karena mereka memang tidak pernah shalat. Dan di tempat-tempat publik seperti bandara, tidak tersedia fasilitas untuk shalat. Istanbul malah kalah dari Amsterdam atau Tokyo. Itu tahun 2004, ketika Turki sudah diperintah oleh PM Thayyib Erdogan.
Apa yang dilakukan oleh Turki, juga dilakukan oleh semua negara yang pernah memiliki pemerintahan monarki yang kuat namun kini telah dikubur. Maka mitos-mitos tersebut juga ada di Jerman, Austria, Russia dan Cina. Di Beijing terdapat bekas Kota Terlarang (Forbidden City), tempat Kaisar Cina tinggal. Tempat itu memiliki 9999 kamar, untuk para pegawai Kaisar dan selir-selir kaisar. Dan seperti apa kehidupan di Harem atau Forbidden City itu, diserahkan kepada imajinasi para penulis Barat, yang mereka juga hanya menduga-duga – tapi kini dipercaya oleh para pembuat film. Apalagi dalam kapitalisme, ada mitos bahwa suatu film akan lebih diminati kalau berisi seputar 3G (Ghost, Guns & Girls), artinya seputar horor, aksi kekerasan dan seks. Walaupun kemudian pembuat film itu bersikukuh bahwa itu hanya fiksi, tetapi karena terkait sejarah, tak ayal umat Islam yang tidak berpikir mendalam akan menyangka fiksi itulah realitas sejarah.