Ketergantungan Indonesia Gambarkan Kuatnya Cengkeraman Cina
Mediaumat.id – Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Cina Xi Jinping (26/7) yang menghasilkan beberapa kesepakatan —di antaranya adalah kerja sama ekonomi seperti pembaharuan nota kesepahaman (MoU) Sinergi Poros Maritim Dunia dan Belt Road Initiative, melanjutkan proyek kereta api Cina Jakarta-Bandung dan impor Cina atas CPO Indonesia— dinilai Pengamat Politik Islam dan Militer Dr. Riyan, M.Ag merupakan ketergantungan yang menggambarkan kuatnya cengkraman Cina ke Indonesia.
“Ketergantungan ini menggambarkan makin kuatnya cengkraman Cina ke Indonesia dalam skala yang lebih luas” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (28/7/2022).
Menurutnya, hasil kesepakatan tersebut mencerminkan bahaya ketergantungan Indonesia terhadap Cina dalam bentuk utang luar negeri.
Padahal, dalam Islam bahaya tersebut haruslah ditolak. Karena Islam mengharamkan orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin, sebagaimana ia kutip QS an-Nisa (4): 141, yang artinya, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin.”
“Makna dari ayat Allah ini sangat tegas, Allah mengharamkan orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin. Bagaimana mungkin malah kita hari ini justru menggelar ‘karpet merah’ terhadap orang-orang kafir-komunis (Cina khususnya) melalui berbagai utang luar negeri yang memberatkan rakyat?” sindir Riyan.
Dua Hal
Riyan menilai, mengapa Indonesia bisa menerima bahaya tersebut itu karena dua hal. Pertama, Indonesia tidak memiliki pijakan ideologis yang kokoh. Indonesia hanyalah negara dengan kepentingan nasional yang pragmatis, sehingga mudah untuk ikut dalam tekanan negara lain (termasuk Cina).
Ia memberikan contoh yakni proyek kereta api cepat yang dinilai banyak pihak tidak memiliki manfaat untuk rakyat, namun tetap dimenangkan tendernya. Padahal, proyek tersebut membebani rakyat melalui biaya APBN yang sebelumnya diklaim akan berpola bussiness-to-bussiness tanpa APBN.
Kedua, lemahnya kepemimpinan Indonesia yang justru tidak mandiri tapi banyak dipengaruhi oleh segelintir kekuatan oligarki. Oligarki inilah yang kemudian diuntungkan.
“Ini merupakan konsekuensi ketika Indonesia dibelenggu dengan sistem sekuler kapitalistik-demokrasi. Para oligarki inilah yang sebenarnya diuntungkan, bukan rakyat. Akibat kelemahan dan inkompetensinya rezim,” jelasnya.
Pemimpin Berani
Karena itu, menurutnya dibutuhkan pemimpin yang berani. Pemimpin yang berani menentang semua bentuk penjajahan dan dominasi.
“Haruslah pemimpin yang bertakwa yang hanya takut kepada Allah, yang siap menjalankan seluruh perintah Allah SWT,” jelasnya.
Tak hanya pemimpin yang berani, menurut Riyan dibutuhkan juga sistem dan aturan yang sempurna yang berasal dari Zat yang Maha Sempurna Allah SWT, Islam secara kaffah. Dalam naungan daulah khilafah islamiah.
“Sistem Islam inilah yang akan memusnahkan berbagai kejahatan dan keburukan sistem kufur. Inilah yang telah diteladankan oleh Baginda Rasulullah SAW. dan diteruskan oleh para sahabat, khulafaur rasyidin setelahnya sebagai negara adidaya di dunia, menebarkan rahmat bagi seluruh alam,” pungkasnya.[] Ade Sunandar