Dua wanita Uighur yang ditahan di penjara China, yang diperuntukkan bagi Muslim Turkistan Timur, bersaksi tentang kekejaman yang mereka alami di hadapan komite khusus di Kongres. Gulbahar Haitiwaji dan Qelbinur Sidik berbicara tentang pemerkosaan berkelompok, disetrum, kasus cuci otak, dan segala bentuk penyiksaan psikologis serta fisik terhadap tahanan, yang mereka saksikan selama 3 tahun.
Sesi pertama, komisi mendengar dari Qelbinur Sidik, seorang dari anggota minoritas etnis Uzbekistan China, yang menyatakan bahwa dia dipaksa mengajar bahasa Mandarin di fasilitas penahanan terpisah yang menampung pria dan wanita Uyghur. Sidik mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa para tahanan dirantai dan dibelenggu dalam sel yang sangat sempit, sehingga mereka harus merangkak keluar ketika pihak berwenang memanggil mereka. Dia menambahkan, “Para tahanan dipanggil dengan nomor mereka untuk diinterogasi.” “Kemudian kami mendengar teriakan yang mengerikan karena siksaan,” katanya.
Sidik berkata: “Tahanan wanita Uighur yang tidak bersalah ditahan bersama ribuan yang lain, kepalanya dicukur, berseragam abu-abu. Penjaga menyiksa para wanita dengan kejutan listrik dan pemerkosaan beramai-ramai, terkadang menggabungkan keduanya.”
Kamp pendidikan ulang yang dimaksudkan untuk mengubur bahasa, keyakinan agama, dan adat istiadat para tahanan Muslim Uighur dengan memaksa pria dan wanita mengikuti “11 jam pelajaran cuci otak setiap hari,” kata Gulbahar Haitiwaji, seorang Uighur yang menghabiskan lebih dari dua tahun di dua kamp pendidikan ulang dan kantor polisi.
“Sebelum makan, kami harus memuji mereka, mengatakan bahwa kami berterima kasih … untuk Partai Komunis China dan kami berterima kasih untuk (Presiden) Xi Jinping,” ungkap Haitiwaji. “Dan setelah selesai makan, kita harus memuji mereka lagi,” tambahnya (apnews.com, 24/3/2023).
Muslim Uyghur tinggal di wilayah Turkistan Timur, barat laut China, mereka merupakan mayoritas dari populasinya yang berjumlah sekitar 26 juta, bersama dengan etnis Kazakh dan Han. Selama beberapa tahun, wilayah ini berada di bawah pengawasan ketat, mulai dari kamera yang ada di mana-mana hingga gerbang keamanan di gedung-gedung, serta kehadiran militer yang meluas di jalan-jalan, pembatasan paspor, wanita Muslim Uighur dipaksa menikahi pria Han, pria yang dipaksa mencukur jenggot, dan tidak dapat melakukan simbol-simbol agama mereka yang lain. Singkatnya, apa yang dilakukan oleh rezim musyrik (politeis) China terhadap Muslim Uighur tidak berakhir dengan tulisan. Meskipun demikian, rezim-rezim di negara-negara Muslim, khususnya rezim di Turki, Arab Saudi dan rezim Iran, justru melanjutkan hubungan mereka dengan rezim musyrik (politeis) China yang menganiaya dan menyiksa umat Islam. Mereka sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan China terhadap Muslim Uighur, sebab mereka hanya peduli pada kepentingan mereka sendiri dan kepentingan tuannya, bukan kepentingan rakyatnya (hizb-ut-tahrir.info, 27/3/2023).