Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Bagaimana kesahihan hadis:
أنا بريء ممن عاش أربعين يوما بين ظهراني الكفار
“Saya berlepas diri dari orang yang hidup 40 hari di tengah kaum kafir”.
Bagaimana kesahihan hadis ini? Apa hukum syara’ pada orang yang hidup di negeri kufur untuk bekerja dikarenakan negerinya tidak tersedia untuknya gaji yang sama atau disebabkan tidak adanya pekerjaan? Apa hukum syara’ pada orang yang hidup di negeri kufur dengan tujuan belajar?
Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.
[Raja’ al-Asyhab]
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Hadis tersebut dikeluarkan oleh Abu Daawud di Sunan-nya, ia berkata: “Hanad bin as-Sariy telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muawiyah dari Ismail dari Qays dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: “Rasulullah saw mengirimkan detasemen ke Khats’am lalu orang dari mereka berlindung dengan sujud maka detasemen itu mempercepat pembunuhan pada mereka. Jarir berkata: “hal itu sampai kepada Nabi saw lalu beliau memerintahkan untuk mereka setengah diyat dan beliau berkata:
«أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ؟ قَالَ: لَا تَرَاءَى نَارَاهُمَا»
“Saya berlepas diri dri setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik”. Mereka berkata: “ya Rasulullah kenapa?” Beliau menjawab: “tidak saling melihat api keduanya”.
Dan supaya jelas makna yang dimaksudkan dari hadis tersebut, kami sebutkan berikut ini:
1- Dinyatakan di Muaqaddimah juz ii dalam penjelasan Pasal 189:
[ … dan Dar al-Kufri memiliki hukum-hukum yang sangat berbeda dari hukum-hukum Dar al-Islam. Dar al-Kufri memiliki hukum-hukum yang khusus dengannya:
Jika seorang muslim yang hidup di Dar al-Kufri tidak mampu menampakkan syiar agamanya maka dia harus berpindah ke Dar Kufr lainnya yang di situ dia mampu menampakkan syiar-syiar agamanya. Dalil atas hal itu adalah firman Allah SWT:
﴿إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيراً﴾ [النساء: 97]
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (TQS an-Nisa’ [4]: 97).
Ini jika tidak ada Dar al-Islam sebagaimana kondisi hari ini. Adapun jika ada Dar al-Islam maka hukum-hukum hijrah dari Dar al-Kufri ke Dar al-Islam adalah sebagai berikut:
1- Siapa yang mampu berhijrah dan dia tidak mampu menampakkan agamanya di negerinya dan tidak mampu menegakkan hukum-hukum Islam yang dituntut darinya, maka hijrah ke Dar al-Islam fardhu baginya, dan haram baginya dalam kondisi ini tetap tinggal di Dar al-Harb yakni Dar al-Kufri, tetapi dia wajib hijrah ke Dar al-Islam. Dalil atas hal itu adalah sayat sebelumnya:
﴿إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيراً﴾ [النساء: 97]
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (TQS an-Nisa’ [4]: 97).
Ayat ini juga dapat dijadikan dalil di sini. Dan juga hal itu ditunjukkan oleh hadis diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Jarir bahwa Rasulullah saw bersabda:
أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِمَ؟ قَالَ: لا تَرَايَا نَارَاهُمَ»
“Saya berlepas diri dri setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik”. Mereka berkata: “ya Rasulullah kenapa?” Beliau menjawab: “tidak saling melihat api keduanya”.
Dan dalam riwayat Abu Dawud:
أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ «قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ؟ قَالَ: لا تَرَاءَى نَارَاهُمَا»
“Saya berlepas diri dri setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik”. Mereka berkata: “ya Rasulullah kenapa?” Beliau menjawab: “tidak saling melihat api keduanya”.
An-Nasai meriwayatkan yang semisalnya. Makna “lâ tarâ`â nârahum” yakni tidak berada di tempat yang dia melihat api mereka dan mereka melihat api dia jika dinyalakan … sebagai kiasan dari tidak hidup di negeri mereka …
2- Siapa yang mampu berhijrah tetapi dia mampu menampakkan agamanya di negerinya dan menegakkan hukum-hukum syara’ yang dituntut darinya, maka hijrah dalam keadaan ini adalah mandub dan bukan fardhu … Dalil hal itu bahwa Rasul saw dahulu mendorong hijrah dari Mekah sebelum Fathu Mekah yang mana Mekah kala itu merupakan Dar al-Kufri. Dan datang ayat-ayat yang gamblang dalam hal itu, di antaranya firman Allah SWT:
﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [البقرة: 218]
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (TQS al-Baqarah [2]: 218).
Dan firman Allah SWT:
﴿ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ﴾ [التوبة: 20]
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (TQS at-Tawbah [9]: 20).
Semua ini gamblang dalam tuntutan berhijrah. Adapun keberadaannya bukan fardhu maka karena Rasulullah saw telah menyetujui orang dari kaum Muslim yang tetap tinggal di Mekah. Telah diriwayatkan bahwa Nu’aim an-Nahham ketika ingin berhijrah, kaumnya yakni Bani Adiy datang dan mereka berkata: “tetap tinggallah di kami dan engkau tetap di atas agamamu, dan kami melindungimu dari orang yang ingin menyakitimu, dan cukupkan untuk kami apa yang telah kamu cukupkan kepada kami”. Dia dahulu mengurusi anak-anak yatim Bani ‘Adiy dan janda-janda mereka sehingga dia tertinggal dari hijrah selama beberapa jangka waktu kemudian setelah itu dia berhijrah. Nabi saw bersabda kepadanya:
«قَوْمُكَ كَانُوا خَيْراً لَكَ مِنْ قَوْمِي لِي، قَوْمِي أَخْرَجُونِي وَأَرَادُوا قَتْلِي، وَقَوْمُكَ حَفِظُوكَ وَمَنَعُوكَ»
“Kaummu lebih baik untukmu dari kaumku kepadaku, kaumku mengeluarkan aku dan ingin membunuhku, sedangkan kaummu menjagamu dan melindungimu” (HR Ibnu Hajar di al-Ishâbah).
3- Adapun orang yang tidak mampu berhijrah maka Allah memaafkannya dan dia tidak dituntut dengan hijrah. Hal itu karena ketidakmampuannya untuk berihijrah, adakalanya karena sakit atau dipaksa untuk tetap tinggal, dan adakalanya karena kelemahan seperti perempuan, anak-anak dan semisal mereka. Dalil hal itu adalah firman Allah SWT:
﴿إِلَّا ٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلاً﴾
“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)” (TQS an-Nisa’ [4]: 98).
4- Adapun orang yang mampu menampakkan agamanya di negerinya dan melakukan hukum-hukum syara’ yang dituntut darinya dan pada saat yang sama dia memiliki kemampuan mengubah Dar al-Kufr yang dia tinggali menjadi Dar al-Islâm, maka haram baginya dalam keadaan ini untuk berhijrah dari Dar al-Kufr ke Dar al-Islâm, baik dia memiliki kemampuan sendiri atau dengan berkelompoknya dia bersama kaum Muslim yang ada di negerinya, atau dengan bantuan kaum Muslim dari luar negerinya, atau melalui kerjasama dengan Daulah Islamiyah atau dengan suatu wasilah yang legal, maka dia wajib berjuang untuk menjadikan Dar al-Kufr itu menjadi Dar al-Islam, dan haram baginya berhijrah dari negerinya itu. Dalil hal itu adalah bahwa perjuangan untuk menggabungkan negerinya ke Dar al-Islam adalah fardhu dan seutama-utama fardhu. Maka jika dia tidak menunaikannya sementara dia mampu menunaikannya dan dia tidak berjuang untuk penggabungan itu dan dia malah berhijrah maka dia berdosa seperti meninggalkan fardhu apapun.
Atas dasar itu maka jika di sana ada Dar al-Islam maka bertempat tinggal di Dar al-Kufr untuk orang yang wajib hijrah baginya adalah haram …].
Ringkasnya, adalah bahwa hadis yang disebutkan adalah dalam kondisi adanya Dar al-Islam sehingga wajib berhijrah dari Dar al-Kufr ke Dar al-Islam sesuai syarat-syarat yang telah dijelaskan di atas. Adapun jika tidak ada Dar al-Islam (Khilafah) seperti keadaan hari ni maka jika seseorang itu dapat melakukan syiar-syiar agamanya sehingga dia dapat menunaikan shalat, berpuasa … dst, maka dia tidak wajib berpindah dari negerinya itu. Adapun jika dia tidak mampu melakukan syiar-syiar agamanya maka dia wajib berpindah dari tempat itu ke Dar Kufrin lainnya yang dia akan mampu melakukan syiar-syiar agamanya.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
27 Shafar 1444 H
23 September 2022 M
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/84483.html