Mediaumat.info – Ekonom Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta beberkan kerapuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kapitalistik yang membuat warisan utang di era pemerintahan Jokowi bakal melambung di era Prabowo.
“Jadi memang ada cukup banyaknya titik kerapuhan APBN yang kapitalistik, kalau kami melihat ada dari lima titik kerapuhan APBN kapitalistik,” ujarnya dalam Kabar Petang: Utang Jumbo Jokowi, Beban Prabowo? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (27/7/2024).
Pertama, dari asas penyusunannya. Asasnya adalah asas kebermanfaatan yang sangat berpotensial dibajak oleh pihak tertentu.
“Karena asasnya manfaat ya dibajak oleh pihak-pihak tertentu yang punya argumen bahwa ini adalah mendatangkan kebaikan bagi bangsa katanya,” beber Hatta.
Kedua, dari sisi sumbernya. Bergantung pada potensi utang dan pajak. “Kalau kita bicara tentang utang ini kan mau tidak mau juga berbicara tentang APBN secara umum ya. APBN kita kalau kita lihat strukturnya itu ada penerimaan pajak,” bebernya.
Kalau dilihat, lanjutnya, rasio pajak itu mencapai 70-80% dari total penerimaan pajak. “Jadi yang paling besar itu adalah penerimaan pajak,” lanjutnya.
Sedangkan tutur Hatta, pajak sudah tidak bisa digenjot lebih jauh lagi sementara konsumsi masyarakat sedang melemah karena ada tambahan penarikan-penarikan atau potongan gaji masyarakat dalam misalnya bentuk Tapera (tabungan perumahan rakyat) dan lain-lain, maka hal ini akan semakin menggerus pembelian atau konsumsi masyarakat, padahal pertumbuhan ekonominya datang dari konsumsi masyarakat.
“Jadi, dari sisi pajak itu sudah tidak terdapat space yang luas untuk bisa berakselerasi untuk menaikkan pajak. Nah, yang dimungkinkan itu adalah utang,” jelasnya.
Ketiga, dari sisi pembelanjaannya, bermasalah. “Dari sisi belanjanya kan sering kita mendengar sudahlah disuruh menghabiskan saja kok enggak bisa gitu, coba uang yang ada itu disuruh menghabiskan gitu entah itu nanti mau dipakai belanja, apakah belanja apa gitu, itu logika belanja APBN yang bermasalah,” tegasnya.
Keempat, berkaitan dengan target APBN yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, padahal bukan hanya sebatas itu tetapi juga kualitas dari ekonominya, tidak hanya bicara tentang produksi tapi bicara tentang distribusi.
“Sekarang ini bukan masalah pertumbuhan ekonomi, kenapa kemudian banyak orang miskin, ini adalah masalah distribusi ekonomi jadi kalau kemudian kita mau produksi berapa pun tapi kalau distribusinya tidak diberesin tidak akan selesai mau pertumbuhan ekonominya kayak apa pun,” tuturnya.
Kelima, dari sisi satuan alat tukar yang dipakai untuk mengelola APBN adalah dengan menggunakan uang kertas yang masih ribawi.
“Sehingga dengan gonjang-ganjing ekonomi yang seperti sekarang, maka APBN kita dari sisi utang bisa membengkak dengan sangat cepat, bahkan nilainya juga bisa tergerus,” tuturnya.
Menengok
Hatta juga menghimbau jika sumber pendapatan dan penerimaan negara masih berfokus pajak dan utang yang justru semakin membebani masyarakat dan menghambat perekonomian negara, maka cobalah untuk menengok tata kelola ekonomi syariah.
“Kalau mau menengok ekonomi syariah itu punya konsepnya untuk memberikan sumber-sumber alternatif yang itu lebih independen dan powerfull untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kesejahteraan masyarakat yang sampai sekarang masih belum terwujud,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat