Kenaikan Iuran BPJS dan Nasib Wong Cilik
Ditulis Oleh: dr. M. Amin (HELP SYARIA)
Kenaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen resmi disahkan Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/10/2019). Adapun kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.
Aturan tersebut masuk dalam Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.
Kontan kebijakan ini dianggap sebagian kalangan merugikan masyarakat. BPJS Kesehatan mengandung ruh pengalihan tanggung jawab dari pundak negara ke pundak rakyat. Jaminan kesehatan yang merupakan hak rakyat dan menjadi tanggungjawab negara diubah menjadi kewajiban rakyat. Rakyat diwajibkan untuk saling membiayai pelayanan kesehatan di antara mereka melalui sistem asuransi sosial. Jadilah hak rakyat disulap menjadi kewajiban rakyat. Dengan sulap yang sama, kewajiban negara untuk menjamin hak rakyat atas pelayanan kesehatan dihilangkan.
Klaim BPJS Kesehatan sebagai lembaga penjamin kesehatan juga menyesatkan. Pasalnya, BPJS identik dengan asuransi sosial. Pada prinsipnya, asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial-ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN).
Akibatnya, pelayanan kesehatan untuk rakyat disandarkan pada premi yang dibayar oleh rakyat. Jika rakyat tidak bayar, mereka tidak berhak atas pelayanan kesehatan. Karena diwajibkan, jika telat atau tidak bayar, rakyat (peserta asuransi sosial kesehatan) dikenai sanksi baik denda atau sanksi administratif. Pelayanan kesehatan rakyat juga bergantung pada jumlah premi yang dibayar rakyat. Jika tidak cukup maka iuran harus dinaikkan. Itulah ide dasar operasional BPJS dan sebab mendasar kenaikan iuran BPJS.
Kezaliman Berlipat Ganda
BPJS Kesehatan dengan sistem asuransi sosial yang mengubah pelayanan kesehatan dari hak rakyat dan kewajiban negara menjadi kewajiban rakyat, terlepas dari pundak negara, jelas itu merupakan kezaliman. Iuran yang diwajibkan terhadap rakyat jelas merupakan kezaliman. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan artinya menambah kezaliman terhadap rakyat.
Di sisi lain, kekayaan alam yang sejatinya adalah milik bersama seluruh rakyat, justru diserahkan kepada swasta dan kebanyakan asing. Rakyat dan negara pun kehilangan sumber dana yang semestinya bisa digunakan membiayai jaminan kesehatan untuk rakyat tanpa memungut dari rakyat. Akibatnya, rakyat kehilangan kekayaannya dan masih dipaksa membayar iuran untuk pelayanan kesehatan mereka. Dilihat dari sisi ini, maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diberlakukan jelas merupakan kezaliman di atas kezaliman.
Jaminan Kesehatan Harus Gratis
Dalam Islam, kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat dalam terapi pengobatan dan berobat. Jadi pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Negara wajib menyediakan semua itu untuk rakyat. Negara wajib mengurus urusan dan kemaslahatan rakyat, termasuk pelayanan kesehatan. Rasul saw bersabda:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi saw. (sebagai kepala negara) pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Beliau juga pernah menjadikan seorang dokter yang merupakan hadiah dari Muqauqis Raja Mesir—sebagai dokter umum bagi masyarakat.
Imam al-Bukhari dan Muslim pun meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Di sana mereka diizinkan untuk minum air susu unta sampai sembuh.
Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar rakyat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Pelayanan kesehatan gratis itu diberikan dan menjadi hak setiap individu rakyat sesuai dengan kebutuhan layanan kesehatannya tanpa memperhatikan tingkat ekonominya.
Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Biaya untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, di antaranya hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas. Dalam Islam, semua itu merupakan harta milik umum, yakni milik seluruh rakyat.[]