Mediaumat.id – Meski dari tahun ke tahun harga telur naik bahkan di tahun 2022 sebagai kenaikan tertinggi namun tidak memberikan perbaikan ekonomi bagi produsennya dinilai Direktur Lingkar Studi Ekonomi Islam (el-SEI) Arif Firmansyah karena ada yang salah dalam rantai distribusinya.
“Fakta di lapangan kenaikan harga telur tidak memberikan perbaikan ekonomi pada produsen telur, berarti ada yang salah dalam distribusi (rantai pasok) dari produsen ke konsumen,” ungkapnya di Kabar Petang: Harga telur Mahal, Mendag Santai? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (30/8/2022).
Menurut Arif, ada indikasi kartel yang menghambat distribusi, sebagaimana dugaan dari ikatan pedagang telur. “Kenaikan harga telur ini ada indikasi dimanfaatkan oleh para oknum pelaku pasar (kartel) yang memainkan harga seperti yang terjadi pada kasus minyak goreng beberapa waktu lalu,” ucapnya.
Impor
Di samping itu, menurut Arif, lonjakan harga telur ini juga dipicu oleh tingginya biaya produksi. “Biaya produksi yang dikeluarkan oleh para peternak ayam petelur itu salah satunya adalah bahan baku. Bahan baku jagung dan ekstrak minyak kedelai itu masih bergantung pada impor. Harga jagung dan ekstrak minyak kedelai impor yang tiap tahun naik, kalau tidak diatasi menyebabkan harga telur akan terus semakin naik, tidak pernah turun,” paparnya.
Solusi
Untuk mengatasi lonjakan harga telur, Arif menawarkan tiga solusi. Pertama, pastikan penyebabnya. Jika penyebab naiknya harga telur karena bahan baku pakan masih impor maka harus dilakukan pengurangan biaya impor atau bahkan subsidi terhadap para peternak ayam petelur. “Sehingga bisa menekan biaya produksi, berikutnya harga jual telur bisa ditekan,” bebernya.
Kedua, memberantas kartel. Menurutnya, di masa Rasulullah SAW pernah terjadi inflasi akibat paceklik atau peperangan. Beliau diminta oleh para sahabat untuk mematok harga, tapi Rasulullah SAW tidak mau, harga dibiarkan mengikuti hukum permintaan dan penawaran.
“Tapi ini tidak berarti merugikan konsumen. Yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah memantau harga di pasar agar jangan sampai dipermainkan oleh para kartel. Ini yang diberantas Rasulullah,” tegasnya.
Ketiga, memberikan subsidi barang. Arif menerangkan, ketika harga barang naik, Rasulullah SAW memberikan subsidi barang. Maka saat ini, telur yang ada di pasaran jika harganya tinggi, maka negara (melalui Bulog, misalnya) membeli telur dari produsen, kemudian disalurkan di tengah masyarakat dengan harga terjangkau.
Arif menilai, pemerintah belum melakukan langkah-langkah di atas. Pemerintah tidak mau intervensi terhadap naiknya harga telur ini.
“Artinya ini betul-betul diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Sedangkan mekanisme pasar bebas ini tidak sesuai dengan syariat Islam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun