Kematian Empat Laskar FPI, JPU Sebut Mereka Tak Bersenjata

 Kematian Empat Laskar FPI, JPU Sebut Mereka Tak Bersenjata

Mediaumat.id – Di dalam sidang lanjutan kasus tewasnya enam laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (11/1), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zet Tadung Allo S.H., M.H. menyampaikan, empat laskar FPI ketika dibawa dalam mobil polisi tidak bersenjata.

“Empat anggota FPI itu tidak bersenjata saat berada di dalam mobil yang dikendarai polisi. Sementara tiga polisi yang berada dalam kendaraan seluruhnya bersenjata lengkap,” demikian keterangan Jaksa Zet menyampaikan fakta-fakta yang ada pada berita acara pemeriksaan (BAP).

Perlu diketahui, tiga polisi yang berada di dalam mobil itu adalah Briptu Fikri Ramadhan, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dan mendiang Ipda Elwira Priadi

Meski demikian, oleh Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Dr. Dian Adriawan DG Tawang, S.H., M.H. yang juga hadir memberikan keterangan ketika itu menilai, hanya satu terdakwa yang bertanggung jawab atas kematian empat korban, yaitu Briptu Fikri Ramadhan.

Pelaku penembakan lainnya, Ipda Elwira Priadi yang sempat ditetapkan sebagai tersangka, meninggal dunia sebelum kasusnya masuk tahapan persidangan. Sedangkan terdakwa lainnya, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella ia katakan dapat disebut melakukan perbantuan.

“Yusmin melakukan perbantuan karena pada saat kejadian ia mengendarai mobil yang menjadi tempat atau lokasi penembakan,” terang Dian sebagaimana dalam istilah hukum, yang juga diatur dalam ketentuan perundang-undangan, perbantuan merupakan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa pidana, tetapi itu tidak menentukan akhir suatu peristiwa.

Maka itu, masih di dalam persidangan yang sama, Dian juga menerangkan adanya posisi yang tidak seimbang antara pelaku dan korban. Sehingga menjadi penentu suatu peristiwa itu dapat disebut sebagai pembunuhan.

“Empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Muhammad Rizieq Syihab (HRS) yang tewas di dalam mobil polisi merupakan pembunuhan,” ungkapnya.

Sebagai pendukung tindakan tersebut terkategori peristiwa pembunuhan, ia menjelaskan setidaknya dari dua faktor. Pertama, dalam peristiwa itu ada korban yang tewas. Kedua, terdapat posisi yang tidak seimbang antara pelaku dan korban.

Terkait poin kedua, Dian menyampaikan pelaku merupakan pihak yang memiliki kemampuan untuk melakukan tindak pidana pembunuhan karena memiliki senjata.

Sementara korban yang tewas dalam kejadian itu diketahui tidak memegang senjata. Selain itu, korban tidak mampu membela diri. “Dengan adanya orang mati berarti ada perbuatan membunuh. Dalam hal ini, yang diduga sebagai pelaku itu memegang senjata. Sedangkan yang jadi korban tidak memegang senjata,” kata Dian.

“Kalau berimbang itu bisa dikatakan sebagai pembelaan diri, … tapi kalau kondisinya sebaliknya tidak masuk dalam kategori itu,” tambahnya.

Sedangkan persidangan pada perkara pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap enam anggota FPI pada 2020 kali ini, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan tujuh ahli. Di antaranya, dua ahli senjata dari PT Pindad, satu ahli peluru/amunisi dari PT Pindad, satu ahli bahasa, satu ahli digital forensik, dan dua ahli hukum pidana.

Bahkan pada persidangan sebelumnya, jaksa sudah menuntut Briptu Fikri dan Ipda Yusmin dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang ancaman pidananya 15 tahun dan tujuh tahun penjara.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *