Otoritas China memberlakukan Aturan “Tinggal di Rumah ” secara rutin pada keluarga Muslim Uigur di Wilayah Otonomi Xinjiang Uigur di China barat laut sebagai bagian dari kampanye “serangan hebat” yang semakin invasif, menurut Human Rights Watch yang berbasis di New York, yang menyerukan Beijing untuk mengakhiri tindakan itu.
“Pihak berwenang Xinjiang harus segera mengakhiri kampanye ‘Serangan keras” dan semua pelanggaran yang terkait.” Pada Juni tahun lalu, sebuah sumber mengatakan kepada Dinas Uighur RFA bahwa pihak berwenang di XUAR menggandakan upaya untuk mencegah Muslim Uigur untuk berpuasa dan melakukan sholat selama bulan suci Ramadan dengan menempatkan para pejabat Cina di rumah-rumah mereka, tetapi temuan baru dari HRW menunjukkan bahwa kebijakan “Tinggal di Rumah” itu telah lama dilaksanakan sejak awal tahun.
Mengubah rumah menjadi penjara Presiden
Kongres Uighur Dunia, Dolkun Isa, yang bermarkas di Munich, Senin menyebut kampanye itu “Tidak berprikemanusiaan” dan mengatakan hal itu dilakukan lebih untuk merusak hubungan etnis daripada mempromosikan keharmonisan di wilayah tersebut.
“Ini bukan hanya invasi terhadap hak privasi, tetapi menghancurkan keselamatan secara total, keamanan dan kesejahteraan para anggota keluarga,” kata Isa kepada Layanan Uighur RFA.
“Pada dasarnya, China telah mengubah rumah-rumah penduduk Uigur menjadi penjara yang tidak bisa dihindari. Di bawah kampanye indoktrinasi dan intimidasi yang sistematis seperti itu, penduduk Uigur dan Cina tidak akan pernah menjadi anggota keluarga.” Isa mencatat bahwa kampanye “Tinggal di Rumah ” dilaksanakan bersamaan dengan pemenjaraan dan penahanan di “kamp-kamp pendidikan ulang politik” terhadap penduduk Uigur yang dituduh memiliki “Pandangan agama yang kuat” dan “Secara politis tidak benar” – suatu kebijakan yang telah berlaku sejak April tahun lalu dan telah menyaksikan hampir semua penduduk laki-laki dewasa dari komunitas Uigur telah ditangkap oleh pihak berwenang.
“Bagaimana mungkin para pejabat China hidup, makan dan tidur di antara keluarga Uigur yang kaum lelakinya ditahan secara sewenang-wenang di luar hukum oleh pemerintah China,” tanyanya.
“Kebijakan dan tindakan pemerintah China tersebut harus dikecam oleh komunitas internasional, dan para pejabat China yang telah terlibat dalam merancang dan mengimplementasikannya harus bertanggung jawab di bawah hukum internasional dan Undang-undang Magnitsky di AS” Bulan lalu, Senator Marco Rubio menyerukan surat terbuka untuk Duta Besar AS untuk China Terry Branstad untuk mengunjungi XUAR dengan tujuan menyelidiki klaim “Pengawasan dan Penahanan Massal” terhadap rakyat Uigur , dan memintanya untuk menentukan apakah Washington harus memberi sanksi pada mereka untuk bertanggung jawab atas kebijakan di bawah Undang-Undang Akuntabilitas HAM Magnitsky Global.
Rubio menyebut penahanan penduduk Uigur di kamp-kamp pendidikan ulang adalah “Pemenjaraan massal terbesar dari penduduk minoritas di dunia saat ini.”
Komisi AS tentang Kebebasan Beragama Internasional mengecam apa yang disebut “Peningkatan penindasan terhadap Muslim Uighur” oleh pemerintah China di XUAR, yang dikatakannya “Semakin menyerupai negara polisi. ” “Kebijakan pemerintah China yang melakukan kontrol keamanan yang mengganggu telap melenyapkan kebebasan sipil dan HAM Muslim Uighur dan mengganggu praktik keagamaan mereka, termasuk selama bulan suci Ramadhan,” yang dimulai pada hari Selasa, USCRIF mengatakan.
Ketua USCRIF Daniel Mark mengatakan pembatasan pemerintah Cina terhadap penduduk Uigur “Merupakan upaya untuk mengasimilasi agama dan etnis minoritas yang terkepung,” dan bahwa dengan menempatkan kader-kader di rumah dan menahan penduduk Uigur di kamp-kamp pendidikan ulang, pemerintah telah “Menciptakan budaya ketakutan, kecurigaan, dan ketidakpercayaan di seluruh Xinjiang. ” “Tindakan pemerintah itu telah mengganggu seluruh komunitas ketika mereka mencoba untuk menjalani hidup mereka dan mempraktekkan agama mereka dengan damai,” tambah Mark.
Pemerintah telah berusaha untuk “menghambat pertumbuhan” generasi Uigur berikutnya melalui metode-metode seperti larangan pengajaran bahasa Uigur di sekolah, larangan anak-anak untuk hadir di masjid, dan melarang nama-nama bayi Islam yang dianggap “extreme.” USCRIF meminta pemerintah AS untuk memberikan sanksi kepada para pejabat dan lembaga pemerintah regional dan nasional yang terlibat dalam pelanggaran kebebasan beragama di XUAR melalui Undang-Undang Magnitsky, Undang-Undang Kebebasan Beragama Internasional, dan tindakan-tindakan lain.
China secara teratur melakukan kampanye “Serangan keras” di Xinjiang, termasuk penggerebekan oleh polisi terhadap rumah-rumah tangga Uigur, pembatasan praktik agama Islam, dan pembatasan budaya dan bahasa orang-orang Uigur , termasuk video dan materi lainnya.
Sementara Cina menyalahkan beberapa orang penduduk Uigur atas serangan “Teroris”, para ahli di luar China mengatakan Beijing telah membesar-besarkan ancaman dari Uigur dan bahwa kebijakan dalam negeri yang represif bertanggung jawab atas meningkatnya kekerasan di sana yang telah menyebabkan ratusan orang tewas sejak tahun 2009.