Kekuatan Politik Gerakan LGBT Dibackingi AS dan Barat
Oleh: Ustadzah Fika M Komara
Di abad 21 ini, kaum LGBT telah menjelma menjadi sebuah kekuatan politik, karena telah diakui secara politis oleh Amerika Serikat sebagai “negara pertama” dalam konstelasi internasional dengan memfasilitasi tujuan puncak perjuangan kaum LGBT yakni “pernikahan sejenis”. Bahkan yang menggenaskan adalah hak-hak mereka juga telah diakui oleh deklarasi PBB tahun 2008. Rupanya abad ini adalah puncak keberhasilan mereka, dimulai pertama kali oleh Belanda yang melegalkan pernikahan sesama jenis tahun 2001, hingga menyusul hingga menyusul Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afsel (2006), Norwegia – Swedia (2009), Portugal – Islandia – Argentina (2010), Denmark (2012), Brazil – Inggris – Prancis – Selandia Baru – Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg – Finlandia – Slovenia – Irlandia – Meksiko (2015), Amerika Serikat (2015), Taiwan dan terakhir Australia. Hingga akhirnya sekarang mereka pun hendak merambah ke negeri-negeri Muslim.
Nampak jelas LGBT sudah menjadi salah satu alat politik Barat dalam menjajah masyarakat Muslim yang dibahanbakari oleh industri hiburan kapitalis dan lifestyle hedonis yang linear dengan sistem nilai sekuler dan liberal. AS bahkan secara serius mendanai program baru bernama “Being LGBT in Asia” yang diluncurkan oleh UNDP dengan pendanaan US$ 8 juta dari USAID dan dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang. Program ini fokus beroperasi di Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya di Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand, dengan tujuan meminimalisir kendala bagi kaum LGBT untuk hidup di tengah masyarakat. Program berbahaya ini sangat aktif dalam memberdayakan jaringan LGBT di lapangan untuk mengokohkan eksistensi mereka secara structural dan kultural di negeri-negeri sasaran.
Di udara, jaringan media Barat juga secara agresif mengekspos komunitas minor LGBT di tengah masyarakat Muslim, sebagai contoh komunitas pesantren waria di Yogyakarta – Indonesia yang diliput oleh BBC, majalah TIME dan the Huffington Post selama bulan Ramadhan lalu yang mengambil angle opini bahwa keberadaan mereka seolah-olah telah diterima secara luas oleh masyarakat Muslim. Kampanye di udara ini semakin ramai dengan kicauan tokoh-tokoh dunia hiburan serta tokoh-tokoh pemikir liberal di negeri Muslim. Mereka terus memproduksi narasi bahwa Islam ‘membenarkan’ praktek LGBT dan masyarakat Muslim pun bisa menerima eksistensi kaum luth modern ini.
Resistensi Saja Tidak Cukup, Bagaimana Seharusnya Masyarakat Muslim Bersikap?
Para tokoh umat di seluruh dunia Islam tidak boleh membiarkan sikap masyarakat Muslim hanya bersifat temporal dan sporadis, karena sesungguhnya tantangan yang dihadapi sudah berupa kekuatan politik sistematis dengan dana besar dan sangat destruktif. Karena itu secara taktis-strategis para Ulama dan aktivis Muslim di seluruh dunia Islam memiliki tanggung jawab aksi sebagai berikut :
1) Mengkampanyekan visi politik Islam yang sangat humanis dalam melestarikan keturunan manusia dan memelihara keluhuran peradaban Islam, dengan melakukan edukasi ke tengah-tengah umat bahwa semua yang dilarang dan dilaknat oleh Allah pasti juga bertentangan dengan fitrah manusia, dalam hal ini adalah fitrah untuk melestarikan keturunan sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah ayat pertama QS An-Nisa.
﴿يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَ خَلَقَ مِنْها زَوْجَها وَ بَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثيراً وَ نِساءً وَ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذي تَسائَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحامَ إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلَيْكُمْ رَقيباً﴾
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Karena itulah Allah menciptakan laki-laki dan per
empuan untuk tujuan berkembangbiak alias melestarikan keturunan. Sanksi yang tegas berupa hukuman mati atau diasingkan bagi pelaku liwath (homoseksual) tidak lain adalah untuk membasmi penyimpangan fitrah dan merealisasikan tujuan hakiki Syariah Islam (maqoshid syariah) dalam memelihara nasab (keturunan) manusia. Maraknya komunitas LGBT dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan depopulasi manusia. Kaum LGBT tidak akan mungkin menghasilkan keturunan, apalagi keturunan yang baik, yang hidup di dalam lingkungan yang baik.
2) Merevitalisasi ’amar ma’ruf nahiy munkar dalam masyarakat Muslim. Dr Adian Husaini berpendapat bahwa bentuk kepedulian terbaik kepada para pelaku homoseksual adalah menyadarkan bahwa perilakunya menyimpang, dan kemudian mendukung mereka untuk bisa sembuh dan kembali pada kodratnya. Bukan diberikan motivasi untuk tetap mengidap perilaku menyimpang tersebut dan dibenarkan atas nama HAM. Rasulullah saw mengibaratkan kehidupan masyarakat Islam seperti sekelompok orang hidup dalam sebuah kapal yang merefleksikan bahwa sebuah masyarakat memiliki tanggungjawab kolektif untuk mencegah kemungkaran. Islam membebankan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar pada masyarakat Muslim dan setiap orang yang beriman yang akan berfungsi sebagai sistem kekebalan yang kuat dalam masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit sosial.
3) Mengedukasi umat bahwa ide dan konsep HAM yang sering dijadikan hujah oleh para pegiat LGBT adalah konsep yang bertentangan dengan Islam dan justru membahayakan kemanusiaan itu sendiri akibat paham kebebasan individual egois yang menjadi ruh-nya. Paham kebebasan ekstrim yang terkandung dalam ide ini membuat individu tidak peduli dengan kemashlahatan orang banyak, apalagi generasi di masa depan. Di sisi lain HAM sejatinya juga menjadi alat politik AS untuk mengontrol dunia Islam, yang terlihat dari standar ganda AS dalam penilaian pelaksanaan HAM.
4) Menyeru penguasa negeri-negeri Muslim untuk bersatu dalam naungan Khilafah Islam, karena sesungguhnya inilah perisai sejati umat Islam yang akan menjamin kehormatan generasi Muslim dalam martabat kemanusiaan yang luhur dan mencegahnya terjerumus dalam perilaku hewani seperti LGBT. Sebagaimana perkataan Utsman bin Affan ra., “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh al-Quran.”[]