Kejahatan Para Murid Machiavelli Telah Melampaui Semua Batas!

Sekitar pukul 11:00, pada hari Senin, 2 November 2020, tiga pria bersenjata menyerbu Universitas Kabul, menewaskan 22 warga sipil dan melukai lebih dari 40 lainnya. Delapan belas orang yang tewas adalah mahasiswa dan satu adalah karyawan universitas. Menurut laporan media, kelompok yang disebut Negara Islam (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Namun, dua hari kemudian, sebuah video yang dirilis oleh ISIS tampaknya membantah keterlibatan kelompok tersebut dalam insiden tersebut dan menyalahkan Taliban atas serangan tersebut. Pemerintah Afghanistan secara resmi mengklaim bahwa penyerangan itu dilakukan oleh Taliban. Namun, Taliban membantah keterlibatan mereka dalam serangan itu.

**** **** ****

Pasukan AS dan NATO telah tinggal dengan aman dari segala jenis serangan bersenjata dan perang di Afghanistan setelah kesepakatan damai AS-Taliban. Ketika negosiasi Intra-Afghanistan untuk perdamaian telah dimulai, perang antara pasukan pemerintah dan Taliban telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan masjid, lembaga pendidikan, dan universitas menjadi sasaran keji di kota Kabul dalam beberapa hari terakhir. Faktanya, meskipun selama 20 tahun pendudukan dan gelombang perang yang intens di Afghanistan, tidak ada serangan brutal yang dilakukan terhadap institusi pendidikan, terutama universitas.

Jika melihat sikap kontradiktif dari sektor militer dan intelijen, serta pernyataan abu-abu para penguasa, kompleksitas dan misteri penyerangan tersebut, juga bukti-bukti yang tersisa dari peristiwa-peristiwa tersebut, jelas tersirat bahwa mereka yang diyakini akan kehilangan kekuasaannya saat ini, atau mereka  yang akan dituntut untuk diadili, dan atau mereka yang pada akhirnya akan diasingkan sebagai akibat dari penyelesaian damai, tampaknya yang berada di balik kengerian tersebut.

Selain itu, pementasan dan eksploitasi politik dari insiden oleh pemerintah Afghanistan, seperti: poster yang dipasang waktu malam di dinding kampus dan melancarkan demonstrasi yang menyerukan boikot perundingan Doha, jelas menunjukkan bahwa satu-satunya pihak yang diuntungkan dari hal tersebut adalah pemerintah Afghanistan. Oleh karena itu, keterlibatan aparat keamanan dan intelijen dalam insiden semacam itu tidak dapat disangkal lagi.

Sementara itu, perilaku jahat para murid Machiavelli—yang sangat bertekad untuk menggunakan segala jenis tipu daya dan sumber daya hanya untuk mempertahankan kekuasaan, kekayaan, ketenaran dan kepentingan mereka—menunjukkan bahwa para penguasa sekuler ini dan badan intelijennya berada di balik insiden tersebut, dan mereka sengaja merancang insiden tersebut menjadi sepenuhnya misterius untuk menggambarkan gambaran pemerintah sebagai malaikat penyelamat bagi opini publik. Namun pada akhirnya, sihir itu kembali ke penyihir itu sendiri. Insiden itu sangat berdarah dan mengerikan. Itulah sebabnya, kebanyakan orang, termasuk anggota parlemen dan lembaga lainnya, percaya bahwa penguasa saat ini adalah satu-satunya yang memproyeksikan insiden ini untuk mempertahankan kekuasaan, kekayaan, ketenaran dan kepentingan mereka dengan memimpin pembicaraan damai menuju kegagalan nyata. Di sisi lain, para penguasa ini mencoba untuk mengkomunikasikan kepada tuan Barat mereka bahwa penarikan pasukan pendudukan akan menyebabkan lebih banyak teror, yang dilakukan oleh Taliban di Afghanistan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerintah dan aparat intelijennya telah bersekongkol untuk menjaga dan mempertahankan hidup serta menyabotase dan menghentikan perundingan damai yang sedang berlangsung.

Selain itu, sebagian besar yang tewas dalam penyerangan Universitas Kabul adalah mahasiswi. Padahal di masa lalu, martabat perempuan dulunya relatif dilindungi selama kondisi perang di Afghanistan, dan sebagian besar warga Afghanistan—tidak termasuk pasukan pendudukan—biasanya menghormati martabat perempuan selama perang. Tetapi para penguasa diktator yang tengah berkuasa telah melampaui semua batas ajaran agama, sosial budaya, dan nilai-nilai rakyat Muslim Afghanistan.

Jika kita melihat realitas permainan berbahaya saat ini, kita dapat dengan jelas melihat kejahatan, teror, pengkhianatan dan pertumpahan darah orang melalui tindakan para penguasa karena mereka tidak menghargai apapun kecuali kekuasaan, tahta dan kekayaan. Meskipun rakyatnya semuanya Muslim, tetapi para penguasa ini telah menerapkan apa pun pada kaum Muslim di negeri ini. Sesungguhnya tiadanya Islam hanya menyebabkan pembunuhan, teror, pengangguran, kemiskinan, dan prostitusi.

Mengingat hal ini, maka tidak ada cara lain untuk melindungi darah, kehormatan, nilai-nilai dan negeri kita selain mendirikan negara Islam (Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah), dan memberantas segala bentuk penjajahan dan kolonialisme. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengatakan “tidak” terhadap semua pemikiran, sistem dan solusi Barat, serta bersegera menggenggam tali (agama) Allah SWT sebagai solusi praktis bagi setiap masalah rakyat: dari politik dalam negeri hingga luar negeri, dari pemerintah hingga peradilan, dari keamanan hingga ekonomi, dan dari listrik hingga pengendalian air dan bendungan. [Saifullah Mustanir]

Share artikel ini: