Kehidupan Perempuan Selama ini dalam Ruang yang Salah

 Kehidupan Perempuan Selama ini dalam Ruang yang Salah

Mediaumat.id – Aktivis Dakwah dan Intelektual Muslimah Ustadzah Ratu Erma Rahmayanti menyatakan kehidupan perempuan selama ini dalam ruang yang salah.

“Jadi kalau Islam memandang memang ruang hidup kita ini yang salah. Tidak ada ruang aman, di dalam sistem yang melandaskan pandangan hidupnya ini kepada kebebasan individu,” bebernya di acara Live Discussion: Peringatan 16 HAKtP, Mengapa Masalah Kekerasan terhadap Perempuan Makin Kompleks? di Fp MuslimahNewsCom, Jumat (2/12/2022).

Karena secara faktual bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. “Contoh sederhananya, memang mata laki-laki itu tidak bisa tunduk begitu ya terhadap perempuan, melihat perempuan yang aduhai sedikit saja langsung diikuti begitu, bahkan kemudian direncanakan sepertinya dia harus mendapatkannya atau memperkosanya dan lain-lain,” tegasnya.

Ia juga menekankan, sebenarnya yang menciptakan ruang tidak aman terhadap perempuan itu adalah cara berpikir mereka sendiri terhadap kehidupan ini yakni cara berpikir bahwa perempuan itu agar dia bisa bebas, berkembang, tidak ada diskriminasi maka perempuan harus diakui hak asasinya dengan memberikan kebebasan,

“Ini adalah cara berpikir yang muncul dari sebuah ideologi, yang harusnya mereka sadari justru ideologi (kapitalis) itulah yang memengaruhi pandangan terhadap status sosial perempuan,” sambungnya.

Sehingga, lanjutnya, dalam ideologi kapitalis perempuan itu ibarat baidhah (barang, barang yang bisa diperjualbelikan).

“Karena itu tidak heran kalau kemudian profesi apa pun perempuan sekalipun itu dalam pandangan kehormatan itu merendahkan martabat mereka tidak masalah. Toh itu adalah hak asasi mereka dan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sekalipun kemudian perempuan itu dijadikan objek eksploitasi menjadi alat promosi barang, kemudian mengambil pilihan untuk menjadi wanita penghibur tidak masalah. Karena itu adalah hak mereka, tubuh mereka adalah tubuhnya sendiri dan tidak boleh ada yang mengintervensi, harus diberi kebebasan,” tandasnya.

Walhasil, ia menegaskan, semua cara pandang, solusi, cara penyelesaian masalah dan solusinya para aktivis perempuan sebenarnya dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat terhadap kehidupan. Yaitu anggapan jika perempuan tidak ingin didiskriminasi, terpinggirkan dan lain-lain, berarti mereka harus punya kemandirian, punya kebebasan. Landasannya adalah hak asasi manusia (HAM). Cara penyelesaian seperti itu sangat disayangkan.

“Itu sumber hukumnya dari ideologi sekuler kapitalis dan sistem politiknya demokrasi liberal,” lugasnya.

Penggerak Ekonomi

Selain itu, ia juga mengungkap bahwa di dalam ideologi kapitalis, perempuan dianggap menjadi roda penggerak ekonomi. Sangat banyak program-program pemberdayaan, kemudian motivasi agar perempuan menjadi pejuang visa dengan menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Ada juga istilah penumpang ekonomi bangsa dengan UMKM dan lain-lain.

Padahal, menurutnya, secara tidak sadar pemikiran kebebasan termasuk pandangan bahwa perempuan adalah barang itulah yang justru menimbulkan diskriminasi pada perempuan itu sendiri. Baik diskriminasi fisik, diskriminasi pendapatan, diskriminasi pendidikan, dan juga status sosial. Bahkan menjadikan perempuan pada posisi tidak terhormat.

Pandangan Islam

Sebaliknya, beber Ratu Erma, di dalam Islam perempuan adalah wahiya irdhun (kehormatan yang wajib dijaga). Perempuan juga memiliki tugas utama yang mulia yakni sebagai al-umm warabatul bait (ibu dan pengelola rumah tangga).

“Maka kemudian strategi perlindungan di dalam Islam itu adalah dengan menerapkan seluruh hukum-hukum Islam, yaitu hukum-hukum syara’,” tegas dia.

Mengenai kekerasan itu sendiri, menurut Ratu Erma, merupakan kedzaliman dan penyimpangan dari aturan-aturan Islam.

Menurutnya, justru keliru jika penyelesaian masalah kekerasan itu dengan membebaskan perempuan untuk berbuat apa saja. Sehingga di dalam Islam penyelesaiannya itu adalah menciptakan ruang aman yang baru, ruang aman yang tidak seperti yang dikampanyekan oleh mereka yaitu dengan adanya undang-undang tindak pidana kekerasan seksual.

“Tetapi ruang amannya adalah dengan aturan yang bersumber dari Allah SWT. Aturan yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah yang kemudian itu diterapkan baik kepada individu dan keluarga di mana perempuan di situ berstatus sebagai ibu, istri dan anak-anak. Aturan Islam juga diterapkan pada posisi perempuan di tengah masyarakat dan diterapkan oleh negara,” tutupnya.[] Heni

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *