Jika dalam penyembelihan tersebut bukan nama Allah yang disebut, tetapi yang lain, maka sembelihan tersebut haram dimakan
Menyembelih hewan qurban bukan sekadar memotong leher binatang qurban. Ada hal-hal kecil yang justru harus diperhatikan. Apa saja? Berikut penjelasannya:
1) Hukum membaca basmalah: Menyebut asma Allah SWT, dan tujuan menyembelih semata untuk Allah, hukumnya wajib. Karena itu, sembelihan tidak boleh dimakan, jika ditujukan kepada yang lain, selain Allah SWT. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman: “Maka, makanlah apa yang ketika disembelih disebut nama Allah, jika kalian benar-benar mengimani ayat-ayat-Nya.” (TQS al-An’am: 118)
2) Jika lupa membaca basmalah: Jika saat menyembelih lupa membaca basmalah, tetapi sembelihan tersebut memang disembelih karena Allah, maka sembelihan tersebut tetap boleh dimakan, baik penyembelihnya Muslim, maupun Ahli Kitab [Nasrani atau Yahudi].
3) Jika penyembelihnya diam: Jika saat menyembelih, penyembelihnya diam, maka hukum sembelihannya tetap halal dimakan, baik penyembelihnya Muslim, maupun Ahli Kitab [Nasrani atau Yahudi]. Karena, dzann [dugaan] terhadap kaum Muslim, bahwa dia tidak menyembelih, kecuali semata karena Allah. Sementara Ahli Kitab, baginya membaca basmalah tidak wajib dalam ajaran agamanya, karena sembelihannya halal dimakan. Ahli Kitab [Nasrani atau Yahudi], biasanya memang tidak menyebut asma Allah ketika menyembelih. Meski begitu, Allah tetap menghalalkan kita memakan sembelihannya, berdasarkan firman Allah SWT: “Makanan orang-orang Ahli Kitab itu halal bagi kalian.” (QS al-Maidah: 5)
4) Jika selain nama Allah yang disebut: Jika dalam penyembelihan tersebut bukan nama Allah yang disebut, tetapi yang lain, maka sembelihan tersebut haram dimakan, sekalipun yang menyembelih adalah orang Islam, atau Ahli Kitab [Yahudi atau Nasrani].
5) Waktu membaca basmalah: Waktu membaca basmalah yaitu saat menyembelih, atau tidak lama sebelum menyembelih. Jika membaca basmalah-nya belakangan, atau antara penyembelihan dengan membaca basmalah tersebut dipisah dengan waktu yang lama, misalnya, setelah membaca basmalah kemudian tidur, lalu bangun, setelah itu baru menyembelih hewan sembelihannya, maka ini tidak termasuk membaca basmalah.
6) Siapa yang membaca bacaan basmalah? Bacaan basmalah dibaca oleh penyembelihnya, karena itu tidak sah, jika yang membaca basmalah orang lain, sementara penyembelihnya tidak membaca. Atau, bacaan basmalah-nya direkam, kemudian rekaman tersebut diputar, sehingga bisa diulang-ulang, ketika penyembelih tersebut menyembelih hewan sembelihan, maka ini pun tidak bisa dihukumi membaca basmalah. Karena yang membaca bukan penyembelihnya, tetapi rekaman.
Tata Cara Menyembelih
Proses penyembelihan tersebut berbeda-beda mengikuti kondisi hewan yang disembelih. Karena hewan tersebut adakalanya bisa disembelih secara syar’i, dan adakalanya tidak.
1) Hewan yang Bisa Disembelih: Hewan ini bisa berupa unta, atau yang lain. Jika yang disembelih tersebut adalah unta, maka kaki depan dan belakangnya sebelah kiri diikat, kemudian pangkal lehernya disembelih, dalam keadaan sambil berdiri menghadap kiblat. Tetapi, jika hewan tersebut bukan unta, maka ditidurkan miring, dimana lambung sebelah kiri di bawah, kemudian disembelih menghadap kiblat.
2) Bagian yang harus dipotong: Dalam menyembelih hewan sembelihan, ada 4 urat yang harus putus, saat penyembelihan. (a) Tenggorokan [hulqum]; (b) 2 urat leher [wadijain]; (c) kerongkongan [mari’]. Jika tiga dari empat urat ini terputus, maka sah.
3) Namun, ketika hewan tersebut disembelih dari tengkuk, hingga tulang lehernya terputus, lalu mati, tetapi empat uratnya justru belum terpotong, maka sembelihan seperti ini tidak boleh dimakan. Tetapi, ketika tulang lehernya terputus, seketika juga diikuti dengan terputusnya empat urat tadi, maka halal dimakan. Karena itu, makruh hukumnya menyembelih dari tengkuk, karena menyiksa hewan sembelihan.
4) Disunahkan segera: Dalam penyembelihan, disunahkan untuk sesegera mungkin. Ini sebagaimana sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan [sempurna dalam menunaikan kebaikan] dalam segala hal. Jika kalian membunuh [hewan buruan], maka berbuatlah baik terhadap buruanmu. Jika kalian membunuh, maka berbuat baiknya terhadap sebelihanmu. Hendaknya salah seorang di antara kalian mengasah [menajamkan] mata pisaunya, dan tidak menyakiti sembelihannya.” (HR. Muslim)
5) Disunahkan menguliti saat sudah tidak bernyawa: Hewan yang sudah disembelih tidak boleh segera dikuliti, kecuali setelah benar-benar ruhnya sudah lepas dari jasadnya. Karena disunahkan menguliti setelah ruhnya lepas, begitu juga memotong-motong bagian tubuhnya yang lain. [] LTS
HUKUM DAN ADAB SEPUTAR IDUL ADHA
Hari Raya mempunyai beberapa kesunahan dan adab. Yang paling penting adalah:
1) Mengumandangkan takbir: Disunahkan mengumandangkan dan memperbanyak takbir, sejak malam tanggal 10 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah. “Dan hendaknya Engkau sempurnakan bilangannya, dan Engkau agungkan Allah atas apa yang telah Dia anugerahkan kepadamu, dan agar kamu bersyukur.” [QS al-Baqarah: 185]
2) Mandi besar dan memakai wewangian: Sebelum mengerjakan shalat Idul Adhha disunahkan untuk mandi besar. Memakai wewangian di seluruh tubuh, termasuk pakaian.
3) Memotong kuku tangan dan kaki: Ini bagian dari kesunahan yang diajarkan oleh Nabi SAW.
4) Memakai pakaian terbaik: Disunahkan memakai pakaian yang paling bagus, dengan catatan tidak berlebihan, atau memaksakan diri. Nabi SAW mempunyai Hullah, sejenis pakaian dan sorban, yang dikenakan untuk dua Hari Raya, shalat Jumat dan menemui delegasi yang datang menghadap baginda.
5) Tidak makan sebelum berangkat: Ini merupakan kesunahan yang diajarkan oleh Nabi saw. saat Idul Adhha.
6) Shalat Idul Fitri dan Adha di lapangan: Bukan di masjid, kecuali ada udzur, seperti hujan, suhu dingin yang luar biasa. Nabi SAW biasa mengerjakan shalat Idul Fitri dan Adhha di lapangan, yang sekarang dibangun Masjid Ghamamah, padahal shalat di Masjid Nabawi berpahala 1.000, dibanding di luar Masjid Nabawi. Ini membuktikan kesunahan shalat di lapangan.
7) Wanita disunahkan mengikuti shalat Idul Adhha: Mereka disunahkan mengikuti shalat Idul Adhha di lapangan. Bahkan, wanita haid pun disunahkan hadir di lapangan, meski tidak mengikuti shalat, agar mereka bisa mendengarkan khutbah, bersama yang lain merayakan kebahagiaan, bertemu dan saling mengucapkan selamat Hari Raya. Bahkan, jika mereka tidak mempunyai jilbab, Nabi saw. menganjurkan wanita lain yang mempunyai jilbab untuk meminjami mereka.
8) Berangkat ke lapangan, dan kembali ke rumah melalui jalur yang berbeda: Tujuannya agar bisa mengucapkan salam kepada kaum Muslim sebanyak-banyaknya, dan menyampaikan selamat Hari Raya kepada mereka, serta doa keberkahan.
9) Mengucapkan Selamat Hari Raya: disertai doa, seperti, “Taqabbala-Llahu minna wa minkum.” Atau sejenisnya.
10) Menjauhkan diri dari maksiat di Hari Raya: Seperti ikhtilath [campur baur pria dengan wanita], berdandan yang menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], bernyanyi-nyanyi atau karaoke dan sebagainya..
11) Menjalin silaturrahim: Dalam hadits Shahih dinyatakan, “Siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan dengan dilapangkan rizkinya, dan dipanjangkan jejaknya, maka hendaknya menyambung kekerabatan.”
12) Menjalin hubungan baik dengan tetangga: Mengeratkan hubungan dan ikatan hati sebelum menjabat tangan, agar bisa menjadi pengantar terwujudnya kerjasama dalam ketaatan dan takwa. Umat ini sangat membutuhkan kerja sama dalam ketaatan.
13) Menyembelih kurban: Disunahkan menyembelih kurban bagi yang mampu.
14) Membagikan daging hewan qurban: Menyembelih hewan kurban hukumnya sunah, dan merupakan bentuk shadaqah tathawwu’ [sedekah sunah]. Bukan shadaqah wajib [zakat]. Jika shadaqah wajib hanya boleh dilakukan oleh orang Islam, dan dibagikan kepada kaum Muslim, maka shadaqah tathawwu’ yang dilakukan oleh orang Islam, seperti penyembelihan kurban, boleh dibagikan kepada non-Muslim. [] HAR