Kebijakan Seorang Imam Harus Terkait Kemaslahatan

Mediaumat.info – Menyoal wacana penggunaan dana zakat untuk pembiayaan program makan bergizi gratis, Pimpinan Pondok Pesantren NDM Solo KH Ahmad Fadholi, menyampaikan kebijakan seorang imam (penguasa) itu harus terikat kemaslahatan.
“Kebijakan seorang imam itu memang harus terkait kemaslahatan,” tuturnya dalam Dialogika: Membajak Dana Zakat untuk Program Makan Bergizi Gratis, Sabtu (25/1/2025) di kanal YouTube Peradaban Islam ID.
Menurutnya, kemaslahatan itu ada beberapa syarat. “Ia adalah kemaslahatan yang sifatnya umum, artinya tidak ke segmen tertentu, kemudian kemaslahatannya tidak berlawanan dengan kemaslahatan yang lain, yang lebih besar, itu seperti itu,” terangnya.
Ia mengkritisi jika dana zakat itu langsung digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis.
“Memang itu ada celahnya, tapi kalau kemudian itu langsung kayak seakan-akan menjadi sumber utama dari sebuah program pemerintah, nah tentunya ini satu hal tidak benar,” tegasnya.
Memang, sambungnya, artinya harus dibuka secara terbuka, transparan sumber-sumber pemasukan pemerintah itu apa saja.
“Kalau kemudian itu harus menggunakan sedekah, infak, itu letak posisinya itu di mana?” ujarnya mempertanyakan.
Nah, simpulnya, jadi ini memang sesuatu yang sifatnya tidak bisa dipisahkan dengan sumber-sumber keuangan yang diperoleh oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Sementara dari pemerintah sendiri, memang yo terus terang kalau dalam pandangan fiqh Islam itu memang banyak problem, banyak sekali, problematik,” kritiknya.
Banyak Pungutan
Ia menggambarkan struktur APBN di negeri ini, banyak mengandalkan yang namanya pungutan.
“Nah, pungutan itu sebenarnya memang ada dua macam. Memang ada pungutan yang itu boleh, artinya negara memang punya hak untuk melakukan pungutan. Tapi sekali lagi, dia harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Sehingga dia bisa memungut,” terangnya.
Ia mencontohkan pungutan yang dibolehkan oleh syara terhadap rakyatnya.
“Jadi misalkan umat punya kewajiban akan satu program, misalkan pengentasan kemiskinan, pengentasan desa yang terisolasi. Nah, itu memang itu bisa. Tapi sekali lagi, kapan itu dipungut, tentunya ketika kas negara itu tidak ada, tidak ada…,” tegasnya menjelaskan.
Nah, kalau kas negara ada, tentunya dia tidak bisa seenaknya untuk langsung memungut dari masyarakatnya.
Sejalan dengan Sabda Nabi
Kiai Fadholi mengungkapkan tentang kesesuaian pasal 33 UUD 1945, dengan sabda nabi.
“Pasal 33 itu istilahnya sejalan dengan sabda nabi. Umatku berserikat tentang tiga hal, air, api, padang gembalaan,” ujarnya mengutip hadits Rasulullah SAW.
Nah itu, jelasnya, kalau sekarang yang terjadi kan istilahnya pemerintah hanya mendapat kayak royalti dari pengelolaan kekayaan umum, kepemilikan umum itu.
“Dia tidak mengelola secara penuh. Nah karena itu, dia tidak optimal dari pendapatan kepemilikan umum, sehingga terus langsung main pangkas saja infak shadaqah. Itu tentunya tidak (boleh bagi) sebuah negara, itu ya namanya lembaga filantropi,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat