Kebijakan Pendidikan dari Dulu Permasalahannya tentang Kurikulum
Mediaumat.info – Ulama Aswaja Jawa Barat Dr. Hakim Abdurrahman mengungkapkan kebijakan pemerintah perihal pendidikan, dari dulu sampai sekarang permasalahannya tentang kurikulum.
“Terkait kebijakan pendidikan pemerintah, sebenarnya dari dulu permasalahannya adalah tentang kurikulum,” ungkapnya dalam Special Interview Refleksi Akhir Tahun 2024 & Prediksi 2025: Campakkan Demokrasi Sekuler, Menuju Penerapan Syariat Islam Kaffah, Jumat (27/12/24) di kanal YouTube Rayah TV.
Meskipun secara ontologis, sebenarnya kurikulum negeri ini tidak ada perbedaan, menurutnya, dari dulu sampai sekarang kurikulum pendidikan yang diterapkan berasas sekulerisme. Sekulerisme ini kemudian menghasilkan kekinian kapitalisasi dalam dunia pendidikan yang menyebabkan banyak hal.
“Meskipun, ada banyak juga yang melihat, pendidikan kita itu ganti menteri ganti kurikulum dan sebagainya. Sebenarnya kita melihat dari pendekatan asiologis, terutama dari dulu berbasis isi, kalau sekarang berbasis kompetensi, tetapi sebenarnya pendidikan kita sama-sama berbasis sekulerisme,” bebernya.
Hakim menjelaskan, setidaknya sejak 2003 sampai 2024 ada dua indikator peserta didik, yang tergolong dampak kebijakan pemerintah dari implementasi kurikulum.
Pertama, tingkat literasi. Menurutnya, kalau bicara literasi peserta didik Indonesia tingkat formal (pendidikan yang diselenggarakan negara dan pemerintah) itu masih dalam taraf sedang.
“Taraf sedang maksudnya antara kisaran 40 sampai 70 dikatakan punya literasi yang sedang. Jadi hampir 30 persen sampai 60 persen peserta didik di pendidikan formal, itu masih jauh dari kemampuan menangkap apa yang disajikan oleh kurikulum,” imbuhnya.
Ia berpandangan, bahwa tingkat literasi yang sedang ini, mengakibatkan dampak yang melebar. Misalnya, tentang kognisi peserta didik, afektif peserta didik, kemudian psikomotorik peserta didik, yang ditandai dengan kegagalan mereka dalam memimpin diri.
“Banyak peserta didik akhirnya tidak taat kepada agama, tidak taat kepada aturan, dan norma masyarakat. Kita ada banyak kasus ya, seperti bullying sekolah, krisis moralitas peserta didik terhadap guru, atau dimasyarakat mereka tawuran antar pelajar dan sebagainya,” beber Hakim.
Kedua, guru sebagai pendidik pelajar juga terdampak. Ia menuturkan, guru menjadi sorotan sejak periode kedua Jokowi, seperti kesejahteraan guru yang rendah, kemudian bisa berdampak kepada kualitas pembelajaran.
“Masih banyak jutaan guru, yang masih memiliki gap kesejahteraan dengan guru-guru yang berstatus ASN. Sebenarnya di era Pak Nadiem, di tahun 2024 menargetkan 1 juta guru menjadi pegawai pemerintah dalam perjanjian kerja P3PPPK, tetapi pencapaian baru 70 persen, berarti ada ratusan ribu guru kesejahteraannya belum tercapai,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat