Tanggapan Atas Kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Yang Melarang Mahasiswi Bercadar
Oleh : Achmad Fathoni | Direktur el-Harokah Research Center
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan pembinaan terhadap 41 mahasiswi yang memakai cadar dalam proses belajar mengajar di kampus. Dalam proses konseling, menurut Yudian, mahasiswi bercadar itu akan dipanggil satu per satu oleh tim konseling. “Pembinaan dalam bentuk konseling itu dilakukan agar mahasiswi bersangkutan tidak lagi memakai cadar untuk kepentingan ideologi atau aliran tertentu,” kata Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof Yudian Wahyudi kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (5/3). Tim konseling itu beranggotakan beberapa dosen dari berbagai keilmuan. Selain itu, tim juga akan memanggil orang tua mahasiswi yang memakai cadar tersebut. “Konseling akan dilakukan beberapa kali. Jika mahasiswi bercadar itu telah diberikan konseling selama beberapa kali tetapi tidak ada perubahan, kami akan memepersilakan mereka untuk pindah kampus, “ katanya (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/06/p54mza330-uin-kalijaga-jika-tak-mau-lepas-cadar-silakan-pindah-kampus).
Tentu saja, kebijakan “Larangan Cadar” tersebut patut disayangkan oleh publik, terutama umat Islam. Pasalnya kebijakan serampangan, gegabah, dan tendensius tersebut sangat kental nuansa politik “Anti Islam” atau yang dikenal “Islam Phobia” yang memang sangat marak dan gencar justru di perguruan tinggi Islam. Yang memang selama empat dekade terakhir, proses sekularisasi ajaran Islam di sana bak jamur di musim hujan. Puncaknya adanya pada era tahun 2000-an ada gerakan yang dikenal dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), yang banyak dimotori oleh aktivis dari berbagai Perguruan Tinggi Islam. Meski akhirnya, banyak pihak menentang gerakan JIL, yang sangat antipati dengan berbagai pemikiran dan hukum Islam. Bahkan mereka sering mengkritik dan menggugat hukum-hukum Islam yang sudah baku. Misalnya, menolak keras formalisasi syariah Islam, mendorong reaktualisasi hukum Islam, menggugat hukum waris, menyerang hukum Poligami, dan tentu masih banyak yang lainnya.
Nah, sebenarnya kasus pelarangan memakai cadar tersebut tidak terlepas dari agenda sekularisasi hukum Islam yang sangat digencarkan di Perguruan Tinggi Islam, termasuk di dalamnya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dipandang dari sudut manapun, kebijakan melarang mahasiswi memakai cadar adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Sekiranya Sang Rektor sedikit saja mau berpikir objektif, apa kerugian yang dialami oleh UIN Sunan Kalijaga, jika mahasiswinya ada yang memakai cadar? Apakah ada kerusakan gedung atau ada fasilitas kampus yang roboh gara-gara adanya mahasiswi yang pakai cadar? Atau adakah yang terluka parah dengan adanya mahasiswi yang memakai cadar? Tentu saja, jawabannya tidak ada sama sekali. Lalu dengan dasar apa Rektor melarang bahkan akan mengeluarkan mahasiswi yang tetap pakai cadar. Seharusnya Sang Rektor bisa memahami bahwa “memakai cadar atau niqab” merupakan bagian dari khasanah hukum Islam, fiqih Islam, atribut Islam, dan hasil pemikiran Islam, yang tidak bisa dilarang oleh siapapapun, kapanpun, dan dimanapun. Termasuk di antaranya Sang Rektor UIN Sunan Kalijaga.
Yang jelas, kebijakan arogan “anti Islam” tersebut sangat menyakitkan umat Islam, terutama muslimah dan mahasiswi Islam di sana. Sementara di saat yang sama, banyak mahasiswi berpakaian minim, ketat, dan mengumbar aurat, bahkan di antaranya melakukan pergaulan bebas dibiarkan begitu saja oleh Rektor, tidak ada satupun aturan atau bahkan larangan keras terhadap perilaku civitas kampus yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum Islam itu. Bukankah seharusnya Perguruan Tinggi Islam itu lebih konsen memberantas dan menindak tegas mahasiswa yang memakai baju yang tidak Islami, semisal: baju ketat, pakaian minim, dan mengumbar aurat, serta yang mereka yang melakukan pergaulan bebas laki-laki dan perempuan. Itu perilaku yang seharusnya dilibas dan diberantas oleh Sang Rektor, bukan mahasiswi yang memakai cadar. Itu namanya salah alamat.
Sementara di pihak lain, Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi, menilai bahwa pemakaian cadar merupakan hak dari setiap orang. “Itu kan hak orang, jangan sampai diganggu gugat. Yang penting itu saja. Dia mau (memakai) jilbab, mau yang lain, silakan, itu hak orang,” ujar Menteri Riset Dikti Mohamad Nasir di Istana Negara, Jakarta, Senin, 5 Maret 2018. Sebagaimana diberitakan www.viva.co.id (5/3/2018). Jadi, sebaiknya Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu segera menghentikan dan menganulir kebijakan yang tidak populis, yang sejatinya kontra produktif dengan tujuan keberadaan Perguruan Tinggi Islam, yakni mencetak para ilmuan yang mempunyai wawasan Islam yang luas dan mendalam, menjadi pewaris para ulama’, dan mewujudkan lulusan yang berakhlakul karimah, yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab, sebagaimana diperintahkan oleh Agama Islam. Wallahu a’lam.[]