Mediaumat.info – Kabar Ketua BEM Unsultra dikeroyok setelah larang aksi mahasiswa tolak dinasti politik hanya karena masalah administrasi dinilai keberhasilan rezim selama dua periode mematikan nalar kritis mahasiswa lalu memecah belah untuk saling berkonfrontasi.
“Menurut saya ini keberhasilan rezim selama dua periode mematikan nalar kritis mahasiswa lalu memecah belah mereka untuk saling berkonfrontasi,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Jumat (8/12/2023).
Iwan melihat, inilah problem dunia akademik dan gerakan kemahasiswaan sekarang, yakni meributkan perkara yang tidak esensial, tapi kurang peduli pada persoalan besar dan esensial bangsa.
Menurut Iwan, kalau soal administrasi, semestinya bisa diselesaikan dengan mudah. Lagipula, kampus harusnya jadi contoh bagi publik untuk menelurkan nalar kritis pada rezim, bukan malah meributkan persoalan yang tidak esensial, seperti masalah administrasi.
Iwan menilai, tudingan bahwa pembahasan tolak politik dinasti itu masalah esensial, karena hari ini rakyat dipertontonkan abuse of power (penyalahgunaan wewenang) untuk melegalkan politik dinasti. Sehingga kata Iwan pasti ada kepentingan politik tertentu, yakni kepentingan menolak penyelewengan kekuasaan oleh rezim.
“Nah, pihak yang menolaknya juga bisa dituding atas kepentingan politik tertentu, politik penguasa,” ucap Iwan.
Meski begitu Iwan menolak setiap tindak kekerasan dengan dalih apa pun. Pihak yang kritis harus memberi contoh kalau mereka tidak menghalalkan segala cara, apalagi intimidasi dan kekerasan pada siapa pun.
Terakhir, kata Iwan, semestinya yang dilakukan Ketua BEM maupun mahasiswa peserta Aksi Tolak Dinasti Politik bersama-sama menolak penyelewengan kekuasaan yang melegalkan politik dinasti.
Karena, ini akan berlanjut pada abuse of power yang lain untuk menutupi atau menjaga kepentingan elit-elit politik tertentu. “Jangan malah gontok-gontokan antar mahasiswa,” pungkasnya.[] Agung Sumartono