Kebebasan Berbicara Tidaklah Mutlak di Barat
Pemerintah Denmark telah mengusulkan larangan pembakaran Al-Quran di depan umum setelah serangkaian pembakaran menyebabkan keributan di negara-negara Muslim. Menteri Kehakiman Peter Hummelgaard mengatakan bahwa pembakaran seperti itu merugikan Denmark dan membahayakan keselamatan warga Denmark.
Menteri Kehakiman bersikukuh bahwa usulan perubahan undang-undang tersebut tidak menyasar ekspresi verbal atau tertulis atau gambar satir. Namun dia mengatakan bahwa pembakaran kitab-kitab suci agama hanya bertujuan untuk menciptakan perpecahan dan kebencian.
Baik Denmark maupun Swedia ragu-ragu untuk menanggapi pembakaran tersebut karena undang-undang mereka yang liberal mengenai kebebasan berekspresi.
Larangan tersebut diharapkan dapat ditambahkan ke bagian hukum pidana yang melarang penghinaan publik terhadap negara asing, benderanya, atau simbol lainnya (www.bbc.com, 26/8/2023).
Kebebasan berpendapat sering dikultuskan oleh kaum sekularis sebagai nilai luhur yang membuktikan keunggulan Barat. Mereka senang melontarkan pernyataan-pernyataan kosong seperti, “Aku tidak suka ucapan orang ini, tapi aku akan membela sampai mati terkait haknya untuk menyampaikan pendapat.” Pada kenyataannya, kebebasan berpendapat sepenuhnya bergantung pada keuntungan dan agenda yang ditentukannya.
Misalnya, tidak ada seorang pun yang akan membela hak seseorang untuk melontarkan komentar anti-Yahudi. Orang-orang Barat merasa malu atas masa lalu mereka sendiri, sehingga mereka memiliki kepekaan khusus terhadap kritik apa pun terhadap orang-orang Yahudi. Pemerintahan Barat mendukung pendudukan apartheid di Palestina dan memiliki agenda yang sangat anti-Islam, sehingga semua kritik terhadap negara Zionis dicap anti-Semit dan ini sangat dilarang.
Sementara ujaran kebencian yang ditujukan kepada kaum Muslim dan Islam dimaafkan sebagai kebebasan berekspresi. Sedangkan di banyak negara, ujaran apa pun yang merendahkan simbol negara dilarang. Undang-undang penodaan agama ada di banyak negara sekuler, namun tidak disebut demikian. Selalu ada seperangkat nilai-nilai sakral yang tidak akan mereka toleransi jika dikritik atau diejek.
Terus mengejek dan mengolok-olok kaum Muslim dan bahkan para Nabi adalah sebuah nilai yang menurut Denmark harus dilindungi, namun tidak boleh merusak Al-Quran yang dicetak.
Pada akhirnya, semua nilai bagi masyarakat bergantung pada pemikiran yang mereka anut, yang di Barat didasarkan pada ideologi sekuler mereka. Fakta bahwa nilai-nilai suci mereka berubah sesuai dengan potensi kerugian, atau bahkan agenda politiknya. Semua ini memperlihatkan bahwa sekularisme sebagai landasan ideologi yang dangkal dan tidak lengkap, sehingga ia harus ditolak sebagai landasan kehidupan. [] Yahya Nisbet
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 30/8/2023.