Keadilan Penerapan Hukum Islam: Menjamin Kemuliaan, Keamanan, Ketentraman dan Kenyamanan Hidup Manusia

Oleh: M. Nur Rakhmad, SH. (LBH Pelita Umat Korwil Jatim)

Fiat justitia ruat caelum, artinya Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Kalimat ini diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM). Kata-kata ini terlontar jauh sebelum Islam datang tetapi bisa terlaksana secara sempurna ketika Islam masuk ke berbagai bangsa Arab, Romawi, Persia hingga negeri kita tercinta ini Indonesia.

Pada hari ini masyarakat merasakan realitasnya bahwa demokrasi liberal Indonesia tidak mampu untuk memecahkan masalah masyarakat dengan menentramkan hati dan akal. Sudah puluhan tahun penerapan demokrasi kapitalisme tidak dapat menghapus penindasan ekonomi. Sebaliknya, dalam perspektif perlindungan hukum, situasi makin rentan malah kian buruk.

Hukum yang sejatinya memberikan keadilan dan perlindungan ke masyarakat. Perlindungan hukum tanpa pilih kasih berarti segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi rakyat dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kezaliman dan diskriminasi. Sementara supremasi hukum di era kapitalisme membuat masyarakat sangat rentan terhadap tindakan diskriminasi, baik sebagai korban maupun pelaku. Karenanya, mereka yang berkewajiban melindungi warga adalah negara.

Sudah saatnya rakyat Indonesia mengevaluasi kembali nilai-nilai, metode, tujuan dan prestasi yang kapitalisme berikan dan membandingkannya secara tulus dan jujur dengan Islam dan yang dijanjikannya.

Hukum Islam sangat sempurna didalamnya terpancar nilai kebenaran dan keadilan yang selalu di inginkan manusia manapun. Bahkan ketika Hukum Islam diterapkan maka pelaksanaannya akan benar-benar terasakan Efek Jera bagi orang yang berpotensi melakukan kejahatan ( Red disebut Zawajir) dan Penebus Dosa ( Red disebut Jawabir) jika pelaksanaan Hukum dilaksanakan bagi orang yang beriman. Kunci utama keberhasilan tersebut karena hukum yang diterapkan memang hukum terbaik di segala zaman dan masa, yaitu syariah Islam, bukan hukum buatan manusia seperti dalam sistem demokrasi-sekular sekarang. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Dalam kitab At–Tafsir al-Munir Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa ayat ini berarti tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah dan tak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Wahbah Az-Zuhaili, At–Tafsir al-Munir, VI/224).

Dalam hukum Islam itulah akan didapati suatu cita-cita tertinggi manusia dalam bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam. Allah SWT berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا

Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil (QS al-An’am [6]: 115).

Islam sendiri juga memerintahkan manusia untuk bersikap adil dalam menerapkan hukum-hukum Allah, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil (QS an-Nisa’ [4]: 58).

Ayat ini turun berkaitan dengan kisah Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. pada saat Fathu Makkah. Beliau merampas kunci-kunci Ka’bah dari tangan Utsman bin Thalhah, sang penjaga Ka’bah. Rasulullah saw. ternyata marah dan memerintahkan Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan kunci Ka’bah kepada Utsman bin Thalhah. Kemudian turunlah ayat di atas yang akan dibaca terus hingga Hari Kiamat nanti (Tafsir Ibnu Katsir, I/516).

Hakikat Keadilan

Keadilan dan Islam adalah satu-kesatuan. Karena itu, tidak aneh jika para ulama mendefiniskan keadilan (al- ‘adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin terpisah dari Islam. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah (Kullu ma dalla ‘alayhi al-kitab wa as-sunnah), baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang lainnya (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyah, hlm. 15). Menurut Imam al-Qurthubi, keadilan adalah setiap-tiap apa saja yang diwajibkan baik berupa akidah Islam maupun hukum-hukum Islam (Kullu syayyin mafrudhin min ‘aqa’id wa ahkam). (Al-Qurthubi, Al-Jami’  li Ahkam Al-Qur’an, X/165). Berdasarkan pendapat-pendapat seperti ini, keadilan dapat didefinisikan secara ringkas, yaitu berpegang teguh dengan Islam (al-iltizam bil-Islam) (M. Ahmad Abdul Ghani, Mafhum al- ‘Adalah al-Ijtima’iyah fi Dhaw al-Fikr al-Islami Al-Mu’ashir, I/75).

Apabila keadilan Islam itu diimplementasikan dalam masyarakat, implikasinya adalah akan terwujud suatu cara pandang dan cara perlakuan yang sama terhadap individu-individu masyarakat. Artinya, semua individu anggota masyarakat akan diperlakukan secara sama tanpa ada diskriminasi dan tanpa pengurangan atau pengunggulan hak yang satu atas yang lainnya. Inilah keadilan hakiki yang akan terwujud sebagai implikasi penerapan syariah Islam dalam masyarakat (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’sumaliyah al-Gharbiyah, hlm. 191)[]

Share artikel ini: