Keadilan di Inggris Hanya Untuk Segelintir Orang
The Guardian (26/12) melaporkan bahwa “jumlah orang di Inggris yang menerima bantuan hukum telah turun menjadi lebih dari 80% dalam delapan tahun. Para kritikus mengatakan bahwa kondisi ini menyebabkan konflik yang tidak penting, ketegangan dan ketidakadilan. The Guardian mengungkapkan bahwa penurunan bantuan hukum telah membanjiri pengadilan keluarga dengan para penggugat yang tidak terwakili, sehingga membuat banyak orang enggan melanjutkan persidangan. Juga, jumlah orang yang menerima bantuan hukum dalam masalah keluarga telah turun hingga 88% dalam tujuh tahun. Termasuk, ratusan ribu orang terhalang dari mencari keadilan di bidang lain, seperti perumahan, utang, tenaga kerja, imigrasi, pembayaran kesejahteraan sosial dan pendidikan.”
Penny Scott, Kepala Komite Hukum Keluarga di Law Society mengatakan: “Semakin banyak orang tua kehilangan kontak dengan anak-anak mereka karena berbagai alasan. Jika ada konflik tentang anak-anak, sangat sulit bagi orang untuk mengambil jalur hukum ini karena menganggapnya tidak terwakili. Meskipun ada peningkatan jumlah orang yang berperkara secara pribadi, namun semakin sedikit orang yang pergi ke pengadilan karena mereka tidak dapat menghadapinya.”
Thomas, mantan kepala hakim agung, yang sekarang mengetuai Komisi Keadilan di Wales, mengatakan: “Kita harus mengembalikan akses nasehat dan perwakilan, kalau tidak, maka kita sedang merusak supremasi hukum. Sebab, tanpa bantuan hukum, orang akan kehilangan akses pada keadilan. Saya tidak percaya jika hari ini ada hakim yang tidak khawatir tentang apa yang terjadi.”
Steve Hynes, direktur Kelompok Aksi Hukum, yang mempromosikan akses yang sama terhadap keadilan, mengatakan: “Sesungguhnya bagian besar dari semua ini adalah kembali pada kesetaraan di depan hukum dengan cepat menjadi hak istimewa bagi segelintir orang daripada hak yang harus kita semua nikmati. Sehingga mengurangi akses pada layanan bantuan hukum sipil yang benar-benar telah menjadi permainan lotre (judi), di mana banyak yang kalah. ”
**** **** ****
Sejak krisis keuangan 2008, orang-orang biasa di negara-negara Barat mengeluhkan tagihan dan keserakahan para bankir. Dalam hal ini, bukannya menangani para bankir jahat yang menciptakan resesi ekonomi dengan berbagai transaksi rusaknya, justru pemerintah membantu teman-teman elit yang kaya, dan membuat orang-orang biasa menderita akibat dari kebijakan penghematan yang harus dibayarnya.
Sesungguhnya persoalan yang selalu gagal diatasi oleh para politisi kapitalis adalah penderitaan manusia yang sebenarnya, di mana semua itu terjadi sebagai akibat dari perlindungan mereka terhadap kepentingan segelintir elit kaya. Runtuhnya keluarga disebabkan kesengsaraan banyak orang di Inggris, dan kurangnya akses terhadap keadilan, terutama dalam urusan keluarga, yang semakin memperburuk keadaan.
Penderitaan yang begitu menyedihkan bagi orang-orang biasa di Barat, yang bukan kalangan elit istimewa, akan menjadi lebih buruk ketika kapitalisme sekuler yang mewarnai kehidupan sehari-hari.
Akses terhadap keadilan menurut hukum Islam adalah kewajiban pengadilan di negara Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda:
«وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ»
“Seseorang hakim yang memutuskan hukum dengan ketidaktahuannya, maka ia di neraka.” (HR. Ibnu Majah).
Ketika Ali radhiyallahu ‘anhu diangkat sebagai hakim di Yaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda kepadanya:
«إِذَا تَقَاضَى إِلَيْكَ رَجُلَانِ فَلَا تَقْضِ لِلْأَوَّلِ حَتَّى تَسْمَعَ كَلَامَ الْآخَرِ فَسَوْفَ تَدْرِي كَيْفَ تَقْضِي»
“Apabila ada dua orang laki-laki yang meminta keputusan kepadamu maka janganlah engkau memberikan keputusan kepada laki-laki yang pertama sampai engkau mendengarkan pernyataan dari laki-laki yang kedua. Maka engkau akan tahu bagaimana enkau memberikan keputusan.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Semua ini benar-benar bertentangan dengan sistem kapitalisme yang hanya menjamin hak-hak kaum minoritas kaya saja, dan membuat orang-orang lain bertarung di antara mereka sendiri. []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 30/12/2018.