Kaum wanita Arab Saudi membuka babak baru dalam sejarah stadion sepak bola, pada hari Jum’at sore (29/12), di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri ini, kaum wanita diperbolehkan menghadiri pertandingan sepak bola. Sedang gelora reformasi di Arab Saudi ditujukan untuk memberi kaum wanita kebebasan lebih besar. Sebagaimana kaum wanita diizinkan menghadiri pertandingan sepak bola di stadion setelah keputusan bersejarah yang membolehkan mereka mengemudikan mobil. “Saya berterima kasih kepada Anda semua atas usaha dan dukungan Anda yang terus berlanjut tidak mengenal lelah. Hari ini Anda telah membawa kebahagiaan kepada setiap keluarga dan wanita Arab Saudi, yang pertama kalinya menghadiri pertandingan sepak bola,” kata salah seorang putri Arab Saudi di Twitter (BBC Arabic)
*** *** ***
Berbagai media masa Arab ramai mempublikasikan berita ini secara massif dan mempromosikannya untuk waktu yang lama, serta menganggapnya sebagai peristiwa bersejarah dan kemenangan besar bagi kaum wanita di Arab Saudi dalam konteks “reformasi” yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman dalam “Visi 2030”. Sungguh sayang sekali bahwa berita semacam itu dibahas secara luas dan bahkan dijadikan headline di sejumlah surat kabar dan situs web sebagai kemenangan bagi kaum wanita di Arab Saudi, sementara di satu sisi mengabaikan situasi menyedihkan perempuan di Kerajaan secara politik dan ekonomi, serta melanggar hak-hak dasar mereka dalam pemanfaatan kekayaan dan perbaikan kondisi materi mereka, juga standar hidup mereka setelah kemiskinan mencapai 25 persen dari populasi Kerajaan, padahal menempati urutan pertama dalam produksi minyak di dunia!
Laporan mengejutkan diungkapkan oleh pelapor khusus PBB mengenai kemiskinan ekstrim dan hak asasi manusia yang menunjukkan kesenjangan antara besarnya kekayaan negara dan penyebaran fenomena kemiskinan di Arab Saudi. Kaum wanita adalah yang paling terkena dampak oleh undang-undang yang tidak adil dan menutup semua jalan bahkan untuk melakukan pekerjaan sendiri demi memenuhi kebutuhan dasarnya, serta terhalangnya dari sejumlah hak, di mana membicarakan tentang memburuknya situasi atas hal-hal yang disembunyikan atau subjek “tabu”, maka pelakunya akan dikenakan denda yang berat.
Untuk level ini, langit-langit tuntutan kaum wanita di Arab Saudi telah turun sehingga kebahagiaan telah mewarnai hatinya dengan memasuki stadion sepak bola! Atau pencitraan yang menghibur ini adalah keharusan politik dan media hingga Ibnu Salman memuaskan para kritikus Barat sekuler dan memperdagangkan hak “palsu” dengan melakukan hal murah yang membuat perempuan menyerbu tribun, memasuki gedung bioskop, atau menghadiri konser sebagai “hak istimewa” yang dicapai di negaranya, juga sebuah lompatan besar menuju “modernisasi” dan “kemajuan” dalam memperlakukan kaum wanita?
Perdagangan hak-hak kaum wanita adalah komoditas kediktatoran di dunia. Lihatlah kaum wanita di Arab Saudi sangat terpikat ke dalam sel sekuler yang murah ini setelah bertahun-tahun absen, bahkan dibajak secara pemikiran, politik dan ekonomi, atas nama agama dan syariah untuk mengeksploitasi dan meminggirkannya menuju dunia yang gelap gulita meski di sekitarnya ada banyak cahaya.
Jika kaum wanita di Arab Saudi dan di negara-negara Muslim pada umumnya, juga kaum wanita di seluruh dunia ingin hidup dengan kebahagiaan yang nyata, mengisi dan mewarnai hatinya serta orang-orang di sekitarnya dengan kegembiraan dan ketenangan, maka wahyu Allah Tuhan semesta alam sudah mencukupinya, juga sistem Islam di bawah naungan negara yang adil dan bijak, yang akan menjamin perawatan, kecukupan dan kebahagiaannya. Allah SWT berfirman: “Thāhā. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (TQS Thāhā [20] : 1-2). [Nesrine Boudhafri]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 14/1/2018.