Kaum Muda dalam Pusaran Hedonisme, Begini Harusnya Sikap Orang Tua
Mediaumat.id – Di tengah maraknya budaya hedonisme, penulis buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D. mengimbau para orang tua untuk meningkatkan kemampuan dalam mendidik anak-anak mereka.
“Mari para orang tua tingkatkan kemampuan mendidik anak-anak kita, terutama mendidik anak-anak di tengah-tengah kehidupan hedonistik seperti sekarang,” ajaknya kepada Mediaumat.id, Selasa (23/5/2023).
Selain itu, ia juga mengajak berdoa bersama agar para generasi muda senantiasa selamat dan negeri ini semakin sehat dengan menjadikan para pemimpinnya lebih bertakwa dan memperjuangkan kehidupan Islam.
Bukanlah tanpa alasan, ia mengatakan demikian sebagai respons atas rencana konser Coldplay di Indonesia yang diagendakan pada 15 November 2023 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK).
Sementara sebagaimana diketahui bersama, grup musik ini kerap mempromosikan perilaku seks menyimpang di setiap konsernya. Di antaranya lesbian, gay, biseksual dan transgender, atau yang biasa disingkat dengan LGBT.
“Perilaku LGBT ini kan dalam Islam sangat nista dan dimurkai oleh Allah SWT,” tuturnya, yang lantas heran dengan antusiasme generasi muda di negeri ini dalam menyambut kedatangan grup musik rok dari Inggris yang dibentuk tahun 1997 ini.
“Astaghfirullah, ini terjadi di negeri Muslim terbesar di dunia, Indonesia,” sontak Nopriadi pun terhenyak, apalagi bisa diperkirakan sebagian besar penonton adalah anak-anak yang lahir dari rahim para Muslimah.
Sekadar informasi, hedonisme adalah derivasi (turunan) dari liberalisme. Sebuah pandangan hidup bahwa kesenangan adalah segalanya, bahkan kehidupan itu sendiri. Bagi kaum hedonis, hidup adalah meraih kesenangan materi atau sesuatu yang bersifat semu, sesaat, dan artifisial. Salah satu contoh hedonisme seperti berfoya-foya dan hura-hura.
Sistemik
Lagipula, menurutnya, ini bukan sekadar selera mengikuti konser. Tetapi lebih jauh masalah standar pikir, rasa dan perbuatan generasi muda di negeri ini yang tidak dipandu oleh nilai-nilai Islam.
“Fenomena ini sebenarnya mengonfirmasi bahwa banyaknya generasi muda Muslim yang jauh dari nilai-nilai Islam,” paparnya.
Sebutlah di antaranya, problem pergaulan bebas, hamil di luar nikah, narkoba, miras, kekerasan, perundungan (bullying), bunuh diri, sakit mental, dsb.
Sehingga ia menyebut, berbagai problem tersebut yang melibatkan generasi muda saat ini sebagai permasalahan sistemik. “Secara umum masalah generasi muda kita adalah masalah sistemik,” ujarnya.
Artinya, konsekuensi logis dari hidup di dalam peradaban kapitalistik dan materialistik adalah munculnya bermacam peraturan dalam kehidupan yang mengondisikan pikir, rasa dan perbuatan mereka yang tidak dibangun dari nilai-nilai Islam.
Maka ia pun tak heran, dari peradaban saat ini lahirlah manusia kapitalis yang hedon atau mengejar kesenangan tanpa peduli dengan ridha tidaknya Allah SWT. “Itu gambar besarnya,” tegas Nopriadi.
Faktor Penyebab
Sementara, tentang ‘aktor’ yang bertanggung jawab menghasilkan fenomena ini, kata Nopriadi, adalah negara, masyarakat, termasuk keluarga.
Namun sayangnya, terkait peran negara, ia tak melihat visi membangun manusia bertakwa. “Ini bisa dilihat dari banyak sektor yang terkait pembentukan manusia,” terangnya, seraya memaparkan tiga sektor yang menjadi faktor penyebab.
Pertama, dari sektor pendidikan. Kata Nopriadi, kencang sekali sistem pendidikan di negeri ini diarahkan untuk mencetak manusia buruh demi kepentingan industri. “Bila sesuai Islam, maka negara mestinya memilki visi membangun manusia yang bertakwa, bukan sekadar bisa bekerja,” cetusnya.
Terlebih di level universitas. “Di level universitas tidak terlihat upaya kampus menciptakan iklim yang sehat untuk tumbuhnya organisasi-organisasi keagamaan, baik intra maupun ekstra kampus,” bebernya.
Padahal, menurutnya, organisasi keagamaan mahasiswa ini penting untuk melahirkan generasi muda yang peduli pada agamanya.
Sebab, bila organisasi keIslaman hidup sehat dan subur di kampus, maka kata Nopriadi, insyaAllah selera anak muda akan lebih positif. Dengan kata lain mereka enggak bakalan menggandrungi kelompok musik yang mempromosikan LGBT, semacam Coldplay.
Kedua, dari sektor media dan informasi yang menurut Nopriadi tidak kondusif melahirkan generasi hebat bertakwa. “Pasar hiburan sangat luar biasa, maka media sangat menyorot dunia hiburan ini tanpa peduli baik buruk pada generasi muda,” ulasnya.
Untuk itu, ia berharap, negara hadir meregulasi media di tanah air agar pro terhadap generasi muda bertakwa. Bukan malah memfasilitasi dan melindungi konser dalam hal ini Coldplay yang sekali lagi nyata-nyata mendukung LGBT.
“Mestinya negara hadir sebagai pelindung generasi muda agar jauh dari budaya hedon,” harapnya kemudian.
Ketiga, sektor ekonomi yang menomorsatukan keuntungan materi. “Terlihat sekali dukungan pemerintah dalam kasus Coldplay ini lebih karena pertimbangan ekonomi,” nilainya.
Bahkan, ada pejabat publik yang malah mengusulkan agar konser diperpanjang satu hari lagi. Usut punya usut, ungkap Nopriadi, ternyata ada perputaran ratusan miliar rupiah hanya dalam waktu singkat.
Karenanya, sebagai rahmat bagi seluruh alam, Islam harus dihadirkan sebagai sistem dalam membangun peradaban dimulai dari lingkup keluarga. “Intinya harus ada perjuangan dan pengorbanan untuk mewujudkan itu untuk kebaikan semua manusia di muka bumi,” imbuhnya.
Maka, ia pun kembali menekankan agar para orang tua selalu melibatkan generasi penerus mereka dalam perjuangan mengembalikan kehidupan Islam. “Dengan terlibat dengan jalan ini maka insyaAllah mereka menjadi kuat dan lebih berkualitas,” pungkasnya.[] Zainul Krian