Kasus Rempang, Negara Lebih Memihak Oligarki Ketimbang Rakyat
Mediaumat.id – Pernyataan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Muhammad Rudi yang meminta tambahan anggaran Rp1,6 triliun kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk merampungkan masalah Rempang, kelihatan jelas negara lebih memihak oligarki ketimbang melayani rakyatnya sendiri.
“Kelihatan jelas dalam kasus Rempang ini negara memihak oligarki ketimbang melayani rakyatnya sendiri,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada Mediaumat.id, Sabtu (16/9/2023).
Iwan memandang, persoalan Rempang ini terletak dari status kepemilikan tanah warga yang oleh negara kemudian dipaksa untuk dilepas. Menurutnya hal ini adalah kezaliman. Bahkan Menteri ATR dan BPN menyatakan warga bukan pemilik lahan, sebab tidak punya sertifikat lahan.
“Jelas pemerintah menggunakan metode domein verklaring,” ucap Iwan, yang berarti semua bidang tanah adalah milik negara kecuali masyarakat bisa membuktikan semacam sertifikat kepemilikan.
Iwan membandingkan, dalam Islam orang yang sudah tinggal di satu lahan selama bertahun-tahun seperti warga Rempang, berarti orang tersebut adalah pemiliknya, sebab status kepemilikan bukan ditinjau dari status kepemilikan sertifikat lahan.
Iwan juga mengingatkan, seandainya negara akan membeli atau merelokasi warga Rempang, maka haram hukumnya dengan cara pemaksaan apa lagi kekerasan. Termasuk haram menghentikan pelayanan umum pada warga sebagai bentuk intimidasi agar warga mau pindah.
“Ini kezaliman luar biasa. Sebab jual beli harus dengan keridhaan pemilik lahan dan dengan harga yang sesuai,” tuturnya.
Terakhir Iwan membeberkan, peristiwa Rempang ini menunjukan rusaknya sistem demokrasi kapitalisme. Pada saat pemilu, para politisi mengemis suara rakyat, lalu rakyat akan dicampakkan setelah berkuasa.
“Rakyat Rempang itu memenangkan Jokowi dalam dua kali pemilu tapi sekarang nasib mereka begini. Demokrasi memang tidak pernah beri kesempatan rakyat berdaulat,” pungkas Iwan.[] Agung Sumartono