Kasus Narkoba Sentuh Petinggi Polri, Kiai Labib Tuturkan Begini

 Kasus Narkoba Sentuh Petinggi Polri, Kiai Labib Tuturkan Begini

Mediaumat.id – Terkait kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan perwira tinggi polisi bintang dua, Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S Labib memandang, di samping urusan individu persoalan ini harusnya pula menjadi problem masyarakat hingga negara.

“Sebenarnya narkoba ini urusannya mulai dari individu, masyarakat kemudian urusan negara,” ujarnya dalam Perspektif PKAD: Penangkapan Kapolda Jatim, Problem Narkoba dan Penegakkan Hukumnya, Senin (17/10/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Dengan kata lain, lanjut Kiai Labib, ketiadaan iman atas individu misalnya, bakal mendorong seseorang untuk mengonsumsi, mengedarkan, bahkan memproduksi sendiri narkoba, yang dalam bahasa fikih termasuk benda yang memabukkan (khamar).

“Andai dia punya keimanan yang kuat tidak akan melakukan tindakan seperti itu,” tuturnya, seraya mengutip sebuah hadits yang artinya: ‘Dan tidak akan minum khamar, di waktu minum, jika ia sedang beriman’ (HR Nasa’i).

“Artinya ketika orang beriman itu tidak akan melakukan tindakan (kemungkaran) itu,” ucap Kiai Labib menjelaskan.

Demikian juga dengan perbuatan zina, korupsi dan kejahatan lainnya termasuk penyalahgunaan narkoba yang menurutnya, bersumber dari ketiadaan iman.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, salah satu petinggi kepolisian ditangkap karena penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu. Tak tanggung-tanggung, kasus dimaksud banyak melibatkan jajaran struktur Polri berikut barang bukti seberat lima kilogram sabu-sabu, termasuk Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa yang baru saja dimutasi untuk jadi Kapolda Jawa Timur, dalam kasus mengendalikan penjualan barang bukti tersebut.

PR Besar

Lebih dari itu, ketika kebanyakan dari masyarakat tidak lagi takut dosa serta azab Allah SWT karena memang ketiadaan iman, maka hal ini menjadi PR besar bagi negara untuk menjadikan rakyatnya beriman dan bertakwa.

Sebutlah sistem pendidikan nasional negeri ini yang masih sekuler. “Kita tahu sendiri bagaimana proses pendidikan di negara ini justru agama hanyalah salah satu dari pelajaran, bukan menjadi dasar atas semua pelajaran. Enggak ada keimanan,” ulasnya.

Lebih lanjut, Kiai Labib menyampaikan, upaya menyadarkan masyarakat seputar al-amr bi al-ma’rūf wa al-nahy ‘an al-munkar merupakan satu perkara yang penting. Yakni perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Bahkan dalam ilmu fikih klasik, perintah ini dianggap wajib bagi kaum Muslim.

 

Pun berkenaan dengan pentingnya amar makruf nahi mungkar, Kiai Labib mengutip lagi sebuah hadits tentang perumpamaan kapal yang merupakan riwayat An-Nu’man bin Basyir, yang artinya:

“Permisalan orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang melanggar larangan-larangan-Nya adalah bagaikan sekelompok orang yang berundi dalam sebuah kapal. Akhirnya ada sebagian orang mendapat bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut.

Yang berada di bagian bawah bila ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, ‘Andaikan saja kita membuat (satu) lubang di bagian kita ini, (tentu) tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.’

Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang di bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Dan, bila mereka melarang orang-orang yang di bawah berbuat demikian, maka mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu” (HR Bukhari, Tirmidzi, dan Ahmad).

Oleh karena itu, ketika ada kejahatan termasuk penyalahgunaan narkoba, Kiai Labib berharap masyarakat memiliki kepedulian untuk senantiasa mencegah dan melarang.

Terlebih apabila seluruh elemen masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar, dari pejabat hingga rakyat jelata, kata Kiai Labib, para pelaku kemungkaran otomatis akan tersisih dari pergaulan di tengah masyarakat.

Hal penting berikutnya, harus ada peran negara yang jelas-jelas menjaga seluruh rakyatnya. Mulai dari menjaga kehidupan (hifzh an-nafs), akal sehat (hifzh al-aql), harta (hifzh al-maal), keturunan (hifzh an-nasb), agama (hifzh ad-diin), kehormatan (hifzh al-iffah), keamanan (hifzh al-amn), hingga negara (hifzh ad-daulah).

“Dan itu terjadi hanya ketika syariat Islam ini diterapkan secara kafah tadi oleh negara,” tandasnya.

Pasalnya, apabila upaya dimaksud dilakukan parsial ia mengibaratkan seperti menambal atap rumah bocor. “Sini bocor tambal, bagian lain bocor tambal, dan terus akan disibukkan oleh itu tadi,” gambarnya.

Mengibaratkan lagi, ia mengumpamakan seperti menghilangkan polusi asap hanya dengan mengipas-ngipas. Sementara sumber asap dibiarkan.

Makanya, kata Kiai Labib jika ingin segala persoalan terselesaikan, mestinya menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi. “Kalau ingin selesai, ingin kebaikan, maka mestinya menerapkan Islam,” lugasnya.

Bentuk Kepedulian

Di sisi lain, ia juga mengatakan bahwa memperjuangkan penegakan syariat Islam termasuk bentuk kepedulian kepada negeri ini.

“Misalnya kita ini sebagai orang tua, anaknya disuruh shalat. Apa itu? Itu bentuk kepedulian orang tua agar anaknya tidak mendapatkan azab dari Allah SWT,” tegasnya.

Begitu pun negeri ini yang kata Kiai Labib, bakal mendapatkan murka dan bahkan azab dari Allah SWT ketika tidak menerapkan syariah-Nya.

“Maka bentuk kecintaan kita adalah agar mereka tidak mendapatkan azab dari Allah. Dengan apa? Mengajak tunduk taat patuh kepada syariat Allah yang menciptakan kita, yang menciptakan alam semesta termasuk Indonesia ini,” tandasnya.

Terlebih bersama para tokoh umat berupaya memperjuangkan tegaknya kembali Islam sebagai suatu sistem kehidupan. Mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat hingga lingkup negara.

Kendati sekalipun belum berhasil, yakinlah bahwa pahala menyertai para pejuangnya. “Kita pasti dapat pahala menyampaikan Islam, kita pasti dapat pahala sekalipun belum berhasil,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *