Karhutla Butuh solusi Nyata bukan Pencitraan dan Nasehat Belaka

Oleh: Mochamad Efendi (Pengamat dari el-Harokah Research Center)

Kebakaran hutan berdampak luas pada masyarakat karena asap mengepul di udara menyebabkan polusi udara yang tidak layak untuk dihirup. Padahal kita tahu bahwa udara adalah kebutuhan dasar manusia. Tanpa udara manusia akan mati. Jika udara kotor banyak orang sakit karenanya. Lalu kenapa terjadi kebakaran hutan yang menyebabkan udara kotor sehingga banyak rakyat sakit.

Pemerintah harus mencari tahu penyebab dari karhutla, kemudian menemukan solusi dan punya itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Rakyat butuh solusi nyata bukan kunjungan pencitraan. Diketahui, setelah ikut mendampingi Presiden Jokowi meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Sekretaris Kabinet Pramono Anung memamerkan foto sepatu. Ia mengunggah dua foto di akun resmi Instagram-nya, @pramonoanungw, pada Selasa (17/9/2019) siang.

Wasekjen Partai Gerindra Andre Rosiade bahkan menilai pamer sepatu kotor tak sepantasnya dilakukan sebagai bentuk pencitraan.

Menurut Andre, penanganan karhutla yang konkret dari pemerintah merupakan hal utama. Terlebih mengingat banyaknya masyarakat yang sudah menjadi korban dan mengidap penyakit pernapasan lantaran asap dari kebakaran. (https://m.suara.com/news/2019/09/18/110315/gerindra-semprot-jokowi-baru-sepatu-yang-kotor-masyarakat-jatuh-sakit)

Sementara itu, Menko Polhukam, Wiranto tidak menawarkan solusi ataupun ucapan simpati tapi malah sikap terkesan menyepelekan masalah, tidak perlu menganggap serius karena fakta yang dilihat dianggap tidak separah yang diberitakan dan tersebar di mensos. “Saudara sekalian kemarin ketika saya mengunjungi bersama presiden, antara realitas yang dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Dan ternyata kemarin waktu kita di Riau, itu tidak separah yang diberitakan. Jarak pandang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker dan sebagainya,” kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2019).(https://www.detik.com/tag/wiranto)

Semua dianggap biasa saja walaupun Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di lima daerah di Riau (Siak, Kampar, Rokan Hilir, Dumai dan Bengkalis) dinyatakan berbahaya yang diberi warna hitam dengan Polutan Standar Indeks (PSI) di atas 300.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga tidak peka terhadap permasalahan yang ada dengan menyalahkan takdir dan meminta masyarakat untuk menerima dengan ikhlas, padahal bencana kebakaran hutan karena tangan-tangan manusia. Lewat Twitter, dia meminta warga tidak mengeluh, “tapi berusaha menjalaninya dengan ikhlas dan berdoa. Segala musibah datangnya dari Allah SWT… Musibah bisa datang kapan saja, kepada siapa saja, dan di mana saja… termasuk musibah yang menimpa Pekanbaru, Riau, yang sedang terjadi juga datangnya pun dari Allah SWT,” (https://tirto.id/)

Rakyat disuruh bersabar namun tidak ada tindakan nyata untuk menyelesaikan kasus karhutla.

Koordinator Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisa Khalid menyatakan bahwa orang Indonesia jauh lebih butuh “pernyataan pejabat publik yang dapat memastikan jaminan perlindungan dan penanganan karhutla.” (https://tirto.id/)

Keberadaan pemerintah dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, bukan sibuk melakukan pencitraan. Pemerintah harusnya memberikan solusi nyata dengan langkah-langkah pasti, bukan nasehat apalagi menganggap sepele permasalahan.

Berdasarkan data Global Forest Watch sebagaimana dilansir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari 1 Agustus 2019 hingga 14 September 2019 setidaknya ada 151.862 titik kebakaran hutan di Indonesia.

Made Ali, koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), mengatakan apa yang dirasakan warga “seperti dikurung dalam sebuah ruangan tertutup bersama tungku kayu bakar yang menyala.” Sedemikian parahnya hingga langit biru pun dirindukan orang-orang Riau sejak Agustus lalu.

Akibat paling fatal: seorang bayi empat bulan di Palembang dikabarkan meninggal karena menderita infeksi saluran pernapasan akut; ada pula seorang kakek di Riau yang ditemukan hangus terbakar di lahan perkebunannya yang dilalap api.

Faktanya karhutla bisa muncul karena aktivitas manusia. Buktinya polisi sudah menetapkan 185 tersangka perorangan dan empat korporasi atas kejadian ini.

Karhutla bukanlah permasalahan sepela tapi sesuatu serius yang perlu perhatian dari pemerintah untuk segera menyelesaikannya dengan tindakan nyata bukan hanya pernyataan apalagi pencitraan.

Hutan adalah milik umat yang kepemilikannya harus dikembalikan pada umat, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Hutan punya peran penting bagi manusia sebagai paru-paru bumi yang menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia. Oleh karena itu hutan harus kita jaga bersama. Dalam Islam hutan adalah milik umat sehingga tidak boleh dimiliki dan dikuasai perorangan atau swasta. Semua orang boleh memanfaatkan hutan tapi harus tetap menjaganya. Aktifitas merusak hutan atau lahan milik umat dengan cara membakar secara besar-besaran harus dihentikan dan mendapatkan hukuman berat agar memberi efek bagi siapa saja yang merusak hutan. Dan yang terpenting, pemerintah harus punya keberanian untuk mengambil alih hak kepemilikan hutan yang terlanjur diberikan pada swasta dikembalikan pada umat.[]

Share artikel ini: