Karena Partisipasi Tinggi, Hasil Pemilu Curang Bisa Dianggap Legal

Mediaumat.info – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengungkapkan bahwasanya pemilu yang curang itu bisa dianggap legal hasilnya, karena partisipasinya (yang ikut pemilu) tinggi.

“Jadi pemilu yang curang sekalipun bisa dianggap legal, karena partisipasinya tinggi,” ujarnya dalam kajian Terlibat dalam Pemilu Curang Sama dengan Melegitimasi Kecurangan??!! di YouTube Pusat Kajian Analisis dan Data (PKAD), Senin (12/2/2024).

Begitu juga sebaliknya katanya, kalau para pemilihnya atau partisipasinya sedikit maka dipastikan trust atau kepercayaan masyarakat rendah dan legitimasi atas satu hasil pemilu tadi menjadi sangat rendah.

“Nah kalau legitimasinya rendah, semestinya kepercayaan masyarakat pada pemimpinnya juga rendah sehingga dia sangat rawan untuk digulingkan atau dimakzulkan, atau dimundurkan di tengah jalan,” bebernya.

Kalau terjadi kecurangan, kata Wahyudi, praktis akan dimintai penyelesaian di ranah hukum, yang akan dimintai terkait bukti-bukti kecurangan dan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau kita melihat itu maka kita berada di pihak legitimer hanya terjadi sengketa, sengketa itu hanya memutuskan siapa sih yang menang dan siapa yang kalah, terkait mengadili kecurangan tidak akan terjadi, karena fungsi MK itu hanya menghitung jumlah siapa yang menang dan siapa yang kalah,” tuturnya.

Jadi di MK, lanjutnya, tidak berbicara lagi ini curang ataupun tidak namun yang dibicarakan adalah pemutusan siapa yang menjadi pemenang secara legal dan tidak.

Seharusnya

Wahyudi dalam acara yang sama juga menuturkan seharusnya jika didapati kecurangan, maka yang dilakukan adalah protes keras ataupun mendeklarasikan untuk mundur, karena tidak sanggup lagi untuk mengawal pemilu ini untuk bermain secara jujur dan adil.

“Jadi ini yang saya tidak melihat komitmen dari para pasangan dan para pendukungnya, kan kita tidak melihat itu pertarungan untuk sama-sama ingin jujur dan adil itu dikawal dengan serius,” tuturnya.

Seandainya, lanjutnya, diprotes keras dan mendeklarasikan kalau kecurangan itu tidak dilakukan lagi dan membuat pernyataan kalau masih dilakukan maka bagi pihak protes akan mundur dan tidak melanjutkan lagi, itu bisa memberikan tekanan cukup kuat kepada para penyelenggara pemilu.

“Tapi faktanya tidak, dia manut-manut saja, ikut-ikut saja, dan ini menurut saya menjadi catatan koreksi komitmen terhadap pemilihan yang jujur dan adil yang justru dari kalangan masyarakat, sedangkan dari para pelakunya sendiri tidak menunjukan hal tersebut,” ungkapnya.

Dua pasangan calon kata Wahyudi, juga sama, tidak menolak keras sampai kepada all out untuk meluruskan pemilu.

“Ibaratnya kalau di lapangan sepak bola itu dia mendapati wasit, sampai mendorong-dorong wasit itu untuk menindaklanjuti kecurangan. Nah, itu tidak terjadi, kalau kita bermain bola kan pemain itu ketika di-tackle atau dicurangi, atau dilanggar dia akan lari protes ke arah wasit, dia akan datangi wasit sampai menunjukkan ketidakridhan pada kecurangan itu,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi

Share artikel ini: