Karena Inikah RUU Kesehatan Terkesan Dipaksakan Disahkan?

 Karena Inikah RUU Kesehatan Terkesan Dipaksakan Disahkan?

Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memprediksi salah satu alasan RUU Kesehatan begitu cepat bahkan terkesan dipaksakan dalam pengesahannya karena dengan regulasi yang ada sebelumnya oligarki kesehatan tidak cukup leluasa mengeksploitasi potensi pembiayaan kesehatan.

“Dengan regulasi yang ada seperti saat ini itu mereka tidak akan cukup bisa bergerak secara leluasa dalam mengeksploitasi potensi pembiayaan kesehatan,” jelasnya dalam acara Fokus to the Point: UU Kesehatan Disahkan, Siapa yang Cuan? di kanal YouTube UIY Official. Senin (17/7/2023).

UIY menilai bahwa ekspenditur (pengeluaran) belanja untuk kesehatan tidak pernah susut. Bahkan berdasarkan data, menurutnya, sepanjang Covid-19 seluruh lini bisnis ambruk, kecuali empat hal. Pertama, soal kesehatan. Kedua, soal pendidikan. Ketiga, pertanian. Keempat, komunikasi.

“Kita tahu bahwa kesehatan itu satu kebutuhan yang sangat penting, atau kebutuhan primer atau kebutuhan asasi. Orang itu, tidak mungkin melakukan kegiatan secara normal kalau dia sakit. Karena itu, setiap kali orang sakit dia merelakan apa pun untuk dia bisa sehat kembali,” jelasnya.

Ia juga membeberkan potensi dari penduduk Indonesia sedemikian besar (hampir 300 juta jiwa), dengan pertumbuhan ekonomi yang masih mengesankan (di atas lima persen). Kemudian, kelas menengah yang concern (perhatian) terhadap kesehatan juga makin besar.

Meskipun, lanjut UIY, kalau dihitung memang biaya kesehatan di Indonesia masih relatif kecil, sekitar 112 dolar AS per kapita dibandingkan dengan Singapura yang sudah sekitar 300-400 dolar, lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, UIY memandang, mereka melihat belanja kesehatan di Indonesia itu masih punya potensi untuk naik. “Ketika itu masih punya potensi untuk naik maka di situ adalah bisnis,” tuturnya.

“Karena itulah, kalau kita perhatikan sekitar beberapa tahun terakhir itu bermunculan banyak sekali rumah sakit-rumah sakit swasta,” tambahnya.

Bentuk Keterlibatan Negara

Tak hanya potensi bisnis, UIY juga menyoroti terkait mandatory spending (belanja wajib) yang justru dihapus pada UU Kesehatan. Padahal itu merupakan bentuk keterlibatan negara di dalam pembiayaan atau penjagaan kesehatan rakyatnya.

“Ketika itu dihapuskan, pertanyaannya kemudian dari mana? Pasti jawabannya kemungkinan ada dua. Pertama dari rakyat sendiri jika dia mampu. Kemudian yang kedua dari asuransi baik itu asuransi sukarela maupun asuransi wajib. BPJS itukan sering kita sebut sebagai asuransi wajib,” bebernya.

Alasan mengapa sampai pemerintah menghapus mandatory spending adalah karena beranggapan anggaran diatur bukan berdasarkan besarnya alokasi, tapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Alasan itu menurut UIY memang akan lebih luwes, lebih luwes untuk naik. Namun, ia juga memandang bahwa akan lebih luwes untuk turun, karena tidak ada patokan.

“Tapi kalau dengan mandatory spending itukan berarti negara wajib,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *