Karena Inikah PDIP Dukung Pemilu Sistem Proporsional Tertutup?

Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengatakan PDIP mendukung pemilu sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024 karena tergiur keampuhannya menjaga kekuasaan partai berkuasa sebagaimana dialami Golkar di masa orde Baru.

“Saya pikir ini menggiurkan bagi PDIP. Kenapa? Karena selama orde Baru sudah terbukti itu ampuh untuk menjaga kekuasaan Golkar,” ujarnya dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Orde Baru Kembali? PDIP Dukung Proposional Tertutup, Sabtu (20/1/2023) di kanal YouTube Megapolitan News Forum – MNF TV id.

Adalah Demas Brian Wicaksono, kader PDIP, dikabarkan termasuk salah satu penggugat dari 6 pihak yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait sistem proporsional terbuka. Bahkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan berbagai alasannya mendukung proporsional tertutup,

Namun terlepas itu, lanjut Wahyudi, kengototan PDIP mendukung sistem proporsional tertutup dalam pemilu memang sangat menguntungkan partai besar. Terlebih partai yang sejak era reformasi telah tiga kali memenangkan pileg pada 1999, 2014, dan 2019 itu. “Karena PDIP kan posisinya pemenang pemilu kemarin,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai, secara fakta para pemilih PDIP lebih mengenal partai daripada sosok-sosok personalnya. Dengan kata lain, kebanyakan pemilih lebih cenderung tertarik dengan partainya, bukan figur-figur calon personal di dalam partai.

Sekadar diketahui, sistem proporsional tertutup adalah satu macam dari sistem perwakilan berimbang, pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat. Dalam sistem ini, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik. Sebaliknya, sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih.

Mundur

Tak ayal, banyak pihak termasuk dirinya menyebut bahwa PDIP secara tidak langsung mendorong kondisi saat ini ke belakang, mundur ke masa orde Baru.

“Dia set back ke belakang atau mundur ke belakang, kembali ke masa orde Baru di mana masa orde Baru itu berlakunya sistem proporsional tertutup, di mana orang hanya memilih partai atau mencoblos tanda gambar partai,” ulasnya.

Oleh karenanya, menurut Wahyudi, ini suatu kerugian bagi rakyat. “Awalnya rakyat bisa memilih wakilnya, tahu orangnya, kenal orangnya, sekarang tidak. Hanya memilih partai, partai nanti mengisi dengan siapa pun, kita tidak tahu lagi,” urainya.

Sehingga bisa dibayangkan, jelas Wahyudi, hanya orang-orang yang dekat dengan pimpinan partai sehingga mengantongi ‘nomor jadi’ (urutan teratas) yang bakal bisa menjadi wakil rakyat. Akhirnya bisa juga akan terjadi jual beli ‘nomor jadi’ dimaksud. “Akan terjadi jual beli nomor jadi,” tukasnya kemudian.

Kalau model demikian yang berlangsung, kata Wahyudi kembali mengulang, yang paling diuntungkan adalah partai besar.[] Zainul Krian

Share artikel ini: