Kepemimpinan dalam Islam tidak terpisah dari ideologi, melainkan bagian esensial darinya. Kepemimpinan praktis yang dijalankan Rasulullah saw pada kaum Muslim di Madinah adalah prinsip dasar politik bagi setiap kepemimpinan Islam yang datang setelahnya. Sementara akidah Islam merupakan asas dan dasar kepemimpinan, sehingga terikat dengan ketentuan dan standar kepemimpinan ini adalah kewajiban bagi setiap pemimpin, sebab ia merupakan syariat (hukum Islam) yang harus diikutinya. Dengan konsep ini, maka Rasulullah saw adalah teladan pemimpin abadi bagi kaum Muslim, kapanpun dan di manapun. Mengingat kepemimpinan dalam Islam berarti pendekatan yang dijalankan oleh pemimpin, termasuk keterikatan terhadap kaidah berfikir, hukum-hukum yang bersumber darinya, dan pemikiran-pemikiran yang dibangun di atasnya.
Di antara karakteristik paling menonjol dari kepemimpinan ini:
1. Global
Kepemimpinan dalam Islam tidak bersifat regional maupun lokal, juga tidak bersifat nasional, kebangsaan, atau kesukuan. Allah SWT berfirman: “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (TQS At-Taubah [9] : 33).
Artinya, bahwa Islam harus diemban ke seluruh penjuru dunia, dan dimenangkan atas semua agama, kepercayaan, ideologi, dan peradaban. Allah SWT berfirman: “Katakanlah: Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”(TQS Al-A’raf [7] : 158).
Dengan demikian, Islam adalah risalah untuk semua umat manusia, bukan untuk orang Arab, atau kaum Muslim saja. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan untuk seluruh dunia, yakni kepemimpinan untuk Amerika, Rusia, China, Prancis dan semua negara. Rasulullah saw adalah Rasul untuk seluruh alam, dan juga pemimpin umat manusia dan pemimpin dunia!
Kegagalan kepemimpinan yang ada di negara-negara Islam saat ini, serta pengkhianatannya dan keberadaannya sebagai antek bagi orang asing, tidak mengubah realitas hukum syariah. Rasulullah saw adalah pemimpin dunia di Madinah. Beliau memulai kepemimpinannya di Madinah, meski itu tampak kecil, namun Beliau hendak meneruskan kepemimpinannya hingga seluruh penjuru dunia. Rasulullah saw mengirim para utusan ke Kisra, Kaisar dan Muqauqis, yang bertujuan menyeru mereka untuk masuk Islam, sebelum penaklukan Makkah. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia.” (TQS Saba’ [34]:28). Dengan demikian, Allah SWT mengutusnya kepada bangsa jin dan umat manusia, bukan hanya kepada umat manusia saja.
Ibnu Katsir berkata: Rasulullah saw bersabda: “Aku diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada seorang-pun sebelumku. Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum kedatanganku) sejauh perjalanan sebulan; Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum). Maka siapa saja dari umatku yang (waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat. Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku. Aku diberi syafa’at (oleh Allah). Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, dan aku diutus kepada manusia semuanya.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku diutus untuk bangsa kulit hitam dan merah.” (HR Muslim). Mujahid berkata, yakni Beliau diutus kepada jin dan manusia, yang lain berkata, yakni diutus kepada bangsa Aran dan bukan Arab. Semua pendapat ini benar.
Oleh karena itu, kepemimpinan dalam Islam bersifat global dan bukan lokal. Sehingga tidak boleh diasosiasikan dengan suatu negara, ras, atau bangsa. Tidak bisa dikatakan bahwa kepemimpinan Islam Iran, kepemimpinan Islam Arab, atau kepemimpinan Islam Turki, tetapi hanya dikatakan kepemimpinan Islam saja, sebab kepemimpinan Islam itu adalah kepemimpinan untuk semua bangsa dan semua umat manusia.
2. Keras Terhadap Orang Kafir dan Berkasih Sayang dengan Kaum Muslim
Ini adalah ciri khas Al-Qur’an yang terkait dengan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Allah SWT berfirman: “Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama mereka.” (TQS Al-Hujurat [48] : 29). Makna dari karakter ini, adalah membedakan antara kaum Muslim dan orang-orang kafir. Sehingga tidak ada hidup bersama dan campur tangan di antara komunitas kaum Muslim dan orang-orang kafir. Hukum Islam terkait orang-orang kafir adalah ketundukan mereka secara total pada kedaulatan Islam, dan kepatuhan penuh mereka terhadap hukum Islam, sama sekali tidak ada kebebasan berpendapat dan berkeyakinan di negara Islam.
Oleh karena itu, konferensi dan dialog antar agama adalah konsep misionaris Barat yang menyesatkan, yang bertujuan untuk mengalihkan Islam dari cara hidupnya, dan menjauhkannya dari standar halal dan haram. Sehingga siapa pun yang mempromosikannya, pasti ia terkait dengan kaum kafir Barat, baik terkait keberadaannya sebagai antek, terkait kepentingannya, atau terkait kebodohannya.
3. Adanya Negara Khilafah Sebagai Mekanisme dan Cara Mewujudkan Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan tidak lengkap dan tidak akan terwujudkan kecuali dengan adanya negara Islam (Khilafah), yang merupakan satu-satunya cara mewujudkan kepemimpinan dalam Islam yang sebenarnya. Sehingga tidak layak kepemimpinan nasional, kepemimpinan ras dan suku, sebagai contoh kepemimpinan Islam, seperti halnya kepemimpinan individu tidak cocok untuk mengekspresikan realitas kepemimpinan dalam Islam.
Kepemimpinan negara Khilafah adalah urgen dan dibutuhkan untuk memimpin aktivitas jihad dalam rangka mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui tentara negara Islam, dan yang akan membuat jihad di jalan Allah tersedia bagi semua generasi umat Islam.
Kepemimpinan dalam Islam sama dengan kepemimpinan Rasulullah saw untuk umat Islam, juga sama dengan kepemimpinan yang menerapkan hukum Islam di dalam negeri, dan mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad di jalan Allah. Allah SWT berfirman: “Wahai Nabi (Muhammad)! Kobarkanlan semangat orang-orang beriman untuk berperang.” (TQS AL-Anfal [8] : 65). Allah SWT juga berfirman: “Wahai Nabi (Muhammad)! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka.” (TQS At-Taubah [9] : 73).
Mengatur peperangan di jalan Allah melalui negara Islam, dan memobilisasi tentara Islam, adalah bagian integral dari tugas kepemimpinan dalam Islam, begitu juga menghadapi musuh dari segala kelompok dan warna, serta mengatasi orang-orang yang dengan berani dan sombong menghina simbol-simbol Islam adalah bagian dari tugas kepemimpinan dalam Islam.
Ini adalah karakteristik yang paling menonjol dari kepemimpinan Nabi saw dan kepemimpinan dalam Islam. (alraiah.net, 11/11/2020).