Kapolri Buka Suara Soal Aliran Dana Tambang Ilegal, Susno Duadji: Patut Ditindaklanjuti
Mediaumat.id – Menanggapi buka suaranya Kapolri Jenderal Listyo Sigit P. soal dugaan aliran dana tambang ilegal milik Ajun Inspektur Ismail Bolong cs ke sejumlah petinggi Polri, mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol. (Purn) Susno Duadji menyatakan patut ditindaklanjuti.
“Itu patut ditindaklanjuti karena itu sudah masuk ranah hukum pidana,” tuturnya dalam Live Perspektif KPAD: Kapolri Buka Suara, Dugaan Dana Tambang Ilegal. Titik Terangkah??!! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (22/11/2022).
“Pidananya di mana? Kalau benar terbukti menerima duit koordinasi, itu kan disuap namanya. Suap menjual jabatan, jual kewenangan itu termasuk tindak pidana korupsi. Yang menerima, kena. Yang memberi, kena,” tukasnya.
Ia menjelaskan, untuk mengetahui benar tidaknya materi yang dilaporkan, bisa dilihat di surat tersebut. Siapa yang menambang liar, siapa koordinir. Tinggal periksa ulang. “Saya yakin mereka sudah diperiksa, tinggal dicari berkasnya,” tegasnya.
“Masalah tambang itu, bukan masalah pembebasan lahan 1 x 2 meter tetapi ratusan hektare. Masa berbulan-bulan bahkan belasan tahun nambang enggak ketahuan. Pasti ketahuan, tinggal periksa aja. Apa mereka nambang berizin atau tak berizin atau ilegal,” terangnya.
Menurutnya, seandainya laporan tersebut tidak benar, maka ini sudah masuk ranah pidana juga. Yang kena pidana yakni Ismail Bolong sebab memfitnah institusi Polri. Kemudian memfitnah pejabat-pejabat Polri. “Dia telah menuduh dan telah menyebarkan video itu, bahwa jenderal ini dapat sekian, 3 kali saya setori. Kapolda terima sekian, kapolres, direktur dan sebagainya. Jadi dia benar-benar memfitnah,” ungkapnya.
“Tinggal Ismail Bolong pada pilihan, mau jadi tukang fitnah atau dia buka terus terang, memang benar adanya. Jika benar adanya, bisa jadi diringankan karena membongkar kejahatan yang dia ikut serta di dalamnya,” paparnya.
Ia melihat jika kasus ini tidak dibuka, tidak ditindaklanjuti maka Polri tersandera. Masyarakat sudah memberikan label kepada Polri selaku institusi bahwa petinggi-petingginya menjadi pelindung tambang liar, judi, narkoba, tukang rekayasa kasus. “Tetapi kalau Kapolri tegas, langsung menindaklanjuti, tidak lama ini tuntas kok. Langsung dinonaktifkan, langsung diperiksa. Kalau tidak terbukti, yang dinonaktifkan tadi, aktifkan lagi,” ujarnya.
“Saya kira Polri bisa menyidiknya. Kan ada KPK yang bisa dimintai bantuan,” bebernya.
Ia memandang bahwa kasus ini harus dituntaskan. Dengan menuntaskan penyelidikan ini, maka akan mengangkat kepercayaan masyarakat kepada Polri. Masyarakat akan percaya, Kapolri tidak main-main. “Kapolri itu simbol institusi. Jadi kalau masyarakat percaya sama Kapolri maka kepercayaan kepada Polri akan meningkat,” jelasnya.
Menurutnya, kenapa tambang liar ini selama 12 tahun bahkan 20 tahun tidak tuntas. Karena pemerintah berlindung di balik UU Pertambangan, UU No. 4 tahun 2020. Dalam UU tersebut ada klausa tambang rakyat tetapi tidak mungkin dilaksanakan. Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuat aturan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh tambang rakyat.
Tambang rakyat hanya 1-5 hektare, kemudian izinnya harus dikeluarkan oleh menteri, mungkin didelegasikan kepada dirjen. Kemudian persyaratannya yang tidak mungkin bisa dipenuhi. Harus ada analisa dampak lingkungan, peta topografi, peta tetek bengek, kemudian diajukan lagi ke gubernur, lewat provinsi dan provinsi ke menteri. “Rakyat di desa itu buta huruf, kebanyakan. Kalau sekolah mungkin SD. Disuruh ngurus kayak gitu. Makanya Sampai saat ini hampir tak ada tambang-tambang rakyat,” ungkapnya.
“Rakyat miskin adalah yang di sekitar pertambangan. Tanahnya digali, tambangnya dibeli murah, batu baranya diambil. Mereka dapat debu,” mirisnya.
Kalau mau menghilangkan tambang liar. Apa caranya? Aturannya direvisi, kemudian biarkan rakyat menambang, pungut pajak, pungut reklamasi, pungut dana distribusi. “Jangan buat aturan di atas langit, buatlah aturan yang membumi. Jadi tambang ini tambang legal, yang menikmati betul-betul rakyat. Pemilik tanah,” tandasnya.[] Ajira