Mediaumat.news – Menanggapi beberapa kapal dari Cina dan Amerika yang melintas di perairan Natuna Indonesia, Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara mengingatkan kepada para pemimpin negeri ini agar mengadopsi Islam sebagai fondasi dalam sistem pertahanan maritim.
“Jikalau penduduk negeri ini beriman termasuk para pemimpinnya sudah sepantasnya mengadopsi Islam sebagai fondasi dalam sistem pertahanan maritim kita,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Rabu (6/10/2021).
Menurutnya, Kepulauan Natuna adalah satu-satunya pulau terdepan yang secara geopolitik berbatasan dengan delapan negara. “Letak Pulau Natuna juga sangat strategis karena dekat dengan Laut Cina Selatan, yakni kawasan yang paling vibrant di Asia Pasifik hari ini,” ujarnya.
Di samping banyak teori-teori Barat soal militer, Fika mengatakan, sesungguhnya Islam memiliki khazanah yang kaya dalam hal pertahanan. “Dalam pandangan Islam, Natuna merupakan tanah ribath laut. Ribāth didefinisikan sebagai aktivitas tinggal berjaga-jaga di tapal batas (tsaghr) untuk menguatkan agama dan melindungi kaum Muslim dari kejahatan orang-orang kafir. Tsaghr adalah semua tempat yang berbatasan dengan musuh, penduduknya menakut-nakuti musuh dan musuh pun menakut-nakuti mereka,” jelasnya.
Oleh sebab itu, menurutnya, menjaga perbatasan negeri sangatlah penting dalam kacamata politik pertahanan Islam dan terdapat keutamaan untuk melakukan penjagaan di wilayah ini. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (QS Ali Imran 200).
“Selain di perbatasan, keutamaannya berlipat karena tapal batas itu berada di laut, pahalanya 10x lipat daripada darat. Rasulullah SAW bersabda: ‘1x berperang di lautan itu lebih baik dari 10x berperang di daratan. Orang yang berlayar di lautan [dalam jihad] adalah seperti orang yang telah mengarungi seluruh lembah [daratan]…’” bebernya mengutip HR al-Hakim dan At-Thabarani.
“Dan momen dirgahayu TNI 5 Oktober adalah momen yang pas untuk merenungkan ini!” pungkasnya.[] Achmad Mu’it