Mediaumat.news – Meski dari sisi spirit diapresiasi positif, namun Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto juga memberikan tiga kritikan terkait rencana pemerintah menarik zakat PNS Muslim.
“Dari segi spirit itu sebuah langkah yang sangat bagus karena zakat itu bagian dari kewajiban Muslim yang mampu. Potensi zakat juga besar, sekitar 260-300 triliun. Lalu digunakan dengan benar tentu akan memberikan efek ekonomi yang tidak kecil dan pasti akan sangat menolong fakir miskin,” ujarnya kepada mediaumat.news, Selasa (6/2/2018) di Bogor.
Hanya saja untuk pelaksanaan rencana tersebut menurut Ismail ada beberapa hal yang harus dikritisi. Pertama, penarikan zakat tersebut kewajiban atau sukarela? Disebutkan Kemenag Lukman sebagai sukarela. Padahal yang benar itu kewajiban. Padahal seharusnya negara itu memang menempatkan diri sebagai pelaksana kewajiban itu.
“Kalimat khudz min amwaalihim shadaqah (QS At-Taubah: 103) ambillah zakat dari sebagian harta mereka, tidak bisa dimaknai lain bahwa itu adalah kebijakan yang bersifat memaksa (wajib),” tegasnya.
Kedua, perlu diperhatikan pula apakah ini sudah sesuai dengan nishab dan haul-nya? Karena kalau zakat mal (harta) itu dipungut setahun sekali sedangkan, Kemenag menyebutkan dipotong (diambil) setiap bulan. Diambil setiap bulan kan masih kontroversi, yang membolehkan setiap bulan meng-qiyas-kan dengan petani yang diambil zakatnya setiap panen. Ini pegawai negeri, kata mereka, kan bisa dikatakan panen (gajian) sebulan sekali.
“Nah, ini menurut saya persoalan fikih yang harus clear dulu,” ungkapnya.
Ketiga, soal pemanfaatan. Zakat itu peruntukannya jelas hanya untuk delapan asnaf (golongan) saja, tidak boleh dialokasikan untuk yang lain. Kalau untuk asnaf fakir dan asnaf miskin benar, tapi kalau untuk di luar delapan golongan itu, misalnya untuk infrastruktur itukan salah.
“Sebab kita tahu, belum lama ini juga pemerintah menggunakan dana haji untuk infrastruktur. Jadi jangan sampai dana zakat diperlakukan seperti dana haji,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo