Jokowi Tawarkan Investasi IKN ke Cina, Pengamat: Gegabah dan Sembrono
Mediaumat.id – Menanggapi langkah Presiden Jokowi menawarkan investasi 34.000 hektar lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara kepada perusahaan-perusahaan China dinilai pengamat kebijakan publik, Rif’an Wahyudi sebagai langkah yang gegabah, sembrono, dan tidak tepat.
“Tawaran tanah seluas 34.000 hektar kepada asing tentu kalau kita tidak mewaspadainya maka ini adalah sebuah langkah gegabah, langkah yang sembrono. Kalau dikatakan ya tidak tepat,” tuturnya dalam acara Kabar Petang “Loh! Kok 34.000 Ha Lahan IKN Ditawarkan ke Pengusaha China” di kanal Youtube Khilafah News, Senin (31/7/2023).
Menurutnya, selain tidak tepat, langkah tersebut juga tidak menguntungkan dan berbahaya. “Dengan tawaran ini tentu bagi kedaulatan dan geopolitik Indonesia itu adalah bahaya. Belum dari aspek yang lain, lingkungan hidup kemudian masyarakat adat menjadi sesuatu yang sangat tidak menguntungkan,” terangnya.
Rif’an juga menilai tawaran investasi kepada asing untuk membangun IKN tanda pemerintah panik yang langkah-langkahnya menjadi tidak terukur, karena memang beberapa harapan tidak sesuai dengan rencana. Di awal mengalami kesulitan pembiayaan sehingga akhirnya diobral murah kepada asing.
“Mulai dari investasi awal yang ternyata juga zonk (nol besar). Ada plan B dan plan C itu pun ternyata gagal semua. Siapapun itu akan merasa panik apalagi sudah diingatkan berapa banyak pihak juga tentang ketidaklayakan,” ujarnya.
Meski demikian menurutnya, pemerintah tetap saja melanjutkan proyek IKN. “Banyak yang memberikan masukan tapi kemudian pemerintah tetap keukeuh karena ini proyek mercusuar yang lebih banyak aroma pencitraannya sebetulnya,” bebernya.
Pengamat kebijakan publik ini pun mengungkapkan bahwa pada akhirnya APBN dimasukkan dalam skema pembiayaan. “Nah, ini tentu membebani APBN Indonesia karena posisi dalam saat ini tidak sedang surplus, pertumbuhan ekonomi juga semua melambat pasca Covid kemudian apalagi dunia banyak inflasi di seluruh dunia termasuk kawasan kawasan Asia Pasifik,” paparnya.
Ia menilai seharusnya pemerintah melakukan perhitungan yang mendalam. “Sebenarnya boleh, siapa yang melarang untuk membuat ibu kota negara baru tapi harus dengan hitungan-hitungan yang cermat dari studi kelayakan,” pungkasnya. [] Lussy Deshanti