Jokowi Sebut Negara Tak Boleh Kalah, Rocky Gerung: Rezim Panik, Legitimasi Anjlok!

Mediaumat.news – Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan negara tidak boleh kalah, Pengamat Politik Rocky Gerung menilai bahwa rezim dalam keadaan panik karena legitimasinya merosot.

“Inilah contoh dari kemampuan kekuasaan mengolah negara di dalam keadaan kepanikan karena legitimasi berkurang bahkan merosot lalu dicari cara negara tidak boleh kalah,” ujarnya dalam acara Indonesia Leaders Talk yang ditayangkan di kanal YouTube Trilogi TV, Jumat (18/12/2020).

Menurutnya, narasi yang dihidupkan dari istana bahwa negara tidak boleh kalah atau dengan kata lain negara harus menang adalah kedunguan pertama dari kekuasaan.

“Dari mana ada diktumnya bahwa negara tidak boleh kalah? Negara itu adalah part di dalam sistem hukum kita. Kalau negara bikin kesalahan, terus negara bilang kita tidak boleh kalah, kita harus menang maka segala cara akan dipakai untuk memenangkan negara,” ungkapnya.

“Itu yang diucapkan Presiden Jokowi. Dan tidak ada ahli hukum yang membahas itu kecuali Prof. Suteki soal Gustav Radbruch,” imbuhnya.

Ia mengatakan bahwa asal usul dari istilah negara tidak boleh kalah berasal dari Jerman ketika Jerman dihuni dan dikendalikan oleh Hitler.

“Di zaman Nazi-lah prinsip itu diucapkan. Negara tidak boleh kalah. Waktu pemimpin-pemimpin Nazi mulai diadili pada tahun 1946, Gustav Rabruch yang diterangkan Prof. Suteki tadi datang dengan dalil yang terbalik bahwa hukum positif negara itu isinya adalah kejahatan karena itu harus dibalik prinsipnya,” bebernya.

Menurutnya, ketika presiden bilang negara tidak boleh kalah maka seluruh aparat menganggap negara harus dibenarkan. “Ini masalahnya. Itu artinya presiden abuse of judicial power, abuse judiciary yang menghina pengadilan karena dia mendahului pengadilan,” ujarnya.

Ia menilai dasar pikiran ini yang tidak dimengerti oleh para pembisik Presiden Jokowi. “Mereka tidak paham logic dari negara tidak boleh kalah. Mereka tidak paham tentang sejarah hukum. Sebenarnya ini duduk perkaranya. Jadi, prinsip negara tidak boleh kalah itu adalah positivism in optima forma yakni pemberlakuan pasal hukum positivistik di tingkat yang paling tinggi,” jelasnya.

Dari pernyataan tersebut, ia mempertanyakan keberadaan pengadilan dalam menjamin keadilan. “Kalau begitu buat apa ada pengadilan? Kalau presiden bilang negara tidak boleh kalah. Jadi yang mesti dikalahkan siapa? Rakyatnya? Kan ini otak yang tidak lengkap masuk di dalam pembicaraan publik lalu semua anggap itu benar. Prinsip bahwa hukum itu menjamin keadilan, artinya masukan ke pengadilan. Bukan negara tidak boleh kalah. Negara bisa dikalahkan di pengadilan,” bebernya.

“Ini logika begini kok enggak pernah diajarin. Ini simple logic sebetulnya. Jadi, kita di situ sebetulnya dalam keadaan stateism, negaraisme yakni segala sesuatu negara harus dibenarkan,” tambahnya.

Menurutnya, tidak ada urusan negara dengan pemerintah. Pemerintah tidak boleh menganggap ia adalah negara. “Itu sama artinya dia menjadi seperti Louis XIV yang mengungkapkan ‘L’État c’est moi’ artinya aku adalah negara. Negara tidak boleh kalah karena aku tidak boleh dikalahkan,” ujarnya.

“Jadi, pikiran semacam ini yang membuat kita buruk di dalam menghadapi soal-soal keadilan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: