Jokowi Janji Tuntaskan Kasus HAM Berat, Aktivis: Pengadilan Pembunuh Laskar FPI Saja seperti Dagelan
Mediaumat.id – Komitmen Presiden Joko Widodo yang akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dengan mengedepankan keadilan, yang diucapkan bertepatan dengan Hari HAM Sedunia Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, dinilai Aktivis Gerakan Islam Ahmad Khozinudin hanya akan menambah janji dari banyaknya janji yang sudah diumbar.
“Sudahlah, enggak usah banyak janji-janji. Jangankan pelanggaran HAM berat, kasus yang lama-lama, seperti kasus pelanggaran Talang Sari (1989), kematian Munir (2004), termasuk enam laskar FPI (akhir 2020) saja proses hukumnya seperti dagelan,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (10/12/2021).
Pasalnya, lanjut Ahmad, untuk kasus pembunuhan enam laskar FPI saja, proses hukumnya ternyata tidak diselenggarakan dengan peradilan HAM sebagaimana diatur UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pelanggaran HAM Berat.
“Negara bukannya mendorong itu diselesaikan dengan (peradilan) pelanggaran HAM berat, justru negara hanya memprosesnya dengan peradilan biasa,” tuturnya.
“Wong (kasus) Munir (korbannya) satu orang saja, dia masuk kategori pelanggaran HAM berat. Apalagi ini enam laskar, enam nyawa,” imbuhnya.
Meski dua dari tiga tersangka polisi, karena satu tersangka meninggal dunia, sudah didakwa pasal pembunuhan dan penganiayaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Ahmad tetap menyesalkan dengan tidak ditahannya tersangka.
“Yang ditaruh menjadi terdakwa cuma dua biji orang. Itu pun tidak ditahan. Masak kasus pembunuhan kok tidak ditahan. Jadi, lip service saja itu Presiden Jokowi,” tandasnya.
Padahal, bukti pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, lantas kemudian dikenal dengan tragedi KM 50 itu telah diakui Polda Metro Jaya.
Maka itu ia pun menyebut, proses hukum pelanggaran HAM berat di era Jokowi bukan hanya jalan di tempat, tetapi bahkan tidak jalan.
Kebebasan Berserikat
Di sisi lain, pelanggaran HAM juga terjadi berkenaan dengan kebebasan berekspresi, berserikat, berkumpul maupun mengeluarkan pendapat. “Kebebasan berserikat itu yang sebagian diatur pasal 28 tidak dijalankan oleh Jokowi dengan pembubaran FPI dan pencabutan Badan Hukum Perkumpulan HTI,” terangnya.
Persisnya Pasal 28E angka 3 pada perubahan/amandemen kedua di tahun 2000, UUD 1945 yang berbunyi, ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.’
Terkait itu, sambung Ahmad, juga sudah banyak tokoh-tokoh yang telah ditangkap. Termasuk Habib Muhammad Rizieq Syihab (HRS) dan para aktivis lainnya.
Sebut saja Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan. Atau bahkan Deklarator KAMI Anton Permana yang menurut Ahmad juga tak luput dari incaran rezim. “(Sehingga) nyaris pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM itu banyak terjadi di era Joko Widodo,” pungkasnya.[] Zainul Krian