Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Jurnalis Senior: Masyarakat Harus Lakukan Tekanan
Mediaumat.id – Jurnalis Senior Mujiyanto mengingatkan masyarakat agar melakukan tekanan atas aturan ekspor pasir laut yang dibuka kembali oleh Presiden Jokowi.
“Masyarakat harus melakukan upaya tekanan untuk menjadikan aturan ini tidak semena-mena diberlakukan. Kalau tekanan politiknya kuat, biasanya juga enggak jadi, tergantung dari masyarakat,” tuturnya dalam Live Streaming ‘Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Pulau Kecil Tenggelam, Demi Apa? di kanal YouTube Pakta Channel (Pusat Analisis Kebijakan Strategis), Senin (12/6/2023).
Mujiyanto mengatakan sekarang ini masyarakat sudah mulai bersuara. “Semua lagi teriak, di Riau ada nelayan tradisional dia teriak, para aktivis lingkungan juga teriak. Kalau undang-undang ini atau peraturan PP ini diterapkan dengan kondisi yang kayak begini, pasti yang akan hancur lingkungan itu sendiri,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengingatkan, kalau ini diteruskan akan semakin rusak lingkungan itu. “Tentu ini merugikan para nelayan. Nelayan punya hak untuk bisa menikmati laut sebagai harta milik umum. Mestinya tidak boleh dialokasikan khusus ke perusahaan-perusahaan. Dan kalau sudah ada perusahaan di situ, meskipun mungkin nelayan boleh ke situ, faktanya jauh, habislah biota laut. Biasanya satu trip itu nelayan bisa mendapatkan minimal 45 kg. Kalau sudah di daerah yang ditambang itu, dia hanya bisa dapat 5 kg. Artinya, ini menurunkan pendapatan dari nelayan-nelayan yang memang menggantungkan hidupnya di lautan,” bebernya.
Di sisi lain, menurutnya, ini justru membesarkan negara lain yaitu Singapura. “Dengan areanya lebih luas, dia semakin kuat. Sementara kita sendiri tidak mengembangkan diri untuk negeri kita sendiri. Teman-teman dari perikanan dia katakan bahwa ngapain kita ngurusi ekspor pasir, sementara potensi perikanan kita lagi bagus, lagi meningkat tinggi. Kenapa tidak ditingkatkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kenapa justru pasir-pasiran begitu,” sesalnya.
Ia menceritakan, 20 tahun lalu kerusakannya sudah sangat luar biasa. “Jadi ada sebuah kajian dari IPB, Pusat Kajian Sumber Daya Pasir dan Lautan (PKSPL); ‘keuntungan satu persen dari ekspor pasir laut itu untuk memulihkannya itu butuh lima persen.’ Jadi untuk memulihkannya itu jauh lebih sulit untuk mengembalikan ekosistem laut itu ke posisi semula,” tuturnya.
Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini, katanya, sebenarnya dari manusia sendiri, dari tangan-tangan manusia yang telah semena-mena terhadap alam ini dan dampaknya nanti pasti akan jatuh kepada manusia sendiri.
“Manakala kita tidak ikut andil untuk mencegah itu. Karena itu penting bagi kita untuk melakukan terus amar ma’ruf nahi mungkar dan mengaitkan semua aktivitas kita ini dengan urusan-urusan ketakwaan kita,” ucapnya.
Jadi, terangnya, inilah bukti nyata bahwa tanpa adanya unsur ketakwaan di tangan pemimpin dan juga di tangan umat, kerusakan akan semakin menjadi-jadi.
“Kalau sudah penguasanya rusak, kitanya juga diam, kita juga ikut rusak dan kalau sudah rusak semua maka musibah itu akan bisa menimpa siapa saja termasuk orang shalih yang ada di dalamnya. Tapi dia diam saja terhadap kerusakan ini, karena itu apa yang kita bisa lakukan kita lakukan untuk mencegah kemungkaran itu,” jelasnya.
Menurutnya, penguasa harus menggunakan kekuasaan dengan tangannya untuk mencegah terjadinya kerusakan atau kemaksiatan.
“Kalau tidak ya kita gunakan lisan kita, dan paling minim kita tolak dengan hati kita dan itu adalah selemah-lemah iman. Dalam kacamata kita sebagai Muslim tentu kita tidak ingin menjadi orang yang lemah imannya. Kita minimal harus meningkatkan untuk kemudian bersuara mencegah kemungkaran itu dengan mengingatkan khususnya para penguasa agar dia tidak semena-mena dan agar dia menjaga alam, menjaga umat, menjaga masyarakat agar keberkahan itu turun dari langit dan dari bumi,” tutupnya.[] Abi Bahrain