Mediaumat.info – Pasca-penutupan konferensi Palestina oleh kepolisian Jerman, Ghassan Abu Sittah, seorang ahli bedah Inggris-Palestina menilai, otoritas Jerman sebagai bagian pelaku kejahatan genosida atas Gaza dengan segala intimidasi terhadap para saksi seperti kepada dirinya.
“Inilah yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan. Mereka mengubur bukti, dan membungkam atau melecehkan atau mengintimidasi para saksi,” ujarnya dalam sebuah pemberitaan yang dikutip media-umat.info, Ahad (14/4/2024).
Dikutip dari middleeasteye.net, (13/4), sebagai anggota geng yang telah melakukan kejahatan keji, Jerman melakukan tindakannya dalam kejahatan tersebut, yaitu memastikan adanya impunitas penuh dan agar genosida dapat terus berlanjut tanpa henti.
Bahkan Abu Sittah mencatat pada hari Jumat bahwa Jerman saat ini sedang membela diri di Mahkamah Internasional atas tuduhan yang diajukan oleh Nikaragua bahwa Berlin terlibat dalam genosida atas dukungannya terhadap entitas penjajah Yahudi.
Dengan kata lain, Ghassan Abu Sittah, yang menghabiskan berpekan-pekan di Gaza merawat korban perang dengan entitas penjajah Yahudi, menuduh Jerman sebagai ‘kaki tangan genosida’ setelah ia ditolak masuk untuk mengambil bagian dalam sebuah konferensi, yang kemudian ditutup oleh ratusan petugas polisi Jerman tersebut.
Masih dari middleeasteye.net, Abu Sittah menjelaskan keadaan deportasinya.
“Pagi ini, pada jam 10, saya mendarat di Berlin untuk menghadiri konferensi tentang Palestina, saya diminta, bersama dengan banyak orang lainnya… untuk memberikan bukti saya tentang 43 hari yang saya lihat di rumah sakit di Gaza, bekerja di Rumah Sakit al-Shifa dan al-Ahli,” katanya.
Untuk diketahui, pada awal-awal pekan setelah Zionis Yahudi memulai serangannya, Abu Sittah adalah perwakilan tidak resmi para dokter dan ahli bedah Palestina berbahasa Inggris yang merawat warga Palestina yang terluka akibat serangan.
Namun, sejak meninggalkan Gaza pada akhir November, dokter tersebut telah meningkatkan kesadaran tentang dampak perang yang telah menewaskan lebih dari 33.600 warga Palestina.
Semisal, dari keterangannya seputar penggunaan fosfor putih yang ilegal oleh militer Zionis Yahudi di daerah padat penduduk seperti Gaza, dan dengan sengaja menargetkan anak-anak.
Diakui Jerman Sendiri
Lantas terkait Jerman yang ia sebut terlibat dalam upaya genosida atas warga Gaza, diakui sendiri oleh Jerman yang pernah menyatakan dukungan terhadap Zionis Yahudi, bahkan sejak dimulainya perang 6 bulan lalu. Jerman mengklaim mempunyai tugas khusus untuk melindungi entitas penjajah Yahudi karena warisan Holocaust yang saat itu Nazi membunuh enam juta orang Yahudi.
Seperti halnya pada bulan Oktober, Kanselir Federal Olaf Scholz mengatakan, “Keamanan Israel adalah bagian dari alasan Jerman.”
Ditambah, di dalam negeri sendiri, pemerintah Jerman telah membungkam ekspresi solidaritas terhadap penderitaan rakyat Palestina. Pun terhadap pendanaan telah ditarik dari lembaga-lembaga kebudayaan yang menyatakan simpati terhadap para korban serangan Zionis Yahudi di Gaza dan terdapat pembatasan terhadap demonstrasi dukungan publik.
Tak hanya itu, beberapa pejabat lokal di negara bagian tersebut menuntut orang asing yang ingin naturalisasi, mengakui keabsahan wilayah Zionis Yahudi sebelum diberikan kewarganegaraan.
Berikutnya, pada Maret, Berliner Sparkasse Bank, bank milik negara, membekukan rekening Jewish Voice, kelompok Yahudi yang mengadvokasi hak-hak warga Palestina, dan menuntut organisasi tersebut menyerahkan daftar keanggotaannya.
“Pada tahun 2024, uang Yahudi (penentang Zionis Yahudi) sekali lagi disita bank Jerman: Berliner Sparkasse,” ungkap Jewish Voice dalam pernyataan di platform media sosialnya.
Bahkan menurut data kementerian perekonomian negara tersebut, Jerman adalah salah satu pemasok senjata terbesar entitas penjajah Yahudi, menjual peralatan dan senjata tahun lalu senilai 326,5 juta euro ($353,7 juta) pada tahun 2018. [] Zainul Krian