Jerat Krisis Ekonomi, Mesir Memasuki Terowongan Gelap

Ada krisis ekonomi kronis yang menimpa rakyat Mesir selama beberapa dekade. Akan tetapi krisis itu tengah menghantam Mesir dengan cara yang kuat dan berbahaya sejak awal tahun 2020 M, akibat perkembangan berikut:

Pertama: Anjloknya harga minyak telah menyebabkan penurunan tajam transfer uang yang dikirim oleh para pekerja Mesir di wilayah Teluk ke negara mereka, yang jumlahnya sekitar 3 juta. Sedang volume transfer uang orang Mesir pada tahun 2019 berjumlah sekitar 26 miliar dolar. Sehingga tidak ada keraguan bahwa banyak orang Mesir yang telah kehilangan pekerjaan mereka di negara-negara Teluk selama periode ini, dan mereka terpaksa kembali ke negara mereka.

Kedua: Mandeknya sektor pariwisata secara total karena penyebaran virus Corona, juga merupakan kondisi yang telah menyebabkan kerugian besar dalam pendapatan ekonomi Mesir. Pariwisata di Mesir adalah sumber daya yang sangat penting dalam hal masuknya mata uang asing dan pekerjaan. Sementara pendapatan pariwisata pada tahun lalu mencapai 12,6 miliar dolar, namun jumlahnya mendekati nol pada tahun 2020.

Ketiga: Selama periode penyebaran Corona, ada penarikan besar-besaran modal dari ekonomi Mesir yang telah melemah, dan penarikan ini diperkirakan sekitar 8,5 miliar dolar.

Keempat: Perlambatan kegiatan ekonomi global akibat Corona, mengurangi pendapatan Terusan Suez, yang berjumlah 5,8 miliar dolar pada 2019.

Sementara itu utang luar negeri Mesir telah melonjak sebesar 145% sejak Al-Sisi berkuasa, sebab pada pertengahan 2014 tidak melebihi 46 miliar dolar, namun pada akhir Desember tahun lalu sudah mencapai 112,67 miliar dolar. Perkiraan total bunga utang publik yang harus dibayar kembali terkait pinjaman dalam dan luar negeri dalam rancangan anggaran umum untuk tahun fiskal berikutnya 2020/2021, sekitar 566 miliar pound. Bank Sentral Mesir mengumumkan pada 7 Juni bahwa cadangan devisa di negara itu turun menjadi 36,0037 miliar dolar pada akhir Mei, dan cadangan moneter di Mesir telah mencapai tingkat tertinggi pada Oktober 2019, dan mencapai 45,246 miliar dolar, sebagai cadangan tunai yang digunakan untuk membayar nilai impor dan cicilan utang luar negeri negara. Mesir telah menyetujui pinjaman baru dari Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 5,2 miliar dolar pada awal bulan ini. Ini adalah pinjaman kedua dari IMF sejak awal krisis virus Corona, yang telah dicairkan pada Mei lalu, 2,7 miliar dolar.

Dan pada awal Mei lalu, parlemen Mesir menyetujui amandemen undang-undang untuk mengembangkan sumber daya negara sekitar 15 miliar pound per tahun (955,4 juta dolar) dengan meningkatkan biaya yang dikenakan pada beberapa layanan dan sejumlah pungutan baru lainnya di tengah pandemi virus Corona. Biaya yang ditingkatkan nilainya termasuk layanan real estat bulanan, pembelian dari pasar bebas, pesta dan layanan hiburan yang diadakan di hotel dan tempat-tempat wisata, sebab pemerintah juga memperkenalkan biaya pada perangkat seluler dan semua yang dibutuhkannya sebesar 5% dari nilainya, di samping 2,5% dari nilai tagihan internet untuk perusahaan dan berbagai tempat usaha, bersama dengan biaya lainnya yang dikenakan pada tembakau mentah, bensin, dan solar.

Sehingga  jelaslah bahwa solusi yang ditawarkan oleh pemerintah adalah pengulangan solusi sebelumnya yang tidak berhasil mengeluarkan Mesir dari terowongan gelap yang dimasukinya, yaitu, meneruskan kebijakan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang membawa Mesir ke dalam siklus akumulasi utang dan bunga berganda sejak tahun 1970-an. Utang-utang ini selalu dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yang keras dari dua lembaga kolonial internasional ini, yang membuat ekonomi Mesir tergadaikan pada keinginan dan ambisi negara-negara kolonial. Ketentuan-ketentuan itu tidak membuat negeri manapun mengarah pada kebangkitan ekonomi yang nyata, melainkan mengarah pada peningkatan pajak, penghapusan subsidi pada komoditas dasar, dan tingginya harga. Semua inilah yang mereka sebut dalam kamus mereka dengan “rasionalisasi pengeluaran”, sehingga orang miskin menjadi semakin miskin! Inilah solusi yang mereka tawarkan untuk keluar dari krisis.

Semua solusi ini diambil dari sistem kapitalis Barat, yang merupakan inti dari semua momok dan malapetaka. Tidakkah sistem ini dengan mekanisme, hukum, dan pornografi keuangannya mengarah pada upaya untuk membiarkan kebebasan kreasi kapitalis dan spekulan jahat, untuk memonopoli lebih banyak uang dan memperbesar kekayaan mereka dengan mengorbankan rakyat jelata? Bukankah sistem ini di negara-negara pusat kapitalis—seperti Amerika Serikat dan Eropa—mengarah pada krisis ekonomi yang lebih parah?! Lihatlah Amerika, yang konon memiliki ekonomi terbesar di dunia, telah jatuh ke dalam krisis ekonomi yang menghancurkan sebagai akibat dari mekanisme sistem ekonomi kapitalisnya, dan akan disusul oleh semua negara di dunia untuk menjadi mangsa krisis ini juga.

Sementara alasan kegagalan semua solusi dan rencana ini dalam menghidupkan kembali ekonomi dan mengatasi krisis adalah bahwa ia diambil dari sistem yang sama yang menciptakan dan menyebabkan krisis tersebut, yaitu sistem kapitalis. Jadi, mereka itu lepas dari mulut harimau, masuk kedalam mulut buaya. Bahkan mereka para pemikir Barat sendiri dan pakar kapitalis mereka mempertanyakan kemanjuran solusi yang ditawarkannya. Mereka mengatakan bahwa jika solusi ini berhasil, maka itu hanya akan berkontribusi untuk menunda keruntuhannya saja. Sementara jika untuk memecahkan masalah secara radikal, maka inilah yang tidak akan pernah berhasil dilakukan.

Sesungguhnya, Kami di Hizbut Tahrir menyerukan perubahan mendasar terkait cara penyelesaian krisis. Solusinya tidak mungkin dari dalam lingkaran ekonomi kapitalis di mana kita berada, yang telah menyebabkan kemunduran yang mengerikan ini. Akan tetapi, harus menghancurkan tembok pemikiran di mana kita terkurung di dalamnya, dan mencari solusi dari luar lingkaran ini. Begitulah kondisi yang harus ada pada setiap pemikir dan intelektual yang tengah mencari solusi radikal untuk masalah apa pun. Kami, sebagai partai politik, yang memahami Islam sebagai ideologi yang komprehensif bagi kehidupan, yang darinya dibangun semua sistem yang memandu kehidupan manusia di dunia ini secara tepat dan khas. Kami menyerukan kepada seluruh umat manusia—Muslim dan non-Muslim—untuk mempelajari Islam ini dan sistem ekonominya dengan mendalam dan menyeluruh, untuk menemukan kehebatan agama ini dan keagungan solusi yang diberikannya, serta keakuratannya. Sehingga semua mengerti dan menyadari bahwa Islam ini adalah satu-satunya sistem yang membawa solusi yang tepat untuk semua masalah umat manusia, dan bahwasannya tidak ada penyelamat atau penolong untuk keluar dari semua masalah kecuali dengan menerapkannya secara komprehensif dalam semua urusan kehidupan.

Sungguh menyedihkan bahwa kita umat Islam yang memiliki ideologi ilahi yang luar biasa ini dalam menyelesaikan masalah kita di tanah Kinana justru menggunakan sistem buatan manusia yang sakit, yang terbukti gagal di antara para pembuatnya sebelum yang lainnya. Sehingga yang terbaik bagi kita adalah kembali pada Islam kita yang agung untuk memahaminya dan menjadikannya dasar bagi semua solusi atas  setiap masalah kita. Merupakan kesalahan keji, yaitu apa yang banyak orang pikirkan bahwa sistem ekonomi dalam Islam hakikatnya adalah sistem kapitalis yang tanpa riba. Sebab dasar-dasar sistem ekonomi dalam Islam sangat berbeda dari dasar-dasar sistem kapitalis. Dalam sistem ekonomi Islam ada jenis-jenis kepemilikan yang ditentukan oleh sifat benda yang menentukan kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan publik, atau kepemilikan negara, dan ada beberapa barang yang tidak akan pernah menjadi kepemilikan individu, baik menjadi milik perusahaan maupun milik individu, seperti sumur minyak dan gas, serta kekayaan berlimpah di perut bumi. Tentu saja, pembagian seperti ini tidak dikenal oleh sistem kapitalis. Juga tidak ada kebebasan kepemilikan dalam Islam. Sebab kepemilikan dalam Islam dibatasi dengan lima sebab yang ditentukan oleh syara’. Hal ini berbeda dengan kapitalisme, yang mengizinkan kepemilikan dengan cara apa pun, baik melalui riba, judi, cara-cara keji, atau cara-cara kotor lainnya. Sementara sistem ekonomi Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan syariah. Sistem Islam ini menghasilkan solusi untuk semua masalah ekonomi di dalam negara yang merupakan bagian dari sistem Islam yang lengkap dan sempurna. Mengingat sistem Islam adalah struktur yang terintegrasi secara terpadu, dan bukan struktur tambal sulam yang diambil dari sana sini!

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS al-A’raf [7] : 96). [Hamid Abdul Aziz]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 2/7/2020.[]

Share artikel ini: