Jenderal Tito Diminta Jaga Ucapannya soal Politisasi Rohingya

Pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahwa krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar banyak dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyerang Presiden Joko Widodo, dianggap telah di luar kapasitasnya sebagai aparat penegak hukum.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendro Satrio menilai pernyataan itu tidak tepat dan terkesan dilontarkan sebagai upaya membela atasannya, Presiden Jokowi.

“Padahal itu bukan ranah dia (Tito) untuk mengomentari itu. Harusnya dia menjaga komunikasi politiknya. Mungkin dia memang semata-mata membela bosnya, pimpinannya, Presiden Jokowi,” ujar Hendro kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/9).

Tito melontarkan tudingan itu kemarin di Mabes Polri. Dia menyatakan hal itu berdasarkan hasil analisis menggunakan perangkat lunak (software) terhadap media sosial Twitter.

Kelompok tertentu di Indonesia memanfaatkan isu Rohingya untuk membangun sentimen antipati umat Islam terhadap pemerintahan Jokowi.

“Dari hasil penelitian (Software Opinion Analysist) isu ini lebih banyak dikemas untuk ‘digoreng’ menyerang pemerintah, dianggap lemah. Padahal pemerintah sudah lakukan langkah yang pas,” kata Tito.

Cara-cara yang dilakukan kelompok tersebut, menurut Tito, pernah digunakan dalam Pilkada Serentak 2017 untuk menyerang salah satu pasangan calon dan pemerintah.

“Sekarang ada isu baru yang kira-kira bisa dipakai untuk digoreng-goreng. Ini penelitian ini dari Software Opinion Analysist,” ujarnya.

Hendro mengatakan, pernyataan semacam itu mestinya dilontarkan oleh staf khusus atau juru bicara kepresidenan yang memang berkapasitas untuk membicarakan hal tersebut.

Apa yang dialami etnis Rohingya juga tak layak dikaitkan dengan politik kekuasaan dalam negeri mengingat itu adalah persoalan kemanusiaan dan bersifat internasional.

“Jadi bukan pada tempatnya dia bicara seperti itu,” katanya.

Hendro juga mengaku tak sepakat dengan tudingan Tito soal politisasi masalah Rohingya.

Ia menilai tak semua isu tentang Rohingnya di media sosial bertujuan menyerang Presiden Jokowi, seperti yang disampaikan Tito. Ia justru khawatir pernyataan jenderal bintang empat itu membuka ‘luka’ tentang kekerasan yang terjadi.

“Siapa tahu ada yang memang tulus sampaikan keprihatinan. Ini kok tumben Pak Tito komentar, biasanya dia komentar sesuai ranah yang dikuasai,” tutur Hendro.

Lebih jauh, Hendro menilai isu kekerasan pada etnis Rohingya tak akan banyak berpengaruh pada konstelasi politik di Indonesia.

Bahkan langkah pemerintah saat ini dinilai sudah tepat dengan menemui langsung pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, beberapa waktu lalu.

“Isu Rohingya ini sudah pada tempatnya kok. Pemerintah juga sudah menjawab. Saya rasa juga tidak akan mengganggu kondisi politik di Indonesia,” ucapnya.

Hendro menyadari siapa pun, termasuk Tito, bebas mengeluarkan pendapat. Hanya saja, dalam hal ini ada sejumlah aturan yang membatasi Tito dalam kapasitasnya sebagai Kapolri.[]

Sumber: cnnindonesia.com (6/9/2017)

Share artikel ini: