Jejak Syariah di Nusantara

Oleh: M. Ismail (Direktur ELSAD)

Sejak awal Bumi Nusantara punya hubungan erat dengan penerapan syariah Islam. Kesultanan Demak sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa sudah ada jabatan qadhi di Kesultanan yang dijabat oleh Sunan Kalijaga. De Graff dan Th Pigeaud juga mengakui adanya jabatan tersebut dengan Sunan Kalijaga sebagai pejabatnya. Di Kerajaan Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum di bawah pengaruh hukum Islam oleh Sultan Agung. Dialah yang mengubah peradilan pradata (Hindu) menjadi peradilan surambi karena peradilan ini bertempat di serambi masjid agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan ini dihukumi menurut Kitab Kisas yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung. Penghulu pada masa Sultan Agung itu mempunyai tugas sebagai mufti, yaitu penasihat hukum Islam dalam sidang-sidang pengadilan negeri, sebagai qadhi atau hakim, sebagai imam masjid raya, sebagai wali hakim dan sebagai amil zakat.

Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan pengharaman riba. Menurut Alfian, deureuham adalah mata uang Aceh pertama. Istilah deureuham dari bahasa Arab dirham. Beratnya 0,57gram kadar 18 karat diameter 1 cm, berhuruf Arab di kedua sisinya. Selain itu di Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297/1326) telah dikeluarkan mata uang emas yang ditilik dari bentuk dan isinya menunjukkan hasil teknologi dan kebudayaan yang tinggi. Secara umum di wilayah-wilayah Kesultanan Nusantara juga berlaku sistem kelembagaan kemitraan dagang (syarikah mufawadhah) dan sistem commenda atau kepemilikan modal (Arab: qirad, mudharabah, mugharadhah). Berbagai hukum tersebut adalah bagian hukum perekonomian Islam. Inilah yang menunjukkan penerapan sistem ekonomi Islam pada masa kesultanan-kesultanan di Nusantara.

Dalam bidang hubungan luar negeri, TW Arnold menyebutkan bahwa Sultan Samudera Pasai III, Sultan Ahmad Bahian Syah Malik az-Zahir cucu dari Malikus Saleh menyatakan perang terhadap kerajaan-kerajaan tetangga yang non-Muslim agar mereka tunduk dan diharuskan membayar jizyah atau pajak pada Kerajaan.

Dalam bidang keluarga dan sosial kemasyarakatan, Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan bahwa Malikus Saleh melaksanakan perintah yang dianjurkan ajaran Islam seperti merayakan kelahiran anaknya dengan melakukan aqiqah dan bersedekah kepada fakir miskin, mengkhitankan anaknya serta melakukan tatacara penguburan mayat mulai memandikan, mengkafani, sampai menguburkannya. Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari menulis buku Kitabun-Nikah yang khusus menguraikan tentang fikih muamalah dalam bidang hukum perkawinan berdasarkan fikih mazhab Syafii. Kitab ini telah dicetak di Turki. Uraian singkat kitab ini dijadikan pegangan dalam bidang perkawinan untuk seluruh wilayah Kerajaan.[]

Share artikel ini: