Oleh: Ainun D.N. (Muslimah Care)
Islam mengharamkan riba. Nash-nash syara’ telah mengharamkan riba dengan sangat keras. Nash-nash itu bersifat qath’i ats-tsubut (pasti sumbernya) dan qath’i ad-dilalah (pasti pengertiannya), tidak menyisakan ruang bagi ijtihad atau penakwilan. Nash-nash syara’ menetapkan siapa saja yang bertransaksi dengan riba sebagai orang yang akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 278-279)
Kerasnya pengharaman riba itu sampai pada tingkat dimana Rasulullah SAW melaknat pihak-pihak yang bertransaksi dengann riba. Dinyatakan dalam hadis sahih :
« لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤَكِلَهُ وَكاَتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ »
“Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan riba, penulisnya dan dua orang saksinya.”
Laknat adalah hilangnya dari rahmat. Siapa saja yang menelaah fakta perekonomian kapitalisme yang berdasarkan riba, apa yang menjadi akibatnya yaitu eksploitasi dan perbudakan akibat utang ribawi, lalu apa yang ditimbulkannya yaitu kesengsaraan dan penderitaan, maka ia akan memahami sejauh mana pengusiran dari rahmat bagi mereka yang bertransaksi dengan riba. Bahkan Barat yang kapitalis akhirnya mengerti bahwa bunga ribawi adalah faktor utama dalam krisis ekonomi mutakhir. Oleh karena itu mereka menyerukan penurunan tingkat suku bunga utang untuk mendorong pergerakan pasar. Seandainya mereka berakal niscaya mereka menghapus bunga secara total.
Maka dari itu, sistem keuangan dalamSistem Ekonomi Islam tidak mengenal bank dan lembaga kredit ribawi yang sudah masyhur dalam kapitalisme. Ketiadaan lembaga ribawi ini memiliki tiga dimensi dalam menjamin kehidupan perekonomian yang aman bagi kaum muslim:
Dimensi pertama, akan mengarahkan fokus kaum muslim kepada ekonomi produktif atau yang disebut sektor ekonomi riil. Dengan demikian barang dalam negara Khilafah akan banyak kuantitasnya, baik itu dalam produksi, impor maupun ekspor. Juga akan terjadi persaingan ketat di dalam aktivitas itu. Ini akan melindungi pasar dari menipisnya barang yang telah menimpa sistem sosialisme secara kronis. Hal itu juga menjadikan pasar negara Islam menjadi pasar yang memiliki kemakmuran yang tinggi.
Dimensi kedua, sistem ini melindungi kaum muslimin dan ahludz-dzimmah dari kerugian harta mereka karena riba. Sistem Islam ini menghancurkan apa yang terjadi di negeri-negeri kapitalisme, yaitu adanya dorongan yang kuat dan bermacam-macam yang mendorong masyarakat menggadaikan harta mereka pada bank dengan mendapat bunga tinggi. Dengan cara itu, melalui modal besar yang dihimpun dari masyarakat, bank-bank itu memiskinkan pihak lain melalui utang ribawi yang diberikan kepada institusi keuangan secara keseluruhan dari pasar lokal maupun internasional. Hal itu menjadikan manusia, setiap manusia, di dalam dan di luar negeri kepitalisme terutama bangsa-bangsa miskin berjatuhan di bawah cengkeraman utang ribawi. Akibatnya bertahun-tahun mereka harus hidup sengsara dan menderita untuk melunasi bunga utang yang terus menggunung. Alhasil sesungguhnya fakta utama yang bisa kita saksikan di negeri-negeri kapitalisme adalah adanya dominasi sektor perbankan terhadap seluruh sektor dan menghubungkan sektor-sektor lainnya dengan bank-bank itu dan sistem riba. Dari situ lahirlah berbagi krisis dan meletuslah berbagai risiko ekonomi. Semua itu sangat jauh dari sistem Islam dan tidak ada wujudnya di dalam realitas. Fenomena angka-angka selangit milik orang-orang superkaya di Amerika dan negara-negara Barat yang secara mendasar dihasilkan melalui riba dari harta masyarakat, tidak diakui oleh Sistem Ekonomi Islam. Harta kaum muslimin dan ahludz-dzimmah akan terjaga dengan sistem Allah yang telah mengharamkan riba dan menjauhkan manusia dari tipuan-tipuan perbankan ribawi yang telah terbongkar bahwa itu semua adalah fatamorgana dan hanya keahlian menipu. Tugas bank adalah memiskinkan manusia dan mendapatkan harta-harta mereka dengan jalan yang batil.
Dimensi ketiga, fenomena kebangkrutan yang terlihat pada bank-bank kapitalis dan menyisakan kelompok besar orang yang kehilangan harta mereka atau rekening mereka menguap. Fenomena itu akan jauh dari sistem Islam yang mengharamkan dan memerangi riba. Dengan demikian, sistem Islam menghalangi lintah darat dan melindungi harta masyarakat dari permainan para lintah darat itu. Dalam negara Islam tidak akan ada undang-undang yang melindungi bank-bank ribawi yang bangkrut dan perseroan-perseroan batil yang mengumumkan pailit agar dapat terus berjalan dalam kerusakannya dan perusakannya.
Maka, dengan menghalangi sistem riba dan mengharamkannya secara keras dan tegas, Islam telah menutup celah-celah yang memungkinkan masuknya krisis keuangan yang Anda kenal semua dalam kapitalisme pada masyarakat yang terikat dengan sistem Islam tersebut. Dengan itu kehidupan kaum muslimin akan tetap aman, kokoh dan kuat terhadap krisis.
Terlebih lagi, Islam telah mendorong saling memberi utang di antara kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda :
« مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَقْرِضُ مُسْلِماً قَرْضاً مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَةٍ مَرَّةٍ »
“Tidak ada seorang muslim yang mengutangi muslim lainnya sebanyak dua kali, kecuali pahalanya seperti bersedekah sekali.”
Ini bukan hanya pada level individu. Sesungguhnya di antara tugas berbagai institusi (direktorat) di negara Islam adalah menyediakan utang kepada para petani dan pemilik proyek, dalam kerangka program negara untuk mengembangkan perekonomian dan menjalankan berbagai kebijakannya untuk memerangi kemiskinan dengan menciptakan pasar-pasar kerja dan menjamin produksi barang. Tapi utang itu tidak ada hubungannya dengan riba.[]