Jangan Tledor Mengelola Kepemilikan Umum

Oleh: Aminudin Syuhadak (Direktur LANSKAP)

Sesungguhnya diantara hukum-hukum distribusi harta dalam Islam mencakup sebuah pemahaman yang unik, yaitu kepemilikan umum. Negara adalah pihak yang melindungi dan menjaga jenis kepemilikan itu sesuai dengan hukum-hukum syara’.

Kepemilikan umum bukan hanya mencakup fasilitas umum saja seperti jalan dan semisalnya. Melainkan juga mencakup apa yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam dua hadis sahih yang mulia :

« اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءٌ فِيْ ثَلاَثٍ: فِيْ الْمَاءِ، وَالْكَلَأِ، وَالنَّارِ »

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga jenis harta: air, padang gembalaan dan api.”

Termasuk dalam cakupan pengertian api, adalah seluruh jenis energi yang digunakan sebagai bahan bakar bagi industri, mesin, dan transportasi. Demikian pula industri gas yang digunakan sebagai bahan bakar dan industri batubara. Semua itu adalah kepemilikan umum.

Kedua, hadis Rasulullah SAW kepada Abyadh bin Hamal dimana Beliau tidak mengizinkannya memiliki tambang garam yang dia temukan dengan illat bahwa tambang garam itu merupakan al-mA’u al-iddu (bagaikan air mengalir). Hal itu seperti yang terdapat di dalam hadis Rasulullah SAW. Al-‘iddu artinya yang banyak dan tidak terputus. Ini mencakup berbagai tambang, baik padat seperti tambang tembaga, besi, emas, maupun cair seperti minyak bumi ataupun berbentuk gas seperti gas alam. Mencakup pula tambang permukaan tanah yang bisa dicapai tanpa banyak bantuan seperti garam, mutiara, dan semacamnya, atau tambang di dalam tanah yang tidak bisa dicapai kecuali menggunakan banyak bantuan seperti tambang-tambang dalam perut bumi. Semuanya merupakan kepemilikan umum. Negara Khilafah adalah pihak yang mengelola berbagai kekayaan itu baik eksplorasi, penjualan, maupun pendistribusiannya. Negara harus menjamin hak setiap warganya untuk menikmati haknya dalam kepemilikan umum tersebut.

Dalam perspektif Islam, Sumur-sumur minyak dan tambang-tambang logam di negara bukanlah milik negara seperti dalam sistem Sosialisme yang bisa dikelola negara sekehendaknya. Sumur-sumur minyak dan tambang-tambang logam itu juga tidak mungkin dimiliki oleh individu seperti yang terjadi di dalam sistem Kapitalisme yang memperbolehkan para kapitalis raksasa untuk memiliki sumber-sumber kekayaan melimpah itu sehingga menjadikan modal mereka lebih besar dari anggaran negara-negara.

Sesungguhnya kepemilikan umum tidak sama dengan kepemilikan negara dimana penguasa berhak mengelolanya untuk kepentingan negara. Kepemilikan umum itu adalah milik umat. Pemasukannya setelah dikurangi biaya didistribusikan kepada individu rakyat sejak mereka lahir. Begitu juga dibelanjakan untuk melindungi mereka dan menjadikan mereka sebagai kekuatan yang benar-benar diperhitungkan. Hal itu seperti belanja persenjataan dan untuk membangun kapasitas militer. Anda dapat membayangkan bagaimana angka-angka selangit dari pendapatan minyak dan tambang logam di negeri-negeri Islam akan mampu berkontribusi signifikan dalam mengentaskan dan memerangi kemiskinan jika negara mendistribusikan pendapatan minyak dan tambang itu dalam bentuk zatnya ataupun dalam bentuk pelayanan kepada siapa saja yang memiliki kewarganegaraan.

Konsep syar’i ini bersama konsep-konsep lainnya akan turut andil dalam mewujudkan kestabilan kehidupan ekonomi bagi kaum muslimin. Konsep tersebut juga akan mencegah para penguasa untuk berdalih dan bermain mata dengan kaum imperialis yang mampu mengalihkan pendapatan minyak dari negeri-negeri Islam melalui apa yang mereka sebut dana-dana sekunder milik negara-negara Teluk, yang ditransfer untuk pertumbuhan negara-negara Eropa dan Amerika. Akhirnya umat terhalangi untuk meraih harta mereka itu yang kini jumlahnya sudah mencapai triliunan dinar. Maka kaum imperialis bisa hidup enak dengan harta-harta umat dan lebih dari itu kita kehilangan harta itu dalam krisis-krisis keuangan mereka.[]

Share artikel ini: