Jangan Menyudutkan Umat Islam dengan Dalih Keberagamaan

Oleh: Eko Susanto (aktivis BARA)

Di bawah sistem kapitalisme yang sedang diterapkan saat ini secara global termasuk di negeri ini, ketidakadilan, eksploitasi, kezaliman sporadik bahkan sistemik terjadi di tengah masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme gagal medistribusikan kekayaan secara berkeadilan. Yang terjadi justru ketimpangan yang sangat nyata.

Hukum dirasakan sebagian orang terasa tidak lagi bersifat adil dan gagal mewujudkan rasa keadilan. Hukum dijadikan alat kekuasaan dan mengabdi pada kepentingan. Penerapan hukum pun ibarat pisau koki, tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Penerapan hukum sangat cepat dan tegas terhadap rakyat kebanyakan, namun tumpul dan mandul jika berhadapan dengan penguasa atau orang yang dekat dengan kekuasaan dan penguasa; tumpul terhadap tokoh, elit, para pemilik modal dan orang-orang berpengaruh.

Di tengah ketidakadilan yang merajalela itu, slogan keberagaman atau kebhinekaan tak jarang hanya dijadikan alat demi kekuasaan dan kepentingan tertentu. Islam dan kaum Muslim menjadi pihak yang paling sering dirugikan. Islam dan kaum Muslim tak jarang disudutkan dengan isu keberagaman.

Saat Islam dan kaum Muslim menjadi pihak yang dizalimi, menjadi korban, isu keberagaman dimainkan untuk menghalangi kaum Muslim mendapatkan keadilan. Sekedar contoh, dalam kasus Tolikara beberapa tahun lalu saat kaum Muslim menjadi korban ketidakadilan dan kezaliman. Ketika kaum Muslim menuntut keadilan dan mendesak pelaku kezaliman ditindak tegas, termasuk melalui aksi, masalah keberagaman pun diperalat. Cap bahwa apa yang dilakukan oleh umat Islam itu bisa mengancam keberagaman pun dimunculkan. Dengan isu keberagaman umat Islam dipaksa menerima dan memaafkan ketidakadilan yang terjadi pada mereka.

Begitupun dalam kasus penistaan Islam oleh Ahok, lagi-lagi isu keberagaman dikedepankan. Isu itu seolah dimunculkan untuk menghalang-halangi agar umat Islam tidak bergerak membela kitab sucinya yang dinistakan. Padahal pergerakan umat Islam itu tak lain karena penegakan hukum yang lamban dan terkesan membebaskan penista al-Quran.

Akhirnya, slogan keberagaman atau kebhinekaan dirasakan oleh umat sebagai alat utuk memaksa mereka menerima dan membiarkan begitu saja kristenisasi mengancam akidah umat Islam. Sebaliknya, seruan dakwah Islam dan penerapan syariah malah dikekang, juga dengan cap bisa mengancam keberagaman.

Walhasil, slogan keberagaman hanya diperalat untuk menyudutkan umat Islam. Dengan dalih keberagaman, umat dipaksa untuk menerima berbagai ketidakadilan. Dalih keberagaman juga digunakan untuk menghalangi umat Islam dari perjuangan untuk menegakkan Islam dan menerapkan syariah Islam.

Masalah keberagaman tidak boleh dipandang sebatas keberagaman itu sendiri, tetapi harus dipandang sebagai bagian dari pengaturan urusan masyarakat secara keseluruhan. Apakah keberagaman itu menjadi kebaikan dan berkah atau sebaliknya, menjadi keburukan dan bencana, sangat dipengaruhi oleh bagaimana interaksi dan berbagai urusan di masyarakat diatur. Karena itu jika pengaturan interaksi dan urusan di masyarakat baik maka keberagaman yang ada akan baik. Sebaliknya, jika pengaturan interaksi dan urusan di masyarakat tidak baik maka keberagaman bisa menjadi keburukan dan bencana.

Kunci mewujudkan semua itu ada dua: Pertama, aturan yang benar, adil dan berkeadilan yang digunakan untuk mengatur semua urusan dan interaksi di masyarakat. Sistem dan aturan yang seperti itu adalah sistem dan aturan Islam.

Kedua, penyelenggara negara (penguasa dan aparatur) yang menjalankan dan menerapkan sistem dan aturan di tengah masyarakat memiliki sifat amanah dan peduli terhadap rakyat. Kuncinya adalah karena faktor iman dan ketakwaan yang ada pada diri penguasa dan aparatur serta kontrol dari masyarakat. Itu juga hanya bisa diwujudkan seutuhnya oleh sistem dan aturan Islam.[]

Share artikel ini: