Jadikan Hindutva sebagai Ideologi Predator Negara, IMuNe: Inilah Wajah Asli Demokrasi
Mediaumat.id – Rencana pemerintah India menjadikan nilai-nilai kehinduan (Hindutva) sebagai ideologi negara dinilai Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara sebagai wajah asli demokrasi.
“Saya rasa inilah wajah asli demokrasi, yang mengizinkan ideologi predator semacam Hindutva eksis berkuasa dan menjadikan negara itu bisa diperintah untuk kepentingan golongan mereka,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Rabu (23/2/2022).
Fika mengatakan, India adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia setelah AS dengan penduduk 1,39 miliar dunia hampir menyaingi China.
“Hindutva adalah ideologi ekstremis yang menginginkan India hanya menjadi milik Hindu saja secara homogen. Ideologi Hindutva kian mengakar seiring menguatnya organisasi-organisasi sayap kanan seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh, Bharatiya Janata (partai politik yang menaungi Narendra Modi), Vishwa Hindu Parishad (organisasi propagandis Hindutva) dan Bajrang Dal (sayap paramiliter Vishwa Hindu Parishad),” terangnya.
Lalu pada 2014, kata Fika, ideologi berbahaya ini naik ke panggung kekuasaan melalui pesta demokrasi, karena partai Hindu Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi memenangkan pemilu terbesar di dunia pada tahun 2014. Isu Hindutva yang terus-menerus diasah BJP secara agresif selama ini telah memberinya kesuksesan elektoral.
Makin Represif
Fika menuturkan, semenjak Partai BJP berkuasa di bawah Modi, mereka berhasil melakukan transformasi cepat pada India. Negara besar di semenanjung India itu berubah menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi umat Islam.
“Semenjak itu, penderitaan 200 juta umat Muslim di India semakin lengkap, mereka diserang secara struktural maupun kultural, baik konflik vertikal maupun horizontal. Isunya luas dari mulai pelarangan hijab (wilayah Karnataka dan Uttar Pradesh), pengusiran dan perampasan tanah (wilayah Assam), hingga yang paling tua dan menjadi simbol konflik adalah blokade dan pendudukan di Kashmir,” ungkapnya.
Menurutnya, tokoh-tokoh Hindu secara kultural melakukan berbagai provokasi terbuka untuk menyalakan kekerasan terhadap Muslim.
“Dari mulai seruan pemerkosaan terhadap gadis Muslim, hingga baru-baru ini akun twitter resmi BJP menyerukan genosida terhadap Muslim secara vulgar. Mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana yang disebut “chuddhi” atau pembersihan, yaitu, rencana untuk mengembalikan jutaan orang India yang masuk Islam atau Kristen selama berabad-abad lalu ke dalam pelukan Hindu,” bebernya.
Secara struktural, kata Fika, diimplementasikan semua program yang disukai oleh gerakan Hindu, dari dihapuskannya otonomi Kashmir, intervensi pada undang-undang status pribadi islami, hingga menekan keputusan hakim Mahkamah Agung untuk memutuskan pemberian tanah Masjid Babri kepada umat Hindu pada 9 November 2019.
“Pada tahun 2019, juga terjadi kontroversi UU Kewarganegaraan India atau “Citizenship Amendment Bill” (CAB). Partai-partai oposisi mengatakan UU itu tidak konstitusional karena akan semakin meminggirkan 200 juta komunitas Muslim di India,” ujarnya.
Harus Dilawan
“Tentu saja umat Islam di India terus melawan, terbukti keberanian sosok Muskan Khan – gadis Muslim belia yang viral kemarin,” tutur Fika.
Ia menilai perlawanan ini menunjukkan bahwa di tubuh umat masih sangat hidup dengan ajaran Islam, para ulama di India masih terus membina umatnya, dakwah masih terus mengalir. “Masya Allah! Tentu sebagai Muslim kita tidak boleh diam dan pasif, kewajiban kita menunjukkan dukungan dan keberpihakan kita pada Muslim India,” serunya.
“Lebih-lebih penguasa Muslim sekitar India, seperti Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Kewajiban mereka adalah menolong secara fisik bahkan mobilisasi militer tanpa harus memedulikan batas negara bangsa. Bagi para penguasa ini tentu tidak cukup dengan ‘dukungan moral’ dan ‘kecaman’ saja, karena mereka punya kuasa dan sumber daya luar biasa, yang akan dihisab Allah jika dibiarkan menyaksikan kezaliman terbuka terhadap Muslim di India,” bebernya.
Ia mengingatkan, para penguasa Muslim itu harusnya belajar, darimana didapat keberanian pada diri Muskan Khan? Ternyata akarnya adalah sejarah penerapan Islam selama 10 abad di benua itu. Salah satu peristiwa sejarah paling menonjol adalah saat Raja Dahir, seorang raja Hindu di Sindhi, yang menawan rombongan pedagang Muslim, termasuk perempuan dan anak-anak pada tahun 711 M, maka tanpa ragu Khalifah al-Walid bin Abdul Malik mengirim 20 ribu pasukan tangguh di bawah kepemimpinan seorang jenderal besar Muslim Muhammad bin Qasim untuk menyelamatkan mereka.
“Seraya mengemban aturan Islam ke Sindhi dalam prosesnya dan membebaskannya dari pemerintahan despotik Hindu,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it