Mediaumat.info – Disepakatinya revisi Undang-Undang Desa oleh DPR yang memperpanjang jabatan kepala desa dalam satu periode dari enam tahun menjadi delapan tahun dinilai hanya untungkan segelintir pejabat dan oligarki desa.
“Jelas itu hanya akan menguntungkan segelintir pejabat dan oligarki yang menguasai desa itu,” ujar Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroki dalam Bincang Perubahan: Rusuh di DPR, Kades Demo Minta, Tambah Masa Jabatan, Selasa (6/2/2024) di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu.
Ia tidak melihat demonstrasi para kades yang menuntut revisi UU tersebut karena keinginan rakyat ataupun untuk menyejahterakan rakyat.
“Ya pasti itu, kalau kita lihat dari tuntutan kepala desa menuntut perpanjangan masa jabatan, itu berarti memang bukan karena keinginan rakyat,” ungkapnya.
Kecuali, lanjut Wahyudi, kalau tuntutannya terkait pembangunan sosial, sarana pendidikan, pasar, dan ekonomi di desa harus ditingkatkan.
“Publik akan menilai bahwa ooo ini dibentuk untuk memikirkan rakyat desa, tapi kalau kita lihat ini (revisi UU Desa) kan tidak ada urusannya dengan kesejahteraan masyarakat,” bebernya.
Anggaran
Wahyudi juga mengungkapkan terkait usulan dari kepala desa yakni ditambahnya anggaran desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditingkatkan dari 10% menjadi 20%, dinilai rawan dikorupsi.
“Persoalan berikutnya adalah persoalan korupsi, kita tahu sumber daya manusia (SDM) di desa belum sesiap apa yang kita bayangkan, kita tahu perangkat desa itu butuh kejelasan lebih lanjut terkait bagaimana mengelola keuangan yang efisien yang baik, itu kan butuh proses,” tuturnya.
Kalau belum siap SDM-nya yang menerima penggelontoran dana besar, kata Wahyudi, maka akan menjadikan bertambah besarnya terjadinya penyelewengan anggaran baik disengaja maupun tidak disengaja.
“Ada yang tahu, ada yang tidak tahu menyeleweng, ada yang sengajalah, saya kira seperti itu,” keluhnya.
Ditambah lagi, lanjutnya, biaya politik di sistem demokrasi yang sangat tinggi maka makin tumbuh suburnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di desa.
“Justru dikasih sumber dana lebih besar, praktik korupsinya juga akan bertambah besar, saya pikir inilah yang harus dipecahkan terlebih dahulu,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi