Mediaumat.id – Direktur The Economic Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo, S.E.I., M.E.I menduga kuat motif diterbitkannya izin ekspor pasir laut adalah semata-mata motif ekonomi karena pemerintah sedang butuh duit.
“Dugaan saya, motif diterbitkannya izin ekspor pasir laut ini semata-mata motif ekonomi karena pemerintah sedang butuh duit,” tuturnya dalam Kabar Petang: Ekspor Pasir Laut Bikin Senang Asing, Selasa (6/6/2023) di kanal YouTube Khilafah News.
Yuana mengatakan, dugaannya ini selaras dengan pengakuan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang disampaikan pada tanggal 31 Mei 2023. “Padahal sudah jelas ekspor pasir laut ini sangat berbahaya, tapi tetap dibuka izinnya,” ujarnya.
Yuana menyebutkan tiga bahaya dimaksud. Pertama, berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem. “Akibat eksploitasi pasir laut maka ekosistem laut rusak termasuk terumbu karang, hewan laut, dan vegetasi di bawah laut ikut rusak,” imbuhnya.
Kedua, menyebabkan erosi pantai. “Infrastruktur bisa ikut rusak karena adanya erosi pantai. Ini benar-benar bisa merugikan,” ungkapnya.
Ketiga, menyebabkan konflik. “Para pengekspor pasir akan bersaing mencari pasir yang paling menguntungkan sehingga bisa menimbulkan konflik,” jelasnya.
Ia menilai sangat konyol jika pengelolaan tambang pasir laut disalahgunakan swasta apalagi swasta asing.
“Harusnya kan pemerintah bertanggung jawab terhadap masalah ini. Ini malah diekspor. Apa enggak ingat dulu Pulau Nipah dan Sebatik sempat hilang karena pasirnya dikeruk dan dijual ke Singapura?” geramnya.
Ia meyakinkan dengan dibukanya ekspor pasir laut, Indonesia tidak dapat apa-apa, malah rugi. “Pulau hilang dan lingkungan rusak. Untuk memulihkannya harus banyak keluar uang. Jadi kebijakan ini adalah kebijakan ahistoris. Sudah diputuskan oleh Megawati, kok ini tiba-tiba dicabut kemudian diizinkan ekspor lagi,” tandasnya.
Alasan ada penggunaan teknologi seperti yang disampaikan Luhut, menurut Yuana, aneh karena faktanya justru akan terjadi bahaya yang mengancam jika pasir laut dikeruk.
Ia juga mempertanyakan jika pun ada teknologi, apakah teknologi itu bisa dipastikan sesuai dan tepat guna? Belum lagi pengawasan dan penegakan hukum yang terjadi selama ini justru membuat ragu dan tidak tepat sasaran.
Ia mengungkapkan, teknologi saat ini justru berdampak kerusakan lingkungannya sangat besar akibat pengerukan pasir laut berbasis kerakusan kapitalisme.
“Harusnya kan (teknologi) dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Jadi tidak satu pun teknologi yang kemudian menghalalkan penggunaannya untuk kemaksiatan,” pungkasnya.[] Erlina