Isu Papua Tak Lepas dari Intervensi Luar?

Mediaumat.news – Anggapan terdapat intervensi luar terkait HAM dan penanggulangan terorisme di Papua, sebagaimana pernyataan Kadensus antiteror Polri Irjen Martinus Hukom, bahwa langkah politik di level internasional harus digalakkan guna menghentikan aksi terorisme di sana, diiyakan Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara.
“Ya betul, ada tekanan dari luar yang sifatnya sudah sistemis, karena telah lama isu Papua diinternasionalisasi,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Rabu (29/9/2021).
Ia menilai, ada pihak yang sangat menginginkan Papua lepas dari Indonesia. Tak terkecuali dari Melanesian Spearhead Group (MSG), yang merupakan kelompok negara rumpun etnis Melanesia dengan sponsor Australia dan Amerika Serikat (AS) yang sangat aktif bersuara di forum-forum internasional.
Di satu sisi, Fika memandang, agar Papua tidak lepas dari Indonesia, berjuang di forum-forum internasional dengan melawan narasi negara-negara MSG serta komplotannya, Front Pembebasan Nasional Kanak dan Sosialis dari Kaledonia Baru, tentu sebuah sikap yang diperlukan.
Terlebih, upaya menunjukkan keberingasan kelompok teroris separatis Papua ke dunia internasional, menurutnya juga suatu keharusan. “Harus ditunjukkan ke dunia internasional, karena mereka selalu berteriak HAM, padahal itu hanyalah alat politik agar Papua mereka rampas,” jelasnya.
Namun di sisi lain, ia menyayangkan, tidak serta merta lantas mendapatkan keadilan dengan berharap kepada lembaga PBB. Sebab berulang kali terbukti, internasionalisasi suatu isu hanya mengundang intervensi negara-negara predator semakin dalam masuk ke Papua.
Selain itu, Fika juga menyayangkan pernyataan sikap Kadensus tersebut yang baru tampak, hanya ketika ada tekanan dari luar. “Mengindikasikan isu terorisme tidak pernah berdiri sendiri, selalu ada ‘pesanan’ atau tekanan dari asing,” tandasnya.
Penjajah Kapitalis
Fika menerangkan, akar permasalahan di Papua adalah praktik penjajahan kapitalis yang telah mendarah daging di bumi Cendrawasih yang super kaya tersebut.
Tak hanya itu, faktor sejarah politik yang panjang dan rumit, kegagalan praktik otonomi khusus ala demokrasi oleh pemerintah Indonesia, plus beroperasinya korporasi asing seperti PT Freeport yang mengeruk hasil tambang, serta tingginya angka kemiskinan masyarakat asli di sana, menjadikan Papua mudah digembosi oleh kekuatan asing.
Sehingga Papua, ia ibaratkan sedang menyimpan bara dalam sekam. “Terbukti dengan kehadiran Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sejak tahun 1965 dan terus berkembang dan menyebar hingga tahun sekarang,” terangnya.
Oleh karena itu, tuturnya, upaya untuk bisa bangkit dan keluar dari semua pelik tersebut, hanyalah membangun manusia Papua dengan syariah Islam. Apalagi, dengan dakwah Islam yang telah berkembang di sana, yang diperlukan saat ini adalah dukungan dari pemerintah saja.
Ia juga menegaskan, syariah Islam adalah satu-satunya tawaran visioner yang secara empiris telah terbukti mampu menyejahterakan dan menjaga rakyat dalam kesatuan tanah kaum Muslim. “Sudah terlalu lama demokrasi dan kapitalisme menjadi solusi, tapi justru semakin merusak tanah dan menghancurkan rakyat Papua dengan perpecahan,” pungkasnya.[] Zainul Krian