Istilah “Negara Islam” dan “Negara Islami” itu Sama

Mediaumat.news – Menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang beretorika membedakan istilah ‘negara Islam’ dengan ‘negara islami’, Dosen Manthiq Irfan Abu Naveed menyatakan bahwa kedua istilah tersebut bermakna sama.

“Dari segi peristilahan, jelas tidak ada bedanya antara ‘negara Islam’ dan ‘negara Islami’, kata islami itu menjadi sifat dari negara, sifat islami tentu tak bisa dilepaskan dari ajaran Islam itu sendiri,” tuturnya pada Mediaumat.news, Selasa (29/09/2020).

Menurutnya, tidak bisa dibenarkan retorika yang membeda-bedakan istilah ‘negara Islam’ dengan ‘negara islami’. “Sebagai contoh antara dua istilah ‘kehidupan Islam’ dengan “kehidupan islami’, ya, kembali kepada hakikat ajaran Islam itu sendiri,” ujarnya.

Irfan beralasan bahwa tak mungkin bisa dikatakan kehidupan islami, jika kehidupan yang berjalan melanggar syariat Islam. Begitu pula istilah “negara islami”, tentu tidak islami jika kehidupan di negara tersebut melibas batas-batas akidah dan syariat Islam.

“Misalnya melegitimasi riba, mengabaikan syariat ‘uqubat dalam Islam, ekonomi neo liberalistik, budaya hedonistik, serta secara politis dan sistemik meminggirkan peran Islam dalam kancah kehidupan, atau tidak dilibatkan dalam mengatur kehidupan dan urusan publik,” bebernya.

Mengatur Seluruh Aspek 

Irfan menjelaskan bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. “Telah pasti bahwa Nabi ﷺ tidak wafat hingga datang menjelaskan segala hal yang dibutuhkan berkenaan dengan urusan agama dan dunia, tidak ada dari kalangan ahl al-sunnah yang menyelisihi hal ini,” ujar Irfan mengutip pendapat Imam Abu Ishaq al-Syathibi (w. 790 H) dalam Al-I’tishâm (hlm. 49).

Ia pun menjelaskan realitas di Indonesia. “Negeri ini kalau tidak diatur Islam, ya akhirnya akan diatur oleh aturan selain Islam, kenyataannya negeri ini malah terjerumus dalam kubangan ekonomi kapitalistik-neo liberalistik dan politik sekularistik-oportunistik, angka-angka korupsi, kriminalitas adalah sedikit dari sekian banyak bukti dharar jika negeri ini tak mau diatur Islam,” terangnya.

Menurutnya, setiap Muslim sepakat bahwa penerapan Islam dalam kehidupan itu menjadi rahmat bukan hanya bagi umat Islam tapi juga bagi non Muslim, sesuai tuntunan dan tuntutan Allah dan Rasul-Nya, jadi tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang buruk.

Dia menilai itu bagian dari cerminan menerapkan Islam dalam setiap aktivitas, kalau dilarang-larang, itu intoleransi pada Islam dan umat Islam namanya. “Jadi, itu buruknya dimana? Tentu saja tidak ada,” tanyanya.

Irfan pun mengingatkan bahwa umat Islam itu wajib dibimbing, diajari untuk menerapkan Islam secara kaffah (totalitas), non Muslim juga wajib toleran karena ini prinsip dalam Islam. Irfan pun heran dengan pihak yang menganggap sebagian ajaran Islam itu intoleran sehingga tidak usah ditegakkan.

“Masa iya umat Islam dituduh intoleran hanya karena menerapkan ajaran agamanya? Itu terbalik-balik,” tegas Irfan.

Di akhir wawancara, Irfan pun berpesan. “Jangan dibingungkan dengan retorika bias makna, hingga ujung-ujungnya membiaskan kewajiban menerapkan Islam dalam kehidupan, merasa sudah islami padahal jauh dari Islam itu sendiri, bagaimana bisa?” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: